“Ma... kak Galih mana?”Aku berteriak dari luar pintu saraya merapikan tali sepatuku.
“Hari ini Kak Galih masuk kampus siang, jadi kamu berangkat bareng Papa sama Ara,” kata Mama menghampiriku di teras dan membantu Ara memakai tas sekolahnya.
“Ma, Ara gak mau berangkat bareng Kak Salsa...” kata Ara menarik-narik ujung baju Mama, dia merengek seperti biasa nya lalu menatapku ketus.
“Eh... Ara nggak boleh gitu sama kakaknya.” Mama menengahi.
“Wlekkk,” Aku menjulurkan lidah ku di depanya setengah mengejek, lalu tersenyum sinis penuh kemenangan.
Sementara dia hanya mendengus kesal.Mungkin dia masih marah padaku karena saladnya yang ku makan kemarin.
“Sudah siap berangkat?” tanya Papa yang baru saja keluar dari rumah sambil merapikan kemejanya.
“Udah Pa,” jawabku.
Aku berdiri dan melangkah menuju depan rumah dimana mobil Papa sudah terparkir di sana.
“Pa ayo, Salsa udah telat nih,” kata ku saat melihat Mama masih membenarkan letak dasi Papa. Seperti sebuah tradisi clasik setiap harinya.
“Iya iya.”
Setelah itu Papa dan Ara langsung menuju mobil, kami berangkat.
Mama melambaikan tangan nya ke arah kami dengan senyuman tentunya.Aku memilih duduk di jok belakang sedangkan Ara di depan di samping Papa, aku membuka ponsel ku.
Semalam aku sudah memasukan nomor Kak Rehan, tapi sama sekali tak berani menghubunginya. Bahkan sekedar chat saja aku tak berani, padahal sebenarnya ingin juga mengobrol dengan Kak Rehan. Tapi nyali ku terlalu ciut.
Kemarin malam sempat terlintas untuk memberi tau Kak Rehan kalau ponsel ku sudah di perbaiki, tapi niat itu aku urungkan, aku takut kalau Kak Rehan tipe orang yang gak suka basa-basi dan membuang-buang waktu dengan ngobrol di chatingan tak jelas. Apa lagi hanya untuk menanyakan seputar ponsel yang sudah tak bermasalah lagi.
Aku tidak mau mempermalukan diriku sendiri di depan Kak Rehan. Kurasa aku harus sedikit jaga image.
****
Sesampainya di kelas, aku melihat Evita, Misella, dan Feby sudah duduk di bangku nya masing-masing.
Lalu aku segera duduk di samping Misella dan menaruh tasku di meja.“Hai,” sapa Evita dan Feby hampir bersamaan.
Aku membalas tersenyum ke arah mereka, dan kulihat mereka kembali sibuk dengan ponselnya masing-masing.
“Tumben dateng nya telat?” tanya Misella sambil melihat jam di pergelangan tanganya. Bel masuk memang tinggal 5 menit lagi.
“Iya, tadi gue bareng Papa.”
“Oh.” Misella hanya mangut-mangut.
Beberapa menit kemudian bu Jenny masuk dan memulai pelajaran.
Aku belum cerita pada Evita, Misel, dan Feby tentang kejadian kemarin siang dan tadi malam. Juga tentang Kak Rehan yang memberi nomernya langsung ke padaku.
Mungkin nanti saat ke kantin akan aku ceritakan pada mereka.
Aku penasaran bagaimana nanti reaksi mereka.Apalagi reaksi Feby dan Evita yang terkesan paling over kalau membahas cogan-cogan SMA HARBA.
_____________________
Salam hangat,
Nisaaumrh

KAMU SEDANG MEMBACA
REHAN ✔
Teen FictionCerita ini Ringan, Benar benar ringan. Sengaja di buat agar pembaca bisa senyum senyum sendiri. _________________ Kisah ini bermula ketika aku menjadi murid baru di SMA Harapan Bangsa, disitulah awal aku mengenal sosok REHAN ADITYA MAHENDRA, cow...