♡•Mundur•♡

876 47 3
                                    

Arisha menyempatkan diri untuk bertemu dengan sahabatnya, Azkia.

Arisha baru menyadari perubahan Azkia sekarang, gadis itu sulit di temui kemarin, tak segan-segan Azkia membalas chat dari Arisha hanya sekata dua kata.

Dan sekarang kedua gadis itu tengah berada di sebuah taman kecil yang lumayan ramai, meskipun ramai di kunjungi oleh anak-anak kecil yang sedang bermain.

Sepuluh menit lamanya mereka duduk tanpa ada yang membuka suara seorang pun.

Arisha yang tidak nyaman dengan situasi seperti ini, mencoba untuk membuka suara.

"Lo gak mau cerita?" Tanya Arisha.

Arisha bisa mendengar bagaimana beratnya Azkia ketika menghela nafas.

"Mau, tapi gue takut." Jawab Azkia.

"Apa yang lo takutin?" Tanya Arisha.

"Banyak."

"Salah satunya?"

"Terlalu berharap sama seseorang."

Azkia menyerongkan posisi duduknya agar ia bisa berhadapan dengan Arisha. Ia menatap sahabatnya itu begitu dalam, membiarkan Arisha menerawang tatapan Azkia. Agar Arisha tahu apa yang saat ini Azkia rasakan, tapi sepertinya Arisha tidak terlalu peka.

Azkia lagi-lagi menghela nafas.

"Stop! Gue capek! Gue mundur, saran lo sama Tina nyuruh gue buat bertahan gak bisa gue turutin. Semua orang pasti tau gimana sayangnya Genta sama Salsa. Mana ada, laki-laki nangis gara-gara perempuan kalau si perempuan itu gak berarti buatnya. Abaikan perasaan gue, anggap dua tahun lalu gak pernah terjadi."

"Lo serius Ki, dua tahun lho. Lo pikir itu sebentar."

"Sha, ada saatnya kita harus berhenti. Bukan berarti gak sayang, tapi memang ada sesuatu yang gak bisa di paksakan. Termasuk perasaan dan keadaan, perasaan gue masih untuk Genta, tapi keadaan gak pernah mendukung. Sha, kita sama-sama perempuan. Gue harap lo tau apa yang gue rasain sekarang. Sha, laki-laki gak cuma dia. Gue gak bisa stuck di satu orang di saat di luaran sana ada laki-laki yang sedang berusaha untuk bisa buat gue bahagia. Dua tahun, gue rasa itu cukup untuk jadi pelajaran buat diri sendiri. Biar gue bisa lebih tau diri jadi orang." Ujar Azkia.

"Kalau lo mundur, kenapa gue nggak."

Azkia menatap cepat ke arah sahabatnya yang tengah tersenyum lebar itu.

"Maksud lo? Jangan bilang..."

"Gue mundur, gue juga capek Ki. Sama kayak lo, kita gak mungkin bertahan sama seseorang yang hatinya udah di miliki orang lain. Ki, kita wajib buat bahagia, kebahagiaan yang pernah kita rasain waktu sama dia. Itu cuma kebahagiaan sesaat, setelahnya cuma kekosongan yang membelenggu. Ibaratkan ketika hujan, kita berusaha buat kasih payung buat dia biar dia gak sakit. Tapi dia malah kasih payung itu ke orang lain, sia-sia dong sama apa yang udah kita lakuin. Ki, gue tau. Ngelupain itu sama sekali gak gampang, tapi kalau kita mau berusaha pasti bisa. Gue sadar. Gue bisa lebih bahagia ketika nggak mengharapkan apapun, apalagi memaksa soal perasaan. Biarin dia bahagia sama orang lain. Karena selama ini pun bukan kita yang menjadi alasan dia bahagia."

Cairan bening keluar begitu saja dari pelupuk mata Azkia, Azkia cukup terharu mendengar penuturan panjang lebar sahabatnya.

Ini sudah menjadi resiko, untuk mereka yang berani berharap pada seseorang apalagi mencintai seseorang dalam diam. Mereka harus merasakan bagaimana sulitnya menelan pil pahit, bagaimana sulitnya menerima dia untuk bahagia bersama orang lain.

Arisha dan Azkia sadar melupakan itu tak segampang membalikan telapak tangan, tapi jika mereka mau berusaha. Apa sih yang tidak mereka bisa.

Biarkan masa itu, masa dimana saat perasaan itu tumbuh mereka jadikan pelajaran untuk diri sendiri agar bisa menjadi gadis yang lebih pintar dalam mempekerjakan hati. Agar mereka bisa lebih hati-hati dalam memilih laki-laki untuk di sukai.

Secret Of The Heart ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang