21

1.1K 76 4
                                    

"Hai, " Ujarnya dengan senyum mengembang.

Kedatangan cowok di sampingku ini mengundang sorot mata penghuni kantin menajam kearahku. Berbisik-bisik tidak jelas. Tidak semuanya,  hanya sebagian yang berada tak jauh dari kursi kami. Aku berusaha mengacuhkan tatapan sinis siswi itu,  tatapan mereka seolah menegaskan rasa penasaran kenapa aku bisa bersama dua cowok ini.

"Eh ada Nael, lo udah lama di sini? " tanyanya kemudian.  Kalimat basa-basi itu sukses membuat Kak Nael menoleh ke arahnya,  mengangguk sekilas lalu kembali menyuapkan makanan ke mulutnya.

"Eum, Kak Rehan. "

Sepertinya hubungan pertemanan Kak Nael dan Kak Rehan tidak terlalu baik. Terlihat dari cara Kak Nael menyikapi Kak Rehan. Dia tetap saja cuek. Berbeda dengan Kak Rehan yang ramah saat menyapanya.

Aku menoleh pada Kak Rehan. Dia terlihat manis seperti biasanya,  hanya saja dia membuatku bingung karena tiba-tiba duduk di sampingku,  sendirian pula. Biasanya dia selalu datang ke kantin bersama teman-temanya.

"Kalian berdua aja nih?" tanya Kak Rehan. Tangannya menuding ke depan, dia menatap Kak Nael dan aku secara bergantian.

"Udah tau masih nanya, "  Jawab Kak Nael dengan intonasi tenang. Rasanya kalimat tersebut tidak sesuai dengan raut wajah tenangnya.  Kalimat itu terdengar lebih ketus dari pada ekspresi datar Kak Nael.

"Hahaha santai aja kali bro. " Kak Rehan menepuk lengan Kak Nael pelan. 

Aku tersenyum getir.  Merasa canggung berada di antara mereka berdua. Sedangkan Kak Nael sibuk menyantap nasi goreng di depannya. Ia melirik Kak Rehan sekilas. Tatapannya masih tetap sama,  dingin.

"Ohiya btw,  nanti sepulang sekolah kita jadi jalan kan?" Kak Rehan menoleh kearahku, lalu tersenyum.

"Hah, jalan?" jawabku  bingung.

"Iya, tadi pagi kan gue kirim pesan ke WhatsApp lo, udah lo baca kan?"

"O..oh itu, udah Kak. "

Aku baru teringat notifikasi yang ku Terima tadi pagi dari Kak Rehan. Aku sedikit bingung karena sebelumnya Kak Rehan tidak mengatakan akan mengajakku jalan. Dia hanya mengatakan akan menungguku di depan gerbang sepulang sekolah,  ku pikir ada hal yang mau dia tanyakan atau bagaimana.

"Oke, kalau gitu gue balik duluan, " ujar Kak Rehan kemudian.

"Dari tadi kek, "  Cibir Kak Nael. 

"Lo bilang apa?" tanya Kak Rehan yang sepertinya tidak terlalu jelas mendengar kalimat Kak Nael tadi.

"Gue nggak ngomong apa-apa. " Kak Nael santai menyeruput es tehnya,  berbohong. 

"El... Habisin makanannya gausah sungkan,  gue tau lo kelaperan hahaha. " Seraya berdiri, Kak Rehan menepuk punggung Kak Nael cukup keras. Membuat Kak Nael hampir tersedak. Hal itu langsung membuat Kak Nael melotot ke arahnya. 

Aku menahan tawa melihat raut wajah Kak Nael yang geram dan juga wajah Kak Rehan yang tidak merasa bersalah sedikitpun.

"Gue tunggu nanti! " ujar Kak Rehan sebelum akhirnya pergi. Ia menggedipkan sebelah matanya kearahku, dan tersenyum manis.

Aku yang tadinya terkekeh pelan seketika diam,  melihat tingkah usilnya.  Lalu dia benar-benar pergi,  aku melihatnya berjalan keluar kantin.

Aneh, apa dia hanya berniat mengingatkanku seperti tadi?

Saat mataku mengikuti punggung Kak Rehan, aku baru sadar kalau Evita, Feby, dan Misel sudah tidak berada di mejanya. Kemana mereka pergi? Sejak kapan?  Sepertinya  baru sebentar aku  meninggalkan mereka bertiga.

Aku menghembuskan nafas perlahan, kembali menatap Kak Nael di depanku.

Ya Tuhan, dia benar-benar mengabaikanku. Bahkan saat tadi ada Kak Rehan disini, dia tetap bersikap demikian. Huft.

Situasi semakin canggung. Diantara kami tidak ada obrolan lagi. Tadi aku yang lebih dulu mengajaknya bicara,  apa kali ini harus aku lagi?  Aku belum mendapatkan jawaban yang pas dari keluhanku tadi.

Seperkian detik berikutnya dia hanya diam. Menatapku beberapa detik,  lalu akhirnya dia mau angkat suara.

"Lo gausah mikir aneh-aneh,  perjodohan ini gak akan terjadi, " katanya masih dengan wajah datar.

Dia Seakan mengerti apa yang sedang aku pikirkan. Itu memang jawaban yang ingin aku dengar. Aku tersenyum. Baru saja aku hendak bertanya lagi,  Kak Nael sudah bangkit dari duduknya.

"Kak Nael ... " Pangilku saat dia  beranjak pergi.  Aku mendonggak  menatapnya. Postur tubuhnya yang tinggi membuatku merasa lebih pendek apalagi saat duduk seperti ini.
Seakan tau maksudku, Kak Nael segera berbicara mendahuluiku,  membuat bibirku terkatup kembali.

"Tenang aja, Gue gak akan ngrusak hubungan lo sama dia! "

Kalimat terakhir Kak Nael sontak membuatku mengangga. Bukan itu kalimat yang ingin ku-dengar. Aku hendak bertanya tentang cara menggagalkan perjodohan ini, tapi apa yang Kak Nael pikirkan?
Dia sama sekali tidak mengerti.

Kak Nael berjalan keluar kantin, aku menoleh demi mengikuti  punggungnya yang semakin menjauh. Dengan mendengus sebal. Dia pergi begitu saja tanpa memberi tauku cara menggagalkan perjodohan ini. Niatku menghampirinya hanya untuk menanyakan soal itu, tapi lihatlah dia tampak tak peduli.

Bahkan aku belum sempat mendapat jawaban spesifik tentang persetujuannya perihal perjodohan ini. Dia malah memberiku jawaban ambigu seperti tadi, 
'Lo gak setuju,  jadi apa gunanya gue setuju' Kalimat itu lebih mirip pertanyaan dari pada jawaban.

Lagi pula hubungan apa yang dia maksud tadi? 
Dan 'dia' siapa yang dimaksud?

Aku tidak mempunyai pacar,  jadi hubunganku mana yang akan rusak?  Dasar aneh.

Kecuali jika dia menganggapku sudah pacaran.  Bukankah dia belum pernah melihatku berduaan atau berbicara romantis dengan cowok?  Kecuali... 

Dengan kak rehan tadi.

Astaga!  atau jangan-jangan Kak Nael menganggap aku dan Kak Rehan pacaran?

Kalimat Kak Rehan yang mengajakku jalan tadi lebih mirip ajakan untuk seorang gebetan dari pada seorang teman atau adek kelas biasa. Mungkin aku terlalu menganggap kedekatan ku dengan Kak Rehan biasa-biasa saja sebagaimana kenyataannya, sampai lupa anggapan orang lain yang melihat dari luarnya saja.

Bisa jadi orang lain mengganggapku dan Kak Rehan lebih dari teman!

_________________________


See u next part :')

REHAN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang