Backstage dalam suasana yang sibuk. Semua teman dan beberapa rekan dari seniorku mengerjakan tugas masing-masing sebelum pertunjukan. Jam masih menunjukkan pukul setengah delapan, tapi persiapan belum benar-benar maksimal.
Aku sedang mendandani Lucas ketika tiba-tiba Mark datang dengan ponselnya yang mengarah kepadaku, berikutnya dia tertawa sendiri dan melihatku yang menatapnya aneh.
Dia enggak sibuk, apa?
“Keren,” kata seseorang dari ponsel Mark. Lantas aku yang sedang mencari salah satu alat make-up langsung menoleh dan ponsel Mark sudah ada di depanku dengan wajah Renjun yang terpampang di sana.
“Mark!” seruku menjauhkan ponselnya sampai hampir jatuh.
“HEH, R U CRAZY?!” seru Mark balik sambil memeluk dan menatap layar ponselnya dengan berlebihan. “Banyak tingkah sih lo, hape gue hampir jadi korban.”
“Bang Lucas tuh yang banyak tingkah!” kata Renjun enggak mau kalah.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lucas yang sedang memejamkan matanya karena sedang kudandani lantas melotot. “Heh, sapa tuh yang ngomong?! Gue daritadi diem ini ya, mana ada banyak tingkah!”
“Lagian kamu deket-deket aja sama Lucas,” kata Mark menyenggolku yang barusan menepuk bibir Lucas karena terlalu banyak mengoceh.
“Kalau enggak deket gimana ngeriasnya?!” kataku mendorong Mark menjauh lagi karena—sungguh! Ponsel dia terus diarahkan ke depan wajahku, di mana Renjun tersenyum di sana. “Apa, sih?!”
“Nanti aku nonton!” katanya tersenyum manis, membuatku bergidik ngeri. Begini drastisnya perubahan sikap Renjun setelah dia meminta waktu untuk meyakinkanku, gila, makin tijel aja nih bocah. Lebih parah dari awal kenal malah!
Lucas berdiri begitu aku bilang bagiannya sudah selesai, kemudian seseorang mendudukkan diri di tempat Lucas tadi dan tersenyum tengil padaku. Aku merotasikan bola mata mendapati lawan mainku duduk di sana dan mulai mendandaninya.
Dia—Changbin sama halnya dengan temanku yang lain, malah sesekali menggoda dengan meniup-niup wajahku dan itu membuatku menggeram dan berakhir menjitaknya.
Mark duduk di samping Changbin dan menunjukkan ponselnya.
“Apa?”
“Bin, jangan genit lo ada pawangnya,” kata Mark menyenggol Changbin yang langsung tergelak di kursinya.
“Pendekatan lawan main ini,” katanya santai.
Karena Changbin berperan menjadi dukun dan aku adalah istrinya, sesekali kami saling memberi masukan sambil aku sibuk merias. Sedangkan Mark entah kenapa dengan nurutnya duduk di sana sambil menunjukkan layar ponselnya ke padaku.
“Disogok apa?” bisikku pada Mark yang langsung menaikkan alisnya. “Mau aja kamu disuruh-suruh sama dia?”