13

134 11 0
                                    

"Apa yang akan aku belikan untuk Flona, aku bingung Rey." Celin belum mengenal Flona begitu lama jadi ia tidak begitu tahu apa yang Flona sukai.

"Dia sangat suka mengoleksi sepatu, dia pasti akan senang jika kamu menambah koleksi sepatunya." sahut Reynan.

"Kenapa kamu baru bilang sekarang."

"Karena kamu baru bertanya sekarang, aku akan kesana sebentar. Kamu tunggu disini." balas Reynan lalu meninggalkan Celin sendirian.

Celin mulai melihat-lihat model sepatu yang kira-kira di sukai oleh Flona, dan akhirnya ia menemukan sepatu yang menurutnya bagus dan ia yakin jika Flona juga pasti akan menyukainya.

"Dia bilang sebentar tapi sampai sekarang dia belum juga kembali." Celin mengambil ponselnya untuk menghubungi Reynan, namun pria itu sudah berlari ke arahnya.

"Maaf." ucap Reynan dengan wajah bersalah.

"Kenapa lama sekali, aku sudah dapat sepatunya dan sekarang perutku lapar."

Reynan mengelus kepala Celin dengan sayang. "Kita makan sekarang."

Celin tersenyum senang lalu melingkarkan tangannya di lengan Reynan.

***

Reynan mengernyitkan dahinya saat melihat Celin memakan makanannya dengan tidak semangat padahal tadi gadis itu mengatakan bahwa dirinya lapar.

"Ada apa, Babe?."

"Lihatlah gadis-gadis yang duduk di belakangmu, mereka terus melihat kesini. Aku rasa sebentar lagi lehernya akan putus."

"Jangan pedulikan mereka, aku hanya milikmu." balas Reynan santai.

"Gampang sekali mengatakan itu karena kamu tidak merasakannya."

Reynan yang sudah menghabiskan makananya menggenggam tangan Celin lalu mengelus punggung tangannya.

"Siapa bilang aku tidak merasakannya, saat aku melihat ada pria yang menatapmu aku ingin sekali menghajar mereka. Tapi aku tidak melakukan itu, kamu tahu kenapa?."

Celin menggelengkan kepalanya dengan wajah yang sangat polos membuat Reynan selalu ingin mencium gadis itu.

"Karena aku percaya padamu, jadi percayalah padaku juga bahwa aku hanya milikmu. Tidak ada yang bisa membuat aku berpaling darimu."

Celin menarik tangannya yang digenggam oleh Reynan, ia selalu merasa takut jika sudah mendengar kalimat bahwa pria itu mempercayai dirinya.

"Apa kamu tidak mau mempercayai aku?." Reynan menatap Celin lekat, namun gadis itu tidak mau menatap dirinya. Reynan pun mengangkat sedikit dagu Celin agar ia bisa menatap matanya.

"Aku mempercayaimu, Rey."

"Apa kamu ingin mengatakan sesuatu padaku? sepertinya kamu sedang memiliki masalah, ceritakanlah padaku." Reynan kembali menggenggam tangan Celin.

"Aku baik-baik saja, Rey." balas gadis itu sambil tersenyum.

"Sungguh?."

Celin melihat tangannya yang digenggam erat oleh Reynan.

"Apa aku boleh minta sesuatu darimu?."

"Tentu saja, apa yang ingin kamu minta?."

"Berikan aku pengampunan mu, jika aku melakukan sesuatu yang menyakiti mu tolong maafkanlah aku."

"Kamu memang pacar yang sangat langka, baiklah aku akan memberikan pengampunan padamu." ucap Reynan sambil mengecup punggung tangan Celin berkali-kali.

***

Vienna menghampiri Alice yang tiba-tiba saja datang ke rumahnya.

"Bibi, aku sangat merindukannmu dan juga paman." Alice memeluk Vienna dengan sangat erat.

"Aku juga merindukanmu sayang, bagaimana kabar kedua orang tuamu?."

"Mereka baik-baik saja, aku tidak melihat Reynan. Dimana dia?."

"Dia menemui kekasihnya."

"Benarkah? jadi mereka sudah berpacaran?."

Vienna mengerutkan dahinya.

"Tidak perlu bingung seperti itu Bibi, Reynan pernah mengajak Celin untuk menjemputku di bandara jadi aku sangat yakin jika kekasih Reynan yang Bibi maksud adalah dia. Dia sangat cantik, sangat cocok menjadi model untuk brand fashion ku."

"Iya, Bibi juga menyukainya. Dia terlihat sangat manis."

"Apa Bibi sedang sibuk?." tanya Alice.

"Tidak, ada apa?."

"Tolong ajari Alice memasak."

Vienna terkekeh pelan, ia tidak terlalu pintar memasak. Yang pintar memasak adalah suaminya.

"Seharusnya kamu meminta suamiku yang mengajarimu, Bibi tidak terlalu pintar memasak."

"Tapi Paman tidak ada disini."

"Baiklah, tapi kenapa kamu tiba-tiba ingin belajar memasak?."

Alice tersenyum malu, ia baru saja di lamar oleh kekasihnya dan ia ingin saat sudah menikah nanti bisa memasakan sesuatu untuk suaminya.

"Tidak perlu malu seperti itu."

"Bagaimana Bibi bisa tahu?."

"Papa mu yang memberi tahu, kamu sudah dewasa dan sebentar lagi akan menikah. Selamat sayang."

"Terima kasih, Bibi." sahut Alice tersipu malu.

Vienna tersenyum lalu mengelus rambut Alice dengan sayang.




Stolen Heart ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang