17

1.2K 89 9
                                    

Akhir-akhir ini aku sering bolak-balik ke Perpustakaan. Bukan tanpa alasan,  tapi karena Pak Ridwan-guru Bahasa Jerman ku itu, sangat menyebalkan.

Bayangkan saja nilaiku di mata pelajarannya selalu jelek, bahkan PR-ku kemarin mendapat nilai merah.  Padahal aku berusaha semaksimal mungkin mengerjakannya.  Kali ini aku tidak berniat meminjam kamus Jerman di Perpus,  karena aku berniat membelinya langsung,  agar Bapak berkacamata itu tidak terus-terusan mencibirku. Huft.

Perpustakaan di sekolah ku ini memiliki sistem yang ketat,  setiap barang atau buku yang di pinjam harus kembali dalam 24 jam.  Tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang.
Tidak seperti Perpustakaan di sekolah lain,  buku-buku di sini boleh dibeli.  Dengan catatan harga harus sesuai dengan harga buku yang mereka beli sebelumnya,  kalaupun bukunya sudah kusut atau lecek,  harus tetap di bayar sesuai harga asli.  Tidak boleh kurang. Dan jangan tanyakan lagi kelengkapan buku di perpustakaan sekolah ku ini, hampir tidak diragukan lagi kelengkapannya.

Baru saja aku memasuki Perpus.  Pertama kali yang terlihat adalah Mbak Nia,  si penjaga Perpus yang memakai handset di telinganya sambil membolak-balikkan majalah. 
Menurut ku itu kebiasaan buruk bagi seorang penjaga perpustakaan seperti dirinya.

Aku berjalan lurus,  lalu melihat setiap orang yang sibuk dengan aktifitasnya masing-masing,  dari ujung ke ujung.  Pemandangan seperti biasanya,  tetapi....

Dam!!!

Ada sesuatu yang berbeda,  yang baru kali ini terlihat.  Seketika perasaan mengganjal itu  timbul, jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. 

Kenapa harus ada mereka berdua disini?

Aku melihat Kak Rehan dan Kak Cassandra sedang duduk  berhadapan.  Mereka mengobrol dan terlihat akrab sekali.  Kak Cassandra terlihat menunjuk-nunjuk halaman buku di depanya,  memperlihatkan pada Kak Rehan.

Aku merasa, selama ini  Kak Rehan memberi harapan palsu. Dia selalu bersikap manis terhadapku, bersikap ramah saat bertemu,  Men-chatting setiap malam dengan topik topiknya yang selalu membuatku tersenyum, mirip orang gila.

Tetapi, Seketika kenyataan manis itu disambar oleh kenyataan lain yang pahit,  terpampang jelas di depan ku saat ini. Satu realita yang tidak boleh aku lupakan,  'Kak Rehan si cowok Playboy'.

Oke,  kalem salsa!  Santai.

Dengan menahan rasa tidak mengenakkan ini,  aku berjalan melewati mereka berdua. 

Tepat saat aku di samping Kak Cassandra,  Kak Rehan menatapku,  menyapaku.  "Hai Salsa. "

Tatapan mata kami bertemu, dia tersenyum, dan aku gugup.

Lalu Kak Cassandra menoleh padaku, dia menatapku datar.  Kemudian beralih menatap Kak Rehan.

Sungguh saat ini aku berada dalam setuasi canggung secanggung-canggungnya.

"Hai Kak, " Jawabku seramah mungkin.

"Sendirian aja nih?  Mau cari apa?"

"E ... Itu kak, gue ... Mau cari kamus. "  Aku tidak mengira Kak Rehan akan bertanya padaku,  bahkan saat di depan Kak Cassandra seperti ini.

"Kak gue kebelakang duluan yah,  mau cepet-cepet balik ke kelas soalnya, " Merasa keadaan semakin canggung,  aku segera pamit. 
Kak rehan mengganguk saja,  sedang Kak Cassandra tersenyum singkat ke arahku.

Aku bergegas menuju rak belakang,  menuju bagian kamus.  Untung saja waktu itu aku sudah tau letak kamus di bantu oleh Kak Nael,  jadi tidak butuh waktu lama untuk  menemukannya.

REHAN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang