Chapter XII

3.9K 362 16
                                    

Jin

Tanganku dingin. Apa yang kupikirkan tadi, mengajak Joohyun keluar. Aku pikir aku akan ditolak. Ternyata dia menyetujui. Aku melompat kegirangan dan langsung mengambil kunci mobilku. Aku bahkan tak berganti pakaian. Aku hanya memakai sweatpants  kaos dan topi. Tak lupa kusambar maskerku.

20 menit kemudian, disinilah aku. Sedang menunggu Joohyun untuk keluar rumah. Sudah kuingatkan dia umtuk memakai masker dan topi. Aku tak mau ada yang mengenali kami.

Kaca mobilku diketuk. Aku menoleh dan melihat Joohyun. Langsung kubuka kunci pintu mobilku. Dia pun masuk.

“Hai..” kataku.

“Hai..” jawabnya

“Hmm.. kau mau makan apa?”

Joohyun mengendikkan bahu. “Terserah kau saja.”

Kenapa suasana awkward begini.. aku menghirup nafas dalam-dalam, “baiklah Bae Joohyun.. kau akan kuajak ke tempat aku biasa mencari makanan malam.” Aku memacu mobilku.

10 menit berlalu, masih tidak ada yang berbicara diantara kami. Apakah dia menyesal sudah mengiyakan ajakanku?

“Joohyun..” panggilku. Dia menoleh ke arahku. “Apakah kau menyesal sudah ikut denganku?”

Dia mengangguk.

“Yah! Kenapa kau mengangguk?” tanyaku kesal

“Memang aku menyesal. Lalu mau aku jawab apa? Aku pasti akan kena masalah kalau ketahuan.”

Jin menghela nafas, “Aku membuatmu dalam masalah ya?”

Joohyun menggeleng. “Aku memang menyesal. Tapi aku mau.”

Jantungku berdetak kencang sekali. Aku menoleh ke arahnya.

“Aku kan bukan anak kecil. Kau tidak perlu memaksaku. Aku sendiri yang mau bertemu denganmu. Makanya aku ada disini sekarang.”

“Joohyun ah..” bisikku.

“Yah! Kau kan menyetir. Kau harus lihat ke depan.” Omel nya. “Lagipula aku lapar. Awas saja kalau kau mengajakku makan ke tempat yang tidak enak.”

Aku terkekeh.. “tenang saja. Aku jamin kau akan suka.”

Tidak berapa lama, mereka sampai di sebuah rumah makan. Bukan fancy restaurant seperti yang Joohyun mungkin pikirkan. Tapi hanya rumah makan biasa yang ada di pinggir jalan di sebuah daerah yang tidak terlalu jauh dari keramaian kota. Aku memarkir mobil di depan rumah makan.

“Jin..” panggilnya

“Ya? Apa kau tak suka?” tanyaku melihat raut wajah Irene yang ragu-ragu.

“Bukan begitu. Tempat makannya sudah tutup.” Irene menunjuk ke arah pintu rumah makan tersebut yang ada tanda tutup.

“Oh tenang saja. Aku sudah meneleponnya untuk menunggu kita.”

Joohyun mengernyit heran, tapi aku langsung mengajaknya turun. Sebelumnya tak lupa kami pakai topi dan masker terlebih dulu.

Aku langsung membuka pintu depan yang sudah ada tulisan tutup itu. Seperti biasa, pintu tak terkunci. Aku masuk disusul oleh Joohyun di belakangku.

“Anyeeooong..” Sapa ku pada seorang wanita separuh baya yang sedang meminum teh di salah satu meja.

“Ah Seokjin! Kukira tak jadi datang.” Serunya.

“Tentu saja aku datang. Aku kan sudah berjanji.” Aku memeluknya.

“Jadi ini temanmu yang kau bilang akan kau ajak kesini?” tanya nya.

“Aah.. hampir saja aku lupa.” Aku menoleh ke Joohyun, “Joohyun ah.. kenalkan.. dia adalah bibi ku. Adik dari Ibu ku. Ini rumah makan miliknya dan pamanku.”

“Anyeonghasseo..” Joohyun memberi salam kepada bibi ku. “Maaf aku tak tahu kalau ini adalah rumah makan milik bibi nya Seokjin. Dia tak memberi tahu sebelumnya.”

“Tak apa.. jadi kau Irene Red Velvet ya? Aku punya putri yang sangat menyukai Red Velvet.”

“Terima kasih..” Joohyun hanya bolak balik membungkuk.

“Sudah-sudah. Bisa-bisa kami tak jadi makan. Imo, bisa kah kau tolong siapkan makanan untuk kami?”

“Tentu saja. Kau kan sudah kutunggu dari tadi. Ajak Irene duduk terlebih dulu. Aku siapkan makanan di belakang.”


Irene

Tak lama, aku dan Jin sudah duduk di salah satu meja dekat dinding, Tempat favorite nya. Begitu yang dia katakan.

“Masakan Imo ku enak sekali. Sepertinya memang turunan dari nenek ku, karena Eomma ku juga pintar sekali memasak. Aku juga. Masakanku enak.” Kata Jin tanpa ditanya

Aku hanya tertawa kecil, “Kenapa kau PD sekali? Harusnya yang bilang enak atau tidak itu orang lain.”

“Akhirnya kau tertawa juga.”

Aku langsung terdiam, “memangnya aku hanya bisa cemberut?”

Jin mengendikkan bahu, “kukira begitu.” Jawabnya disambung suara tertawa nya. Suara yang tak aku sangka bisa memberi rasa hangat di hatiku. Rasa yang asing buatku.

“Jadi.. apa kau sering kemari?” tanyaku

“Dulu iya. Aku sering membawa member-ku kemari. Kalau siang sampai tempat ini tutup, selalu ramai pengunjung. Maka itu aku hanya bisa kesini sewaktu sudah tutup. Biasanya aku akan menelepon bibi atau pamanku terlebih dulu sebelum datang.”

“Jin..” panggilku. Dia melihat ke arahku dengan matanya yang.. kenapa mata itu bagus sekali. Rasanya aku bisa betah melihatnya berlama-lama. Dia tersenyum dan aku juga seperti terhipnotis melihat wajahnya.

“Ada yang ingin kau bicarakan atau kau hanya ingin memandangi wajahku?” Jin tersenyum geli.

Aku tersadar. Wajahku memanas. Pasti mukaku sekarang sudah merah. “PD sekali kau. Aku hanya tiba-tiba melamun.”

Jin tertawa pelan. Lalu makanan pun datang. Bibi nya menyediakan makanan khas korea dari mie sampai ayam. Setelah itu beliau pamit ingin beristirahat.

“Banyak sekali makanannya.” Kataku

“Karena kau butuh makan yang banyak. Lihat badanmu kurus begitu.” Jawab Jin.

“Tapi tak mungkin aku menghabiskan semua.”

“Ada aku.” Jin tersenyum lebar, “aku juga lapar. Ayo makan.”

Kami makan dengan lahap. Aku belum pernah makan berdua dengan laki-laki selain managerku atau ayahku. Apalagi adikku juga perempuan. Jadi aku benar-benar tidak pernah sedekat ini dengan laki-laki lain. Termasuk juga para sunbae di agensiku.

“Jadi apa yang mau kau bilang tadi, sebelum kau berhenti dan mengagumi wajahku?” tanya Jin.

Aku memutar bola mataku, memang menyebalkan pria ini. “Yah! Bisa kan kau makan pelan-pelan? Kau benar-benar mirip alpaca.”

Jin menatapku, “You did a little research about me, ya?” wajahnya usil sekali.

“Tidak.” Aku berbohong. “berita soal BTS selalu ramai. Jadi mau tak mau aku melihatnya. Lagipula ada beberapa fans yang suka memberikan link padaku.” Jawabku tak mau kalah.

“Link nya kau buka kan?”

Aku tersudut, jadi yang bisa kulakukan hanya membalikkan pertanyaan.. “Kau sendiri, juga mencari tahu tentangku kan?”

“Tentu saja.” Jawabnya enteng.

Lagi-lagi dia membuat wajahku memerah. Jin berhenti makan dan menunjukkan sumpitnya ke arahku.

“Aku penasaran sekali denganmu, Bae Joohyun. Apakah kau sama seperti yang orang-orang bicarakan selama ini..”

“Apa yang orang bicarakan tentangku?” tanyaku sambil menatap wajah tampannya lagi.

“Bahwa kau orang yang dingin dan tertutup.” Jin bersandar di kursinya. Masih menatapku.

Sial. Tatapan matanya saja bikin aku grogi.

“Apakah kau percaya sekarang?” tanyaku.

Jin memiringkan kepalanya, “Kau tidak dingin. Bagaimana mungkin orang yang dingin bolak balik memarahiku dan cemberut kepadaku?”

Orang ini. Rasanya ingin kucubit pipinya. Seenaknya sekali kalau bicara. Tapi kata-katanya terasa menenangkan ku.

“Tapi kau memang tertutup. Aku tak tahu apa yang ada di pikiranmu. Kadang kau menunjukkan emosimu. Tapi seringnya kau menutupi emosimu. Kau sungguh sulit ditebak.”

“Kau juga!” sambarku tak mau kalah.

“Makan Joohyun ah. Kau harus bicara sambil makan. Aku tak mau membawamu keluar sia-sia. Perutmu harus diisi.”

Aku tak menggubrisnya. Dia memberikan berbagai macam makanan di piringku. Aku memakannya sambil bicara. Kenapa di depannya aku tak perduli dengan image-ku ya..

“Kau juga tak bisa ditebak.” Ulangku.

Jin hanya tersenyum santai.

“Kau tiba-tiba datang ke hidupku.” Kataku.
Raut wajah Jin sekarang berubah. Dia menjadi lebih serius dan menatapku lebih dalam.

“Kau menghubungiku sesukamu. Menyapaku sesukamu. Menyentuhku sesukamu..”

“Joohyun ah..” sela nya. Tapi aku sedang tak ingin disela. Entah dorongan darimana ini. Aku terus saja bicara.

“Tidak banyak laki-laki yang ada di hidupku. Benar apa yang orang-orang bicarakan tentangku. Aku tak sembarangan mengijinkan orang masuk ke hidupku. Tapi kau..” kali ini aku yang mengayunkan sumpitku di depannya. “Kau sembarangan saja masuk ke hidupku. Sebentar datang sebentar hilang.”

“Apakah kau ingin aku ada terus di hidupmu?” Tanya Jin langsung. Tanpa basa basi.

Aku tak siap dengan pertanyaannya. Aku yang memulai semua ini, tapi aku juga yang sekarang mulai meragukannya.

“What are we, Joohyun ah? Tell me exactly.. Kita ini apa?” Jin menatap mataku lekat-lekat.

Jantungku berdetak kencaaang sekali dan aku tak bisa melihat yang lainnya kecuali mata nya. Dan mungkin juga bibirnya.

Kim Seokjin.. apa yang telah kau perbuat padaku.





Yuhuuuu.. akhirnya bisa ngobrol panjang juga yaa mereka berdua.
Kira-kira apa yaa jawaban Irene 🤗

Don't forget to vote and comment yaa 💜

Serendipity (JINRENE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang