Celin memasuki supermaket yang berada di dekat apartemennya, ia akan membeli beberapa kebutuhannya. Tiba-tiba seseorang menepuk bahunya dari belakang
"Nak."
Celin menoleh dan melihat wanita yang sangat dikenali itu. "Bisa kita bicara sebentar."
Celin terlihat gugup saat Ibu dari pria yang sangat ia cintai ingin berbicara dengannya. Entah apa yang akan Vienna katakan padanya tapi Celin sudah siap jika ia mendapatkan kalimat kebencian dari Vienna karena ia pantas mendapatkannya.
"Bibi, Tolong maafkan aku. Aku tidak pernah bermaksud seperti itu."
Vienna menggelengkan kepalanya mendegar ucapan Celin yang terdengar rapuh itu. "Apa yang kamu katakan, Celin.
"Bibi pantas membenciku."
Vienna menggengam tangan Celin, gadis itu terus menunduk. "Dengarkan Bibi sayang, Bukan itu yang ingin katakan padamu."
"Bibi ingin menanyakan sesuatu padamu."
Celin mulai menatap mata Vienna. Mata yang sama persis seperti mata Reynan. "Apa itu Bibi?."
"Apa kamu masih mencintai Reynan?."
"Aku sangat mencintainya." balas Celin dengan mata berkaca-kaca.
"Kalau begitu selesaikan kesalahpahaman ini sayang. Jika kamu masih mencintainya perjuangkan cinta itu. Dapatkan dia kembali."
"Tidak, Bibi. Reynan sangat membenciku."
"Dia tidak membencimu, dia hanya tidak bisa membedakan mana cinta dan benci."
Celin menggelengkan kepalanya bahwa itu tidak benar, Reynan sangat membencinya ia tahu itu. Ia sudah membuat luka yang sangat dalam di hati pria itu.
"Celin, jika kamu tidak menyelesaikan kesalahpahaman ini maka itu hanya akan melukai kalian. Kalian saling mencintai aku tahu itu. Perjuangkan cintamu dan buktikan pada Reynan bahwa kamu sangat mencintainya, jangan menjadi lemah seperti ini nak. Menangis tidak akan menyelesaikan apapun. Pikirkan itu baik-baik sayang." Vienna mengecup puncak kepala Celin. Hanya ini yang bisa ia lakukan untuk mereka. Selebihnya hanya mereka yang bisa menyelesaikannya.
***
Raka melihat jam di tangannya lalu bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Celin.
"Celin." panggilnya ragu.
Celin tidak mendengar panggilan Raka, gadis itu sedang melamun. Sepertinya ia sedang memikirkan perkataan Vienna.
"Celin." panggil Raka sekali lagi.
"Maaf pak, ada yang bisa saya bantu?." ucap Celin yang langsung berdiri.
"Ini sudah jam makan siang. Apa kamu mau makan siang bersamaku? tapi jika kamu menolak itu tidak masalah."
Celin tampak berpikir lalu mengangukan kepalanya. Ia merasa tidak enak jika harus menolak ajakan Raka. "Baiklah pak."
"Aku akan menunggumu di mobil." sahut Raka dengan senang.
Setelah menempuh perjalanan beberapa menit akhirnya Raka dan Celin sampai di restaurant. Mereka duduk di dekat jendela.
"Terima kasih sudah mau menemani aku, Celin." ucap Raka setelah memesan makanan mereka.
"Sama-sama pak." jawab Celin seadanya lalu memainkan ponselnya.
Raka melihat kesekeliling restaurant dan ia melihat seseorang yang ia kenal. "Bukankah itu Reynan." ucapnya pada Celin, ia sengaja memberitahu Celin agar bisa mengetahui bagaimana perasaan Celin pada Reynan saat ini.
Celin langsung mengikuti kemana arah pandangan Raka dan benar saja ia melihat Reynan disana. Namun tidak sendiri karena ada seorang gadis bersamanya dan gadis itu adalah Anna.
"Haruskah kita bergabung bersama mereka?" tanya Raka.
"Itu bisa saja menggangu mereka, pak."
"Baiklah kalau begitu."
Apa mereka berpacaran? Tidak Celin, jangan berpikiran yang tidak-tidak!. ucapnya dalam hati.
Reynan memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Ia tidak mengajak Anna untuk makan siang bersama tapi gadis itu yang ingin ikut bersamanya dan ia terlalu malas untuk berdebat dengan gadis itu.
Tanpa sengaja matanya melihat seorang gadis yang sedang tertawa bersama bosnya.
Apa Raka sekarang target barunya. Dasar penipu!. Ia terus menatap kesana dengan tajam.
"Ada apa, Rey?." Anna ingin menoleh kebelakang, namun sebelum itu terjadi Reynan langsung memegang tangannya.
"Tidak apa-apa, kamu sudah selesai?." tanya Reynan sambil tersenyum, ia sengaja melakukan itu karena Celin sedang melihat ke arahnya.
Jantung Anna berdebar sangat cepat saat Reynan memegang tangannya. Ini hal yang sangat jarang pria itu lakukan padanya. Ponselnya berbunyi dan itu membuat kesenangannya terhenti.
"Aku harus segera pergi, Rey."
"Ya pergilah secepatnya." jawab Reynan.
"Maaf, Rey." Anna merasa tidak enak kalau harus meninggalkan Reynan. Padahal pria itu sangat senang mengetahui ia akan pergi.
"Tidak apa-apa, pergilah. Mereka menunggumu."
Reynan melonggarkan dasinya. "Akhirnya dia pergi juga." pria itu sekali lagi melihat ke arah Celin lalu berjalan untuk meninggalkan Resturant setelah membayar tagihannya. Saat ia akan membuka pintu mobilnya seseorang menahan tangannya.
"Rey, bisa kita bicara." Sepertinya perkataan Vienna berhasil membuat keberanian Celin muncul. Ia memang harus menyelesaikan kesalahpahaman antara