28

1K 66 2
                                    

Semenjak kejadian itu, semuanya berubah. Tidak ada lagi empat sekawan yang menggosip tentang cogan SMA Harba di kantin, atau berceloteh di dalam kelas saat jam kosong. Walaupun Misel dan Evita tidak ada sangkut pautnya dengan pertengkaran ini, mereka memilih keputusan yang tepat dengan tidak memihak salah satu di antara aku dan Feby. Kami berempat menjadi canggung sekarang, kami lebih banyak diam. Miris sekali.

Tidak ada lagi kak Rehan yang mengejar ku untuk meminta maaf, karena dia sudah mendapatkan jawabannya-Aku sudah memaafkannya. Dan beberapa hari ini aku tidak melihatnya. Baguslah dia tidak menggangguku lagi, walaupun aku tak tau alasan dia dengan tiba tiba menghilang begitu saja.

Dan tidak ada lagi kak Nael, huft. Rasa bersalah dan kesalahpahaman ini masih mengusikku. Ingin sekali menjelaskan kepadanya perihal hari itu, tetapi kak Nael seperti menjauh. Dia Membiarkan pesan WhatsApp ku 2 centang biru. Dan Beberapa hari yang lalu, kami sempat ketemu di perpustakaan, aku mengambil inisiatif duduk di depannya, saat itu juga dia pergi, dengan wajah datarnya.

Mungkin memang saat nya aku melupakan kak Nael, membiarkan dan mengikhlaskan apa apa yang terlanjur terjadi.

*****
"Salsa... lo ternyata di sini?" Misel menghampiriku, dan duduk di sampingku. Kami berada di taman belakang sekolah. Sedari tadi aku berada di tempat ini, berusaha menenangkan diriku sendiri.

Aku balas tersenyum singkat pada Misel. "Mau sampai kapan lo sama feby kayak gini? Di kelas diem-diem an, ke kantin sendiri- sendiri, ishh. Gue dan Evita mau kita kayak dulu lagi sal, ayolah..." Ujar Misel.

"Gue harus bagaimana sel, lo tau sendiri kan, waktu gue nyapa dia pagi-pagi di kelas, dia malah gak peduli, gue ngajak ngomong ke dia, tapi dia pura-pura gak denger, gue juga udah minta maaf, tapi tetep aja. feby masih marah ke gue..." Keluh ku.

"Hmm susah sih kalau kayak gini" Misel berkata pelan, terlihat dari raut wajahnya... Dia tampak berfikir.

"Evita kemana, kok gak ikut kesini?" Tanyaku.

"Di kelas, dia lagi berusaha bujuk Feby. Yah... Walaupun gue tau itu nggak akan mudah, tapi gue berharap Evita berhasil membujuk dia"

"Sumpah, gue gak pernah kepikiran kalau Feby... Akh, sudahlah". Aku tertunduk, menatap kuku ku yang mulai memanjang.

" Sal, lo sabar yah... Gue tau ini bukan sepenuhnya salah lo" Misel meraih bahu ku, berusaha menguatkan.
"Mungkin Feby masih butuh waktu untuk baikan sama lo, dan... Untuk melupakan kak Nael" Misel tampak hati hati mengucap kalimat terakhir nya, seakan takut membuatku tersinggung.

"Enggak, Feby gak perlu melupakan kak Nael. Gue udah ikhlas kok sel, gue akan membiarkan Feby dekat dengan kak Nael, asalkan itu bisa membuat dia maafin gue, dan kita bisa baikan kayak dulu lagi" Sebenarnya ini sangat sulit. Aku menghela nafas pelan. tapi ini sudah keputusanku, untuk melupakan kak Nael.

"Lo gak perlu membuat keputusan yang akhirnya melukai diri lo sendiri, gue tau kalau lo sayang sama kak Nael, dan gue juga yakin kak Nael sayang sama lo, jadi sal... Lo gak perlu berkorban apapun".

" Bukan seperti itu kenyataannya, gue... Gue gak memiliki perasaan apapun ke kak nael" Jawabku.

"Gausah bohong salsa, gue ini sahabat lo... Gue tau elo..." Aku hampir saja menangis, jika misel tidak mengucapkan kalimat keduanya yang langsung ku sambut dengan pelukan.

"Kalau sekali lagi lo bohong ke gue, gausah ada kata sahabat di antara kita!" Ujar misel dengan nada marah yang di buat buat. Aku semakin mengeratkan pelukan ku, dan Misel membalasnya, dia tersenyum.
Aku tidak pandai berbohong, apalagi pada Misel.
Ku rasa yang di katakan Misel benar, aku menyayangi kak Nael.

*****
Setelah berbincang bincang cukup lama dengan Misel di taman belakang sekolah, kami menuju kelas, jam istirahat sudah habis.
Kami berjalan melewati koridor Ruang guru, memilih jalur yang lebih cepat untuk sampai ke kelas, tapi ternyata keputusan itu salah. Sedikit penyesalan muncul ketika aku melihat seseorang yang amat aku kenal tengah berdiri dengan dengan pak Herdi dan empat anak laki laki lainya.

"Eh sel, kayaknya kita gausah lewat sini deh, balik aja yuk! " Aku menahan lengan Misel. Misel yang seakan faham dengan situasi, beralih menatapku setelah melihat ke arah kak Nael.
"Lo gak perlu menghindar, udah deh jalan aja. kalau lo terus terusan lari dari masalah lo, kapan masalah lo akan selesai?"

"Tapi sel... "

"Gak ada tapi tapian. Feby gak akan langsung maafin lo cuma gara gara lo gamau simpangan sama kak nael. udah yok! " Ujar Misel ketus. Dia menarik tanganku. Bukan nya mendengar keluhan ku dia malah menceramahi ku. Aduh-Miselaaa.

Dengan perlahan aku mengikuti saja apa kata misel, dengan berjalan sewajarnya tanpa mempedulikan kak Nael. Padahal dengan melihat kak Nael seperti ini aku tidak bisa jika tidak memikirkanya. Aku berjalan dengan sesekali melirik ke arah nya, tetapi dia sama sekali tidak melihat ke arahku. Entah dia tidak melihatku atau memang sengaja tidak ingin melihat.

Lamat lamat suara pak herdi terdengar, sepertinya pak herdi sedang memberi arahan dan penjelasan pada beberapa siswa laki laki yang berkumpul mengelilingi nya, walau aku tak tau apa yang mereka bicarakan, tapi pak herdi tampak serius.
Aku menghela nafas untuk kesekian kalinya, melirik kak Nael yang sama sekali tidak melihatku.

Akhirnya kami sampai di kelas, Feby dan Evita tengah duduk di tempat duduknya. Evita langsung menyapaku sumringah saat aku duduk di bangku ku, dengan Misel di sebelahku. Dan Feby... Tak perlu di jelaskan lagi, kalian tentu tau.

"Salsa... Lo tau nggak bu Susi bilang kalau Mading yang kelas kita buat, di puji sama guru guru, katanya bagus dan kreatif. wah... Gak sia sia kerja keras kita, semua ini berkat lo. Hebat kan?" Ujar Evita penuh semangat, dia tertawa renyah.

"Oh ya?"

"Iyaaa" Evita mengangguk antusias. "Btw, minggu ini kita kan ada tugas lagi untuk membuat video sejarah, kita sekelompok lagi yuk, empat orang. Gimana setuju nggak?" Ujar Misel kemudian. Dia mengedarkan pandangan ke arahku, Evita, dan Feby.

Feby yang tau dia di ajak bicara, segera menjawab. "Sorry sel, gue masuk kelompoknya Sherly sama Rahma".

Hening.

Aku, Misel, dan Evita tak berkomentar setelahnya.

______________________

Kira kira apa alasan Rehan ikut menghindar dari salsa? Hm, :/

Nael Menghindar begitu saja setelah kejadian itu, apa sesimpel itu alasannya? Hm, tentu tidak :/

Feby, kapan dia akan berbaikan dengan Salsa?

Dan Salsa..., dia tidak mampu melakukan apapun, A-payah!

Ekhem ekhem, 🙄 terlalu banyak pertanyaan yang menyebalkan bukan?

Hhh maaf kan authornya yang gajelas ini yah. Aku tau kalian baik hihi.

See u next part, dan temukan semua jawabanya :)

Beberapa part lagi, REHAN sampai ending, dan aku punya Cerita baru untuk menebus kesalahan kesalahan di cerita ini, yang pastinya tidak mengecewakan. Semoga.

Salam
Nisaaumrh

REHAN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang