Chapter XXIX

3.1K 299 29
                                    

Disclaimer :
Brace yourself 🤗

3rd POV


Sepersekian detik tidak ada yang bergerak diantara mereka setelah Jin menyuruh Irene untuk duduk. Jin menoleh ke Sana dan menepuk kursi di sebelah kirinya, tempat Sana tadi duduk. “Duduklah Sana, kita makan. Aku lapar.” Kata Jin.

Irene mengalihkan pandangannya dari kedua orang tersebut.

“Bibi juga kalau mau duduklah dulu. Apa tidak cape daritadi berdebat sambil berdiri?” kata Jin lagi.

Bibi nya pun jadi ikut menuruti Jin. Dia duduk di depan Sana sambil menyuruh Joohyun duduk di sampingnya.

Seokjin dan Irene duduk berhadapan. Mereka terlihat tidak nyaman satu sama lain tapi berusaha untuk tenang.

Seokjin mulai mengambil makanan, tapi tiga orang wanita di sekelilingnya masih saja berdiam diri sampai Jin menoleh ke Sana, “Kau benar tidak mau makan sama sekali?”

Sana tersenyum tidak enak melirik bibi nya Jin, dia pun akhirnya mengambil piring.

Seokjin reflek mengambilkan makanan untuknya, “makanlah yang banyak. Kau harus sehat untuk comeback mu nanti.”

“Iya oppa..” Sana tersenyum manis. Jin mau tidak mau tersenyum juga melihatnya. Lalu baru dia tersadar, di depannya ada dua wanita lagi yang memperhatikan mereka.

Irene benar-benar tidak mau melihat semua sikap manis Seokjin ke Sana. Hatinya belum siap melihat dengan langsung adegan tadi. Tapi apa daya, dia hanya bisa menunduk saja.

Sementara bibi nya Jin sebenarnya tidak ingin ada disitu. Dia tidak mau ikut makan bersama anak-anak muda ini, “Bibi mau masuk ke dalam rumah?” tanya Jin.

“Bolehkah? Aku cape sekali hari ini.”
Seokjin hanya mengangguk.

Bibi nya berdiri sambil menatap Irene, “Kau sudah tidak perlu kumasakkan kan? Seokjin sudah memesan banyak makanan.

Makanlah yang banyak supaya kau tidak gampang sakit.”

“Iya bibi. Terima kasih.” Irene membungkuk memberi salam saat melihat bibi nya Jin berjalan masuk ke dalam rumahnya.

“Unnie, makanlah.. Seokjin oppa bilang ini makanan kesukaannya.” Kata Sana membuat Seokjin sampai terbatuk-batuk.

Irene mengamati makanan yang tersedia. Dia tahu betul kebanyakan adalah makan favorite-nya setiap berkunjung kesini.

“Oppa, kenapa tiba-tiba batuk? Minumlah dulu..” Sana memberi Jin minum.

Seokjin minum sambil melirik Irene, mata mereka bertemu tapi Seokjin mengalihkan pandangan terlebih dulu. “Makanlah.” Katanya tanpa melihat Irene.

Irene menaruh beberapa makanan ke piringnya dan mereka pun makan dalam diam. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri.

Irene masih berusaha untuk mencari alasan kabur dari situ. Tak mungkin dia stay lebih lama bersama Jin dan Sana. Orang yang akhir-akhir ini berusaha dia lupakan tapi begitu susah, sampai-sampai badannya mengurus karena susah makan.

Dia baru akan bisa makan banyak kalau datang ke restaurant bibi nya Jin dan memakan makanan kesukaannya. Disitu dia akan mengingat kenangan-kenangan manisnya bersama Seokjin sambil kadang mendengar cerita masa lalu Jin dari bibi-nya.

Sementara Seokjin hanya bisa terus makan. Dia tak berani menatap wajah Irene karena tidak enak jika dilihat oleh Sana. Tapi sebenarnya karena dia takut tak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah cantik wanita itu. Kenapa dia tambah kurus, kenapa dia sering datang ke restaurant bibi-nya, dan banyak pertanyaan yang tidak bisa dia tanyakan ke Irene.

Tiba-tiba Sana bersuara,  “Unnie.. apakah kau sering kesini? Kau tahu darimana tempat ini? Apa kau tahu kalau tempat ini punya bibi nya Seokjin oppa?” tanya Sana bertubi-tubi. Dia tipe yang tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran. Lebih baik dikeluarkan saja. Apalagi ini menyangkut kekasihnya dan wanita lainnya.

“A.. aku..” Irene terbata-bata, bingung menjawabnya. Apakah Seokjin sudah bercerita tentang masa lalu mereka? Apakah aku bisa bicara yang sebenarnya atau lebih baik berbohong saja?

“Aku yang memberi tahunya tempat ini.” Jawab Seokjin.

Irene dan Sana sama-sama menoleh ke arahnya.

Seokjin melihat Irene terlebih dulu, melihat Irene menghela nafas lalu mengalihkan pandangan ke arah jendela. Lalu Seokjin menoleh ke Sana yang menatapnya dengan pandangan mau tahu lebih lanjutnya.

“Aku dan Joohyun..”

“Joohyun?” tanya Sana bingung.

Seokjin mengedikkan kepalanya ke arah Irene yang hanya tersenyum kecil ke Sana.

“Nama asli unnie Irene?” tanya Sana dijawab anggukan oleh Irene.

“Aku dan Joohyun dulu berpacaran.” Kata Seokjin.

“APA?? Kapan? Kenapa aku tak pernah mendengarnya?” tanya Sana kalang kabut. Bagaimana tidak panik, Sana selalu tahu kabar mengenai Kim Seokjin karena dia memang menyukainya sejak lama. Yang dia tahu, Seokjin dan Irene memang pernah dijodoh-jodohkan oleh penggemar. Tapi itu hal yang biasa bagi Idol seperti mereka. Selama tidak ada konfirmasi atau berita yang beredar diantara mereka, bisa diasumsikan tidak ada hubungan apa-apa dari 2 Ido l yang dijodohkan fans.

“Sudah lewat semuanya. Tak perlu kau pikirkan Sana ssi.” Jawab Irene dengan pelan.

“Kenapa oppa tidak pernah cerita?” Sana menatap Jin

“Maafkan aku, hanya saja aku belum sempat. Dan lagi kukira..”

“Tidak perlu dibahas. Masa lalu antara aku dan Seokjin tidak perlu dibahas. Kami juga bersama hanya sebentar.” Irene memotong perkataan Jin. Daripada dia mendengar Seokjin yang bicara tentang betapa tidak pentingnya bercerita tentang masa lalu mereka ke Sana.

Seokjin menatap Irene dengan tajam. Irene menunduk.

“Tetap saja..” Sana merajuk ke Seokjin, “Aku butuh tahu siapa saja mantan pacarmu, oppa.. kau punya mantan pacar secantik ini apakah aku akan tenang saja?”

“Hei..” Seokjin reflek mengusap kepala Sana.. “Jangan bicara seperti itu..”

Irene reflek memundurkan kursinya. Tidak bisa lebih lama lagi dia melihat pemandangan seperti itu di depannya. Melihat Seokjin menatap Sana penuh perhatian dan lembut, sepertinya dia akan menangis kalau bertahan lebih lama lagi. Irene langsung berdiri.

Seokjin menoleh ke Irene, melihat raut wajahnya yang berubah seperti ingin menangis.

“Maaf. Lebih baik aku pergi saja.” Irene membungkuk lalu berjalan cepat keluar restaurant.

“Joohyun!” panggil Seokjin tapi tak dihiraukan Irene. Dia reflek berdiri ingin mengejar Irene.

“Oppa..” Sana menarik tangan Seokjin. “Kau mau kemana? Apa aku akan ditinggalkan disini?”

Seokjin menatap Sana dengan bingung, otaknya tiba-tiba tak bisa bekerja dengan baik. Yang terbayang di otak nya adalah wajah sedih Irene. Tapi dia juga tahu tak mungkin meninggalkan Sana. Jin menarik nafas dalam-dalam.

“Dengarkan aku..” Seokjin memegang kedua lengan Sana, “Aku harus pergi sebentar.”

“Kemana? Mengejar Irene unnie? Do you still love her?”

“Aku tak bisa bicara sekarang. Aku harus pergi dan kau tunggu disini. Jangan kemana-mana. Aku pasti kembali, Sana.”

“Tapi..”

Seokjin sudah melesat pergi tanpa mendengarkan Sana lagi. Dia keluar restaurant dan menengok kanan kiri melihat kemana Irene pergi.

“SIAL!” Maki nya saat dia tak bisa melihat Irene lagi. Seokjin tahu Irene pasti datang sendiri karena manager nya tidak mungkin hanya menunggu di mobil. Tapi yang dia tak tahu, apakah Irene sudah naik taksi atau belum menuju rumahnya.

Seokjin berjalan mengikuti instingnya.. Dia menelusuri jalan dengan terburu-buru. Sialnya dia lupa memakai masker atau topi waktu keluar dari restaurant, jadi dia hanya mengenakan hoodie dari sweater yang dipakainya dan berharap tidak ada yang mengenalinya. Untungnya karena sudah larut malam, jalanan sudah tidak terlalu ramai.

Tapi justru itu, dia khawatir dengan Irene. Wanita itu tadi juga tidak membawa masker pada waktu keluar restaurant. Jin mencoba menelepon hp Irene, tapi tidak diangkat. Berkali-kali dia tidak putus menelepon nomor Irene.

Tiba-tiba dia mendengar ada suara ringtone berbunyi cukup jelas pada saat dia masih menelepon nomor Irene. Lagu Red Velvet. Jin ingat betul itu ringtone siapa.. Dia memandang berkeliling. Di situ terdapat taman kecil dan dia melihat seseorang duduk di bangku taman itu. Tidak ada siapa-siapa lagi disana.

Seokjin menghela nafas lega. Dia menghampiri Irene yang ternyata sedang duduk sambil menaikkan kakinya ke bangku.

Serendipity (JINRENE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang