10

1.5K 125 42
                                    

“Ma, Kak Galih pulang jam berapa?”

Aku menelpon Mama seraya berjalan menuju gerbang sekolah sendirian.
Sekolah  bubar sejak seperempat jam yang lalu, kulihat sekeliling terdapat beberapa anak yang belum pulang. Mungkin mereka menunggu jemputan sepertiku. Juga sebagian beranjak pergi, ada yang pulang dengan jalan kaki, bersepeda,  tapi kebanyakan naik motor.

“Mama juga tidak tau sayang, mungkin Kakakmu pulang sore.”
Suara di sebrang sana terdengar jelas.

“Terus Salsa pulangnya gimana? Papa kan pulangnya  juga sore. Mama aja deh yang jemput aku sekarang.”
Aku terus berjalan dengan muka masam.

“Tidak bisa sayang, Mama lagi sibuk di rumah. Banyak kerjaan.”

“Terus salsa....?” kataku dengan suara yang kubuat memelas.

“Kamu udah gede, pulang naik angkot atau naik ojek kan bisa!” tukas mama di telephone yang mulai meninggikan nada bicaranya.

“Tapi Ma-”

Tuttut tut tut tutttt. Sambungan terputus.

Sial!

Apa Mama lupa kalau jarak komplex dengan  jalan raya lumayan jauh, jadi mana bisa aku pulang naik angkot? kalau naik taksi, biayanya pasti mahal. Satu-satunya pilihan yang tersisa adalah ojek online.  Yah, sebaiknya aku segera memesan ojek online.

Tanganku sigap mengeser-geser layar ponselku,  membuka aplikasi gojek yang telah ku download kemarin,  setelah sebal menunggu Kak Galih yang tak kunjung menjemput.
Niat ku mendownload supaya bisa berjaga-jaga dengan situasi seperti ini, toh akhirnya berguna juga.  Ini pertama kalinya aku mengunakan aplikasi gojek, sedikit bingung dengan menu di dalamnya,  tapi akhirnya aku berhasil menemukan cara memesan ojek, tetapi belum selesai aku berkutat dengan ponsel ku dan aplikasi ini, tiba-tiba...

Sretttttt!!!!

Sebuah motor berwarna merah berhenti tepat di depanku, sama seperti kemarin. Motor yang sama degan orang yang sama.
Kak Rehan, dia melepas helmnya dan kini berada tepat di depanku.

Jangan tanya kan bagaimana keadaan jantungku saat ini, karena sejak tadi berdetak lebih kencang dari biasanya, bahkan sebelum deru motor Kak Rehan berhenti.  Ya Tuhan,
selamatkan jantungku!

“Lo cewek yang kemarin kan?” tanyanya tiba-tiba.

“I.. iya Kak,” jawab ku gugup.

“Gimana hp lo?”

Dia tetap berada di atas motornya,  menatapku dengan senyuman. Aku membalas tatapannya lalu tersenyum kecil,  aku juga sempat melihat  dua orang siswi berjalan di sampingku dengan berbisik pelan,  mereka melihat ku dan Kak Rehan bergantian,  sepertinya memastikan kalau aku memang sedang berbicara dengan si most wanted sekolah.

“U... udah gak papa kok kak, udah di benerin kemarin hehe.”
Di situasi saat  ini aku hanya bisa nyengir memperlihatkan deretan gigiku dan sok manis di depanya, aku tidak tau bagaimana wajahku saat ini, mungkin sudah merah seperti kepiting rebus.

“Bagus deh,” jawabnya singkat dan tersenyum padaku.

Aku membalas senyumnya lebih ringan dari yang tadi.
Kak Rehan masih tetap di atas motornya, lalu kali ini dia meraih helm dan memaikanya, ia memegang gagang setir dan bersiap melaju. Apa Kak Rehan hendak pergi?

“Eh Kak, Kak!” aku spontan memangilnya ketika mesin motornya sudah menderu-deru.

“Kenapa?” tanyanya dibalik helm. Yang hanya memperlihatkan bagian matanya, persis seperti pembalap yang biasa kulihat di televisi. Suaranya masih terdengar jelas.

Aku mengigit bibir bawahku, karena sebenarnya aku tidak tau kenapa spontan memangilnya saat dia sudah bersiap untuk pergi. Seperti ingin menahanya agar berlama-lama berbicara denganku.

“Oh iya, gue lupa ngasih uang ganti ruginya ke elo.” Dia mematikan mesin motornya.

“Eh enggak Kak, enggak. Gue nggak minta ganti rugi kok!” jawabku cepat Saat Kak Rehan tengah merogoh saku celananya. Yang akhirnya tak jadi karena jawabanku.

Aku sama sekali tidak berniat untuk meminta ganti rugi,  hanya saja aku tanpa sengaja memanggilnya saat ia bersiap untuk pergi.  Padahal tidak ada yang perlu di bicarakan lagi,  tapi melihatnya hendak pergi begitu saja membuat ku spontan ingin menahanya.  Dasar bodoh!  Aku telah melakukan hal yang seharusnya tidak perlu.  Dan saat ini...  aku tak tau harus mengatakan apa padanya. Semoga saja dia tidak menganggapku aneh. Bodoh kamu Sa, bodoh!

“Terus apa lagi?" Tanya Kak Rehan akhirnya. Aku hanya diam tak menjawab. Bingung, dengan dahi mengernyit.

"Apa lo minta di anterin pulang?" Tambahnya,  yang spontan membuatku membelalakkan mata.

Astaga! Apa yang dia ucapkan? aku sama sekali tidak berfikir sampai kesana.

“Enggak kak, enggak.” aku dengan cepat mengelengkan kepala, lalu meruntuki kebodohanku sendiri. Kenapa jadi aneh begini sih? Batinku.

“Gapapa kok kalau lo mau nebeng, buruan naik!” Kak Rehan terkekeh kecil.

“Eh, enggak kok Kak.”

Aku merasa jawabanku terlalu monoton dari tadi,  entahlah hanya kata itu yang terlintas secara cepat.

“Daripada lo nunggu lama, buruan naik.” Kak Rehan menoleh pada jok belakang motornya, memberi isyarat aku untuk segera naik.

Sekali lagi aku mengigit bibir bawahku, bagaimana ini?

Di satu sisi aku senang karena Kak Rehan mau mengantarkanku pulang,  ini kesempatan langkah.  Sebagai cewek normal aku tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan ini.
Tapi di sisi lain, aku malu karena tadi aku mencegah Kak Rehan yang hendak beranjak pergi. Seakan-akan aku lah yang meminta di antar pulang. Padahal aku tidak berniat sampai kesana,  tapi percuma karena aku tidak bisa menjelaskannya kepada Kak Rehan.
Tak mungkin aku mengatakan kalau aku hanya ingin berlama-lama mengobrol dengan nya,  itu terdengar memalukan. Dasar Salsa!

“Gimana, jadi nebeng ngak?” tanya kak rehan membuyarkan lamunanku.

“Eh, iya Kak.” Setelah berpikir sejenak, aku langsung meng-iyakan tawaran Kak Rehan. Yang sebenarnya memang ikhlas atau karena terpaksa memenuhi pangilan ku tadi. Lalu  aku melangkah mendekati motor Kak Rehan, lantas segera naik ke motornya.

Beberapa detik kemudian motor Kak Rehan melaju dengan kecepatan sedang, menuju jalan raya,  berinteraksi dengan penguna jalan lainya. Jalanan cukup padat sore ini. Dengan terik matahari yang cukup panas di sore hari.

Tapi menariknya matahari itu seakan tersenyum menatapku yang berboncengan dengan Kak Rehan, haha.

Antara senang, gugup, grogi dan malu. Semua bercampur aduk.
Sedari tadi jantungku berdetak cepat  tak karuan, bahkan ini lebih membuatku nervous dari pada di suruh presentasi Bahasa Inggris di depan kelas.

Motor Kak Rehan terus melaju melewati jalanan yang ramai pengendara. Tak terasa sedari tadi bibirku tersungging keatas.  Sebagai penanda bahwa hari ini aku amat senang.

“Rumah whskkfhsgjuuyussrtyud?”

“Hah?” tanyaku saat suara Kak Rehan terbawa oleh angin, apalagi Kak Rehan memakai helm, aku jadi kesulitan mendegarkan suaranya.

“RUMAH LO!” kali ini suara Kak Rehan lebih keras.

“OH RUMAH, DI KOMPLEX CEMPAKA PUTIH KAK, DI DEPAN SANA, LURUS AJA.”

Aku juga mengeraskan volume suaraku dan berbicara di dekat telingga Kak Rehan, otomatis aku semakin mendekatkan tubuhku pada Kak Rehan.

Sepertinya Kak Rehan mendengarku, dan dia hanya menggangukkan kepala nya.

Aku tidak bisa memungkiri kenyataan kalau aku sangat senang berada di dekat Kak Rehan,  suatu hal yang menurutku tidak mungkin terjadi kini telah terjadi tanpa di duga. Bagaimana aku menutupi rasa senang ku?

Aku terus saja tersenyum, dan tertawa tanpa suara.

_______________________

Waktu aku nulis part ini, gatau yah... Rasanya ikut seneng gitu. Berasa ikut merasakan kebahagiannya Salsa. Hahaha  :D

REHAN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang