03

2K 212 177
                                    

Aku melirik jam yang melekat di pergelangan tanganku, menunjukkan pukul 14.20 tepat.
Sementara kakak ku tak kunjung datang, aku masih berdiri di depan gerbang.

Sendirian.

Misel dan Feby sudah sejak tadi pulang bersama. Evita juga sudah pulang naik ojek online beberapa menit yang lalu, karena rumah nya dekat.

 Andai saja Mama tak menyuruhku menunggu Kak Galih, mungkin sudah dari tadi aku pulang memesan ojek online.

Kenapa Kak Galih belum datang juga?
Dia bilang  sepuluh menit lagi sampai, tapi ini sudah lebih dari setengah jam.

Ya ampun.

BRUMMM BRUMM BRUMM, SRETTT!

Aku terkejut melihat sebuah motor berhenti tepat di depanku, dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata itu motor Kak Rehan.

Aku tau saat dia perlahan membuka helm nya. Aku perlahan mundur...

Jangan tanyakan bagaimana jantungku berdetak, karena sedari tadi berdetak jauh lebih cepat dari biasanya. Aku gugup dan mengalihkan pandangan ku ke arah lain, menyingkuri Kak Rehan yang berada tak jauh dariku.

“Woy... cepetan!”  teriak Kak Rehan.

Astaga! Apa Kak Rehan sedang bicara padaku?
Tapi kenapa harus berteriak?  Bukankah jaraknya dekat?

Lalu aku memberanikan diri menoleh, aku tersenyum sok manis ke arahnya sampai akhirnya kembali murung karna ternyata Kak Rehan tidak memangilku.

Dia melambaikan tangan nya mengarah ke belakang ku, dan di sana sudah ada Kak Arga. 

Berarti Kak Rehan memangil Kak Arga dari tadi, dan berhenti di depanku karena Kak Arga memang berada di belakangku.

Aku menyesal karna  sempat tersenyum padanya, semoga saja dia tadi tak sempat melihatku tersenyum.
Salsa memalukan...

Kenapa juga diriku harus kepedean.  Dasar, Aku merutuki kebodohan ku sendiri.

“Iya, tunggu bentar.” Aku mendengar suara Kak Arga berjalan tergesa-gesa ke arah Kak Rehan yang sedang memasang kembali helmnya.

Sementara aku pura-pura tidak melihat dengan menyibukkan diri bermain ponsel. Aku kembali menelpon Kak Galih.
Tiba-tiba...

BRUAKKKK!!!

Seseorang menabrak ku dari belakang, aku terkejut dan ponsel ku terlempar ke aspal.

“Huwaaa ponsel gue.”

Kejadiannya terjadi begitu saja, beberapa detik kemudian aku sudah melihat ponselku terkapar di aspal.

“Sorry-sorry, gue gak sengaja.”

Kak Arga menakupkan kedua tangannya di depan dada, aku tak sempat melihat wajahnya karena aku sudah panik dengan nasib ponsel ku.

“Harusnya lo tadi jalan hati-hati ga, kasian tuh HP nya,” Kak Rehan turun dari motornya dan mengambil ponsel ku.

“Sorry-sorry, gue tadi emang gak liat, gue sibuk nyari HP gue di tas dan jalan keburu-buru kayak tadi. Sekali lagi gue minta maaf."

Kak Arga kembali meminta maaf kepadaku. Aku terkejut dengan kejadian barusan, bingung harus bersikap bagaimana. Tanganku masih membekap mulutku sendiri setelah tadi berteriak sedikit keras.

“Layarnya retak  tapi tenang aja nanti bakal di ganti,” ucap Kak Rehan yang masih memegang ponselku.

Aku hanya diam dan mengerjap-ngerjapkan mataku.

“Nih HP lo, maafin temen gue yah.  Dan ini sekalian nomor telepon gue, biar nanti HP lo gue benerin.”

Kak Rehan mengembalikan ponsel  ku dan memberiku secarik kertas yang tertera nama dan nomor ponselnya.

Tapi kan yang menabrak ku barusan Kak Arga, tapi kenapa yang bertanggung jawab Kak Rehan?
Kenapa dia minta maaf juga?
Kenapa dia memberikan nomer nya sendiri bukan nomor Kak Arga?

Ah-Sudahlah.

“Gue buru-buru, ada urusan, Nanti kalau ada apa-apa telfon ke nomer Rehan, sama aja kok. Ntar gue ganti HP lo yang rusak,”  kata Kak Arga sebelum akhirnya naik ke motor Kak Rehan.

“Sorry banget.” Tambahnya lagi, kelihatan dari muka Kak Arga kalau dia benar-benar merasa bersalah.

“I.. iya kak gapapa,”  jawabku gugup dan setengah tersenyum ke arah dua cowok itu.

Sebelum pergi, Kak Rehan sempat tersenyum padaku, aku menatapnya seksama, memastikan kalau dia benar-benar tersenyum ke arahku.

Iya, dia memang tersenyum ke arah ku.

Saat itu juga rasanya es di Kutub Utara meleleh. hangat, dan manis.
Rasanya tubuhku ingin melayang melihatnya.  Oke stop,  ini berlebihan. 

Kak Rehan melajukan motornya semakin menjauh, aku menatap nya dengan senyum yang masih mengembang.

Pandangan ku teralih pada kertas yang ku pegang, tertera nama lengkap dan nomor telpon di sana dengan huruf Kapital.

“REHAN  ADITYA  MAHENDRA”.

Ya ampun, mimpi apa aku semalam, sampai bisa di kasih nomor langsung oleh Kak Rehan.
Padahal cewek-cewek lain harus susah payah mengejar Kak  Rehan demi mendapatkan deret nomor itu, sedangkan aku... langsung di kasih dengan Cuma-Cuma.

Huwaaa senangnya.

Eh?, Cuma-Cuma? Siapa bilang... aku hampir melupakan ponsel ku yang kini retak.

Astaga salsa... ini musibah!

Aku menepuk jidat ku sendiri, bagaimana nasib ponselku?

________________________

Visual kak arga :

Arga Ardi pratama

Arga Ardi pratama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Next?

REHAN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang