IRENE
Aku tersenyum melihat laki-laki di sebelahku yang sedang menyetir. Tak hanya sekali, aku menoleh ke arahnya berulang-ulang sambil tersenyum-senyum seperti orang bodoh. Sekedar memastikan aku tak bermimpi dia ada disini. Meresikokan banyak hal untuk berada di dekatku, melihat konserku dan menemuiku disini.
“Belum puas kah kau memandangi wajahku?” tanyanya tiba-tiba.
Aku hanya tersenyum mendengar pertanyaan yang akhir-akhir ini terasa familiar. “tidak akan pernah puas, Kim Seokjin.” Jawabku.
Tingkat percaya diriku rasanya sekarang sudah selevel dengannya.
“Mau kemana kita?” tanyaku.
“Aku ingin mengajakmu kencan Joohyun ah. Hal yang susah kita lakukan di Korea. Aku ingin berjalan kaki denganmu, menggandeng tanganmu, minum dan makan denganmu. Kau belum makan kan?”
“Aku lapar sekali Jin.”
“Perfect! I found this little café who serves the best pasta in here. Aku tak sengaja menemukannya sewaktu konser disini dan sedang iseng keluar hotel.”
“Apakah tempatnya ramai?” tanyaku takut ketahuan.
“Tenang saja Joohyun ah.. pacarmu tak akan tahu, kau sedang makan malam dengan selingkuhanmu.” Jawab Jin sarkas.
Aku memutar bola mataku. “jangan kau bawa-bawa. Dia sudah cukup merana kutinggalkan setelah konser. Padahal rencana nya aku dan dia juga akan berjalan-jalan dan mencari makan.”
“Jadii kalau aku tak kesini malam ini, aku akan melihat headline bahwa pacarku sedang menikmati kencan romantis dengan laki-laki lain?”
Aku mengendikkan bahu, “kurang lebih begitu.”
“Entah sampai kapan aku sanggup begini.” Kata Seokjin dengan nada yang lebih serius.
Aku menatapnya. Wajahnya sangat tampan terkena sinar dari luar mobil. “Apa kau mulai lelah denganku?” tanyaku setengah bercanda, hanya ingin menggodanya tapi juga ingin tahu jawabannya.
“Kalau aku lelah denganmu, buat apa aku menyusulmu? Tapi jujur saja, aku gerah setiap melihat berita kau bersama Suho hyung. Melihat mereka berkata kalian serasi sekali, melihatnya bebas menggandengmu, menemuimu.”
Aku bisa melihatnya sedikit frustasi.
“Menurutmu sampai kapan semua ini akan selesai?” tanya Seokjin.
“Entahlah.” Jawabku sungguh tak tahu.
“Tak mau kah kau mengakhirinya?”
“Tentu saja aku mau. Tapi mungkin tidak sekarang.”
“Kapan Joohyun? 1 bulan? 1 tahun?”
Aku mengusap lengannya, “tak bisa kah kau bersabar?” Kulihat matanya mulai melembut menatapku. “Atau setidaknya, bisakah kita tak membicarakan ini sekarang? Aku ingin menikmati kencan denganmu.” Jawabku sengaja merayu nya. Aku benar-benar tak ingin ribut malam ini.
Kudengar Seokjin menghela nafas. Tampaknya aku menang.
“Baiklah. Kau menang lagi.”
Aku merapatkan diri padanya, memeluk lengannya erat-erat. “Aku tak mau kehilanganmu. Kau tahu itu kan? Aku tak bisa kehilanganmu Kim Seokjin. Aku sangat menyayangimu.” Bisikku. Tak berharap dia mendengarnya. Aku hanya mengutarakan yang kurasakan.
“Aku juga tak bisa kehilanganmu, Joohyun. Aku mencintaimu.” Balas Seokjin. Kurasakan kecupan hangat di kepalaku darinya.
Tak berapa lama, kami sudah menelusuri jalanan di Singapore. Malam ini udaranya cukup dingin. Jadi tak mencurigakan jika kami memakai pakaian besar yang menutupi tubuh kami. Seokjin memakai jaket, topi, masker dan kacamata. Aku tahu maksudnya untuk menyamar.. tapi kenapa dia terlihat keren sekali? Bahkan masker itu tak bisa menutupi wajah tampannya.
Sedangkan aku memakai sweater kebesaran miliknya, syal, topi dan masker. Semua disiapkan olehnya. Bagaimana bisa aku tak menyayangi laki-laki yang selalu memikirkanku seperti ini.
“Lihat aku tenggelam di balik semua ini.” Kataku padanya sambil mengaitkan lenganku ke lengannya. Berusaha menyamakan langkah kami.
Dia melambatkan langkahnya untukku. “Kau tinggal bilang saja, kapan kau siap mengkonfirmasi hubungan denganku. Jadinya kita tak perlu berpakaian serumit ini kalau berkencan.”
Aku memukul lengannya pelan, “Kim Seokjin and his witty mouth. Tak bisakah mulutmu itu tak menyindirku semalaman?”
“Kita bisa berciuman kalau kau mau.”
“Kim Seokjin!” aku yakin telingaku merah sekali sekarang.
“What?” katanya sambil berhenti jalan dan menatapku. “Kau mau mulutku ini berhenti menyindirmu kan?”
“Apasih..” jawabku malu-malu. Tentu saja tak menolaknya. Aku selalu memikirkan kapan dicium lagi olehnya. Dasar Joohyun tak tahu malu.
