Chapter XI

3.8K 369 11
                                    

Double update!
Dedicated for you guys.. yang selalu sempatin buat vote dan comment 💜


Irene

Aku merebahkan badan di kasur kamarku. Akhirnya hari ini selesai juga semua jadwal. Melelahkan sekali. Dari pagi kami berada di luar rumah. Melakukan pemotretan untuk majalah dan syuting untuk iklah minuman bersoda.

“Aigoo..” aku berguling-guling di kasur seolah-olah itu bisa menghilangkan pegal di badanku. “Lapar..” aku baru teringat kalau belum makan dari siang. “Mungkin baiknya aku mandi dulu lalu aku order makanan lewat telepon saja.” Pikirku.

15 menit kemudian, aku sudah selesai beres-beres dan mengirim pesan di group chat Red Velvet untuk menanyakan kepada memberku apakah mereka ada yang ingin makan juga. Tapi tampaknya mereka semua sudah tidur karena tidak ada yang membalas pesanku.

Ding. 1 pesan masuk. Aku mengambil hp ku. Akhirnyaa ada juga yang membalas pesanku. Aku terkejut begitu melihat nama ‘Pria Menyebalkan’ di layar hp ku.

“Anyeong Joohyun ah.. apakah kau sudah tidur?”

Jantungku mulai berdetak lebih cepat. Perasaan familiar yang muncul setiap kali berdekatan dengannya datang lagi. Rasa yang akhir-akhir ini sering kutepis dan membuatku menyibukkan diri lebih dalam lagi.

“Mau apa kau?” bisikku. Aku berpikir apakah aku harus membalas pesannya atau tidak.

Aku tidak terbiasa dengan hal seperti ini. Tidak banyak orang yang menghubungiku. Dan orang yang punya nomorku, ya berarti orang yang kuijinkan masuk di hidupku.

Jadi tidak pernah ada permasalahan apakah aku harus membalas pesan mereka atau tidak.

Tapi dia berbeda. Aku tidak pernah benar-benar mengijinkan orang ini masuk ke hidupku, tapi dia dengan seenaknya masuk begitu saja dan menguras emosiku.

“Apakah kau sudah tidur, Joohyun ah? Kalau kau sudah tidur, bisakah kau membalas pesanku besok pagi begitu kau terbangun? Ada yang ingin kubicarakan denganmu.” Pesan darinya masuk lagi.

Aku menarik nafas panjang, lalu mengetik jawabanku.

“Ada apa Jin sunbaenim?” tanyaku sopan. Trying to build a wall between us. Hal yang seharusnya dari dulu kulakukan.

“Really, Joohyun ah? Kau memakai kata sunbaenim kepadaku?” balasan dari Jin datang lagi.

“Apa ada yang bisa kubantu, sunbaenim?” tanyaku sengaja tidak membalas pertanyaannya.

“Baiklah kalau itu mau mu. Aku ingin bertemu. Bisa kah kita bertemu?”

Aku membaca pesannya berkali-kali. Orang ini. Seenaknya saja dia bersikap. Kadang dia bersikap cuek, kadang dia seperti tidak ada apa-apa mendatangiku seperti ini. Menyebalkan.

“Tidak.” Jawabku singkat.

“Sebentar saja. Ada yang ingin aku katakan.”

“Kalau begitu, katakan saja sekarang sunbaenim.”

“Kau benar-benar membuatku frustasi. Bisakah kau berhenti mengetik sunbaenim kepadaku?”

Aku memutar bola mataku. “Aigo!” Aku membuang hp ku. Kaget karena benda itu tiba-tiba bergetar.

Nama 'Pria Menyebalkan' muncul di layar hp ku. Kenapa dia harus meneleponku sih? Apa harus aku angkat? Aku ragu-ragu. Tapi rupanya keinginanku untuk mendengar suaranya lebih besar daripada keinginanku untuk membangun dinding tadi. Hadeeh..

“Anyeong sunbaenim.” Jawabku.

“Cut it out Joohyun ah. Lebih baik aku mendengarmu ngomel daripada nada formal begini.”

“Apa yang ingin sunbaenim bicarakan?”
Aku mendengarnya menggeram. Sepertinya dia kesal sekali padaku. Diam-diam aku tersenyum membayangkan wajah kesalnya.

“Aku ingin minta maaf.” Katanya cepat.

“Untuk apa?” jawabku

“Menyentuh wajahmu. Aku minta maaf aku tidak sopan waktu itu. Aku juga minta maaf karena tidak langsung menghubungimu untuk meminta maaf. Dan sekarang aku pusing sekali karena terlalu banyak mengeluarkan kata minta maaf.”

Aku memutar bola mataku. “Apa aku mendengar permintaan maaf yang tulus?” sindirku

Jin terdengar menghela nafas, “Iya Joohyun ah.. aku minta maaf untuk semuanya.”

Aku terdiam.

“Apa kau terima permintaan maafku?”

Aku sendiri juga tak tahu kenapa dia harus meminta maaf. Ya, dia mengelus pipiku waktu itu. Tapi jujur saja, aku tak marah karena itu. Aku akui aku kaget. Tapi aku tak marah. Lalu apa yang membuat hubungan kita seperti stranger saat menjadi MC waktu itu?

Apa karena dia tak mengubungiku? Tak mendekatiku lebih dulu?

“Yah! Joohyun ah.. apakah kau ketiduran?” Jin setengah berteriak.

“Ck.. kenapa sih kau berisik sekali.” Jawabku reflek.

Memang saking menyebalkannya orang ini, aku tak bisa lama-lama bersopan santun padanya.

“Kau sudah tidak marah kan?” Jin menanyakan kepastianku.

“Kau meneleponku hanya untuk bicara ini? Aku lapar. Aku mau pesan makanan lewat telepon. Kalau kau sudah selesai..”

“Kau belum makan? Dari kapan?” tanya Jin. Apakah aku mendengar nada khawatir darinya?

“Ya aku belum makan. Aku sibuk seharian ini.”

“Mau aku temani makan?”

Aku terdiam. Ya Tuhaan.. cobaan apa lagi ini. Aku ingin sekali berkata iya. Tapi aku tahu aku harus berkata tidak.

“Memangnya boleh kau keluar malam-malam begini?” akhirnya hanya itu yang keluar dari mulutku.

“Apa aku terlihat seperti anak kecil yang tidak boleh keluar malam?”

“Ini sudah jam 11 malam.” Kataku

“Aku akan ngebut ke rumahmu. 20 menit. Tunggu aku disana. Kita keluar makan. Kau mau kan?”

Aarrgghh.. aku tahu aku akan menyesal di kemudian hari, tapi aku menjawab “Ya. Aku tunggu.”


Bisa aja yaa Jin.. Begitu ada kesempatan, langsung sikat 🤣

Don't forget vote dan comment nya yes..

Serendipity (JINRENE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang