20

1.2K 74 4
                                    

"HAH??? DI JODOHIN? "

ujar Feby dan Evita hampir bersamaan dengan setengah berteriak. Membuat beberapa siswa-siswi di kelas menoleh kearah kami berempat.
Misel ikut terkejut, terlihat dari matanya yang membelalak sempurna.

"Shutttt jangan keras-keras! " kataku sambil meletakkan jari telunjuk di bibir sebagai isyarat. 

"Hari gini masih ada aja yang di jodoh-jodohin, yaelah ga jaman kali Sa. " komentar Feby.

"Iya nih, gue mah ogah kalau di jodoh-jodohin. " Evita ikut menanggapi.

"Emang kalian pikir gue mau?  ya enggaklah. " Ujarku frustasi.

Aku menenggelamkan wajahku di atas tas yang berada di mejaku. Evita, Feby, dan Misel berkomentar banyak hal setelah aku bercerita kepada mereka tentang perjodohan ku dengan Kak Nael. 
Satu hal yang telak membuat mereka tercengang adalah, saat aku mengatakan kalau aku akan di jodohkan dengan Kak Nael.

Awalnya mereka tidak percaya dengan apa yang aku katakan, mengingat hal ini akan menjadi kabar yang menggemparkan seandainya seluruh sekolah tau. Bagaimana nanti kalau siswi-siswi SMA HARBA tau kalau salah satu idola mereka di jodohkan denganku, cewek biasa yang tidak setenar Clara ketua cheerleader, atau Sofia anak si kepala sekolah.

Aku juga tidak bisa membayangkan kalau teman-teman Kak Nael tau tentang hal ini. Terlebih lagi Kak Rehan.

Sedetik kemudian aku menepis pemikiran-pemikiran yang terus bermunculan di benakku. Lantas aku kembali memandang tiga manusia di depanku, Feby tampak bingung dengan ceritaku, sedang Evita dan Misel mulai membicarakan hal yang membuatku hanya mampu mengernyitkan dahi. Misalnya dengan mengatakan, 'Gimana kalau jodoh lo beneran Kak Nael?' 'Gimana kalau lo sampe nikah sama Kak Nael?' dan bagaimana-bagaimana lainnya.

"Gue butuh solusi, gimana caranya biar perjodohan ini gagal! " Kataku penuh penekanan.

"Tapi ni yah, Kalau di jodohinnya sama Kak Nael, ya gapapa kali. Kak Nael itu kan baik, ganteng, cool, pinter, pokoknya idaman deh. Apalagi cueknya itu loh yang bikin meleleh,  uh ...  Trima aja Sa! " Kata Evita dengan nada centilnya.  Aku bergidik ngeri mendengar komentar Evita yang seolah-olah tidak ada alasan lagi untuk aku menolak perjodohan ini.

"Lo kenapa Feb, " tanyaku dengan menyenggol lengan Feby. Menyadari kalau dia sedari tadi hanya diam, tepatnya setelah aku mengatakan akan di jodohkan dengan Kak Nael.
Biasanya dia paling antusias saat membahas tentang Kak Nael. Seperti dulu, saat aku bercerita padanya kalau aku bertemu Kak Nael di perpustakaan.

"Eh, aduh ... Perut gue sakit nih. Gue ke toilet dulu yah. " Feby beranjak pergi dengan memegang perutnya. Terburu-buru.

"Kanapa tu anak?" tanya Misel setelah Feby keluar kelas. Aku mengedikkan bahu.

"Palingan kebelet BAB, kebiasaan sih habis makan yang pedes-pedes hahaha. " Evita tertawa ringan. Aku dan Misel hanya ber-Oh  menanggapi.

Aku menghela nafas.  Teringat kembali dengan masalah perjodohan.

"Vit, Sel, gimana nih ... perjodohan itu nama lain dari pemaksaan,  dan gue gak suka di paksa! " Keluhku. 

"Kenapa ngga coba jalanin aja,  siapa tau lo cocok sama Kak Nael,  lagian lo cuma di jodohin kan belum di suruh nikah? " Kata Misel yang akhirnya berhasil membuatku menoleh kearahnya.

"Yah gimana yah, Lo kan tau sendiri gue sukanya sama siapa, " Jawabku pelan. Aku meletakkan telapak tangan di kedua pipiku yang sedari tadi memanas.

"Jangan bilang lo masih ngarep sama Kak Rehan? " tanya Evita kemudian yang langsung ku sambut dengan cengiran kecil.

"Kalau lo gak bisa bujuk bokap nyokap lo, trus lo tetep ga mau sama Kak Nael, cuman ada satu cara buat nyelesain ini semua. " Kali ini aku menatap Misel lamat-lamat.
Bagaimanapun juga kalimatnya berhasil membuatku dan Evita menatap kearahnya dengan penuh tanda tanya.

REHAN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang