Aku menoleh dengan kerutan di kening, menatap Renjun yang menahan tanganku untuk beranjak pergi dari kantin. Aku langsung menunduk, enggan menatapnya. "Apanya?"
"Jangan gitu, makin susah entar aku yakininnya," katanya pelan. Dia melepaskan tangannya, sepertinya mengerti kalau aku enggak mau jadi pusat perhatian. Untungnya teman-temanku berusaha tak acuh dan duduk kembali sambil mengobrol.
Belum saja aku menyahut, aku melihat Shuhua datang dengan temannya dan tengah menatapku. Dia bahkan memelankan jalannya untuk memasuki kantin, dengan begitu pandanganku langsung beralih kepada Renjun yang otomatis ikut melihat apa yang aku lihat tadi.
"Apa lo?" tanyanya sewot.
"Dih, galak!" kata Shuhua seakan sudah biasa dengan sikapnya. Melihat interaksi itu, mendapati tatapan menyakitkan dari Shuhua, dan suasana yang tak mengenakkan. Aku memilih berbalik dan mengajak Suhyun serta yang lain untuk beranjak, Renjun yang melihatku langsung memberi jalan. Tapi sebelumnya ...
"Pulang sekolah aku tunggu ya, Kak."
***
Sepulangnya sekolah, aku bertemu Renjun yang saat itu menungguku di depan kelas tanpa membawa tas. Kayaknya buru-buru setelah bel berbunyi biar aku enggak kabur, padahal ... hah ... kenapa tahu banget aku pengen kabur coba? Ck!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Sini tasnya," kata dia random. "udah, sini."
Konyolnya aku malah memberikan tas yang sebenarnya berisi sedikit barang itu kepadanya, kemudian dia memakainya di sebelah tangan dan bergegas turun.
"Aku ke kelas dulu, piket sekalian ngambil tas sama jaket. Tungguin di sini, ya."
Berlebihan banget ini anak! batinku cengo.
Aku yang tak diberi kesempatan untuk protes langsung turun dari kelas dan memilih duduk di depan lab Kimia karena di sana banyak tanaman, seenggaknya aku merasa nyaman dan lagi terhindar dari panas. Menghindari Renjun bukan ide yang baik, aku curiga dia bakal lebih keras kepala kalau aku mengabaikannya.
Di lantai dua di mana kelasku berada, paling-paling cuman bisa duduk lesehan dan enggak banget kesannya kalau ngobrol sama Renjun.
Sengaja aku enggak menghubunginya, malahan asyik memperhatikannya yang lari-lari kecil dari lapangan utama dan menaiki lantai dua setelah keluar dari kelasnya. Di sana, dia tampak mengedarkan pandangan dan celingak-celinguk sendirian sambil menggaruk tengkuknya dengan gestur yang agak lucu, kemudian dia tampak menelpon.
Tentu saja aku.
"Assalamu'alaikum?"
"Wa'alaikumsalam, Kakak di mana? Yakin ninggalin tasnya di aku?" tanya Renjun.