"Sejak 3 menit yang lalu gue di sini"
Dia tersenyum kepadaku, senyum yang jarang sekali terpampang di wajahnya, bahkan bisa di hitung jari.
"Kak Nael..."
Kali ini dia berdiri tepat di depanku. "Kak, pesawatnya... Kok... " Aku bingung sekali, kalimatku terhenti melihat kak Nael malah tertawa kecil. Apanya yang lucu?"Pesawat Indonesia-Jerman, delay sekitar 15 menit, dan pesawat yang lo lihat tadi... Itu bukan pesawat menuju Jerman" Jelas nya. Sungguh aku tidak bisa menyembunyikan senyuman ku saat ini.
"Kok bisa delay?"
"Lo kesini mau ketemu sama gue atau nanya pertanyaan gak penting itu, hm?" Katanya.
"Tau ah!" Jawab ku kesal. Dia tertawa lagi, menyebalkan. Tapi aku suka melihatnya tertawa.
"Jadi, kamu mau ikut ke Jerman juga?"
"Hah?" Tentu saja aku terkejut.
"Hahaha santai aja kali, jangan cemberut gitu. Nanti manis nya hilang"
Di situasi seperti ini bisa bisanya dia bercanda, dan darimana pula dia belajar menggombal."Kak!" Aku menatapnya serius.
"Ssst, bukan saat nya lo untuk banyak omong" Sungguh aku tak bisa berkutik saat kak Nael balik menatap ku tajam, posisi kami sangat dekat saat ini. Aku sedikit mendongak karena postur tubuhnya yang tinggi.
"Salsa... Gue minta Maaf ke elo... "
"Nggak kak, harusnya gue yang minta maaf karna waktu itu... " Bibirku bungkam, "Ssst" Kak Nael memegang kedua bahuku.
"Gue sudah tau sal, lo nggak perlu jelasin apa apa, dan gue gak butuh penjelasan apapun. Apa yang sudah terjadi, hanya perlu kita ikhlaskan, tanpa perlu kita permasalahan kan"."Salsa... Hari ini gue akan pergi, dan gue harap lo bisa jaga diri lo baik baik". Dadaku sesak saat kalimat itu keluar dari bibir kak Nael. Aku lebih suka kak Nael yang tidak banyak bicara, setidaknya tidak akan menyakitiku seperti ini.
"Kak, kenapa harus pergi? Cuma karna kejadian kemarin bukan berarti kak Nael bisa pergi seenaknya, kak Nael nggak tau siapa aja yang akan sedih karena kepergian kakak, tante sarah... Pasti dia gak rela lihat anak nya jauh jauh, lo gak bisa memaksakan kehendak lo sendiri kak, lo jahat!" Entah sejak kapan air mataku tumpah. Aku menyingkirkan tangan kak Nael dari bahuku dengan kasar. Lalu duduk di tempat tadi, aku tidak peduli dengan tatapan orang orang di bandara yang sedang memperhatikan ku dengan kak Nael.
"Maafin gue karna belum cerita apa apa ke elo" Kak Nael ikut duduk di sampingku. Aku diam tak menjawab, sedang air mataku terus mengalir tanpa suara.
"Universitas Hamburg, salah satu universitas terbesar di Jerman, dengan jurusan kedokteran yang tidak di ragukan lagi kualitas nya. Ini kesempatan terbaik yang gue punya, gue gak mungkin menyia-nyiakan kesempatan ini, maafin gue sal... " Kak Nael menghela nafas pelan sebelum melanjutkan kalimatnya.
"Bukan itu saja, setelah gue cerita ke mama dan papa tentang rencana ke Jerman, mereka senang. Karena dengan gue ke Jerman, gue bisa tinggal sekaligus jaga oma. Sebenarnya sudah lama kami sekeluarga berniat ke sana tapi karena papa selalu sibuk dengan kantor niat itupun urung. Oma tinggal sendirian di Jerman, setelah 2 tahun yang lalu opa pergi untuk selamanya".
Kali ini aku menatap kak Nael, terlihat raut sedih di wajahnya, ada rasa bersalah pada diriku sendiri ketika mendengar penjelasan nya, kenapa aku sangat egois? Seharusnya aku bisa memahami kondisi kak Nael.
" Oma, Bukanya di Yogyakarta?"
Kak Nael tersenyum kecil.
"Itu nenek, dari pihak ibu. Yang di Jerman itu Oma, dari pihak ayah. Oma menikah dengan Opa-orang Jerman. Tapi setelah papa lahir mereka memutuskan untuk tinggal di Indonesia, lalu setelah bertahun tahun tinggal di Indonesia mereka kembali lagi ke Jerman untuk mengurus proyek usaha Opa dengan rekannya, sedangkan papa tidak ikut. Dan, Hanya di waktu tertentu kami menjenguk Oma dan Opa. Jadi setelah mendengar kabar gue akan meneruskan pendidikan di sana, mama dan papa sangat senang"."Salsa... Gue harap lo bisa ngerti". Kak Nael meraih tangan ku, kami berhadapan. Aku hanya mengangguk menjawabnya.
"Lalu perjodohan kita...?" Tanya ku hati hati, jujur itu hanya kalimat memancing agar kak Nael paham bahwa aku tidak rela dia pergi. Walaupun ini akan terkesan sangat egois.
KAMU SEDANG MEMBACA
REHAN ✔
JugendliteraturCerita ini Ringan, Benar benar ringan. Sengaja di buat agar pembaca bisa senyum senyum sendiri. _________________ Kisah ini bermula ketika aku menjadi murid baru di SMA Harapan Bangsa, disitulah awal aku mengenal sosok REHAN ADITYA MAHENDRA, cow...