Seokjin terkekeh melihatku. “Kau berpikir yang aneh-aneh ya? Apa kau mau kita balik ke hotel tempatku menginap saja?”
Aku menyipitkan mataku melihatnya senang sekali menggodaku.
“Bagaimana? Kau juga tak menolaknya kan?” Seokjin makin mendekatiku. Memeluk pinggangku dan menariknya sampai menempel ke tubuhnya.
Aku melihat sekelilingku dengan panik. Kami berada di jalanan yang tak seberapa besar tapi lebih dari sekedar gang. Tak banyak orang lalu lalang karena sepanjang jalan ini di kanan kiri nya adalah rumah penduduk dan beberapa rumah tersebut dijadikan toko dengan model kaca depan yang lebar. Baru kusadari sungguh cantik sekali pemandangan disini dengan semua lampu-lampu yang meneranginya.
“Darimana kau menemukan tempat seperti ini? Toko-tokonya pun terlihat cantik-cantik.” Tanyaku.
“Kau menghindari pertanyaanku.” Seokjin menaikkan dagu ku, sehingga kini kami bertatapan.Wajahnya penuh keisengan.
Aku balas memeluk pinggangnya, “Kau sungguh pria menyebalkan, Kim Seokjin. Apakah aku harus menjawab pertanyaanmu itu?”
Jin hanya tertawa dan memelukku lebih erat. “Saat ini aku sungguh berharap kau dan aku hanyalah orang biasa.”
Entah kenapa pernyataannya itu membuatku terharu. “Apakah kita akan terus berpelukan disini atau kau akan mengajakku makan?” tanyaku untuk menaikkan mood nya.
“Baiklah nyonya. Mari kita isi perutmu supaya kau tak marah-marah terus.” Jawab Jin sambil menggandengku menuju tempat yang sudah dia rencanakan.
Jin membawaku ke tempat yang nyaman sekali. Café biasa dengan makanan dan suasana yang luar biasa. Dari luar, café ini terlihat sama saja dengan tempat makan lainnya. Tapi begitu masuk, feels like home. Hanya ada beberapa meja dan semua berjauhan. Sehingga memberikan kesan privacy bagi setiap tamu yang datang. Musik mengalun lembut dari arah belakang kasir.Makanannya? Jangan ditanya. Enaak sekalii.. aku menghabiskan 1 piring pasta hanya dalam waktu 4 menit.
Seokjin memilih bangku sofa untuk kami. Letaknya dekat dengan jendela yang mengarah ke jalanan. Aku menaikkan kakiku ke sofa dan memeluk lututku.Seokjin tersenyum dan memeluk pundakku. Aku bersandar di dada bidangnya, lalu terkekeh teringat sesuatu.
“Ada apa?” tanya Jin.
“Aku teringat sesuatu. Apakah kau tahu, bahwa pundakmu ini sangat famous?” aku melepaskan diri dari pelukannya dan merubah posisiku menjadi menghadap Jin.
“kau membaca artikel online tentangku lagi?” tanya nya cuek.
“Tentu saja!” jawabku semangat.
“Apasih yang kau cari? Kau kan tinggal tanya padaku.”
“Kau sendiri juga mencari tau tentangku online.”
“Aku mencari tau tentang keadaan kau dan pacarmu. Jangan samakan denganmu. Kau mencari gossip tentangku.” Seokjin memukul pelan keningku.
“Aku mencarimu online karena kangen.” Jawabku sambil cemberut lalu tersesiap karena Seokjin tau-tau mencium pipiku.
“Jangan sok imut.” Dia sekarang merubah posisinya jadi menghadapku.
“Yah Kim Seokjin! Jangan menciumku tiba-tiba.” Kataku sambil tersipu.
“Kau bisa membalasnya kalau tak suka.” Sekarang dia memonyongkan bibirnya ke arahku. Laki-laki ini. Kenapa konyol sekali. “Ayo maju.” Katanya sambil memejamkan mata.
Aku memutuskan untuk memberinya pelajaran. Aku mendekatinya perlahan. Sekarang kami duduk berhadapan. Kutarik tangannya pelan hingga dia membuka mata. Aku tersenyum melihatnya kebingungan.
“Apa yang akan kau lakukan?” tanya Jin panik.
Aku menggeleng sambil terus mendekat dan mencium pipinya. Lanjut ke matanya, keningnya, hidungnya. Lalu berhenti dan menjauh kembali ke posisiku semula.
“Kau ingin membunuhku ya?” Seokjin menarik tanganku dan mencium bibirku dengan lembut.
Sangat lembut sampai-sampai aku tak sabar.Kugigit pelan bibir bawahnya lalu dia mengerang pelan. Saat itulah aku tahu, aku membangunkan macan. Dan aku tak keberatan sama sekali.
God.. I miss this. I miss him.
The calm before the storm.
One sweet chapter for you all 😘Kadang aku suka mikir juga sih.. kira-kira kalau mereka bener pacaran, gimana ya cara pacarannya 😜🤣
Don't forget vote and comment nya yaa💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity (JINRENE)
RomanceJin "Hyung.. apakah kau menyukainya?" Tanya JHope padaku. Aku hanya menggeleng kecil sambil memainkan jariku. Benarkah aku tak menyukainya? Apakah ini hanya ketertarikan biasa? Atau.. Irene "Kenapa sih, dia bisa menyebalkan begitu? Kami baru beberap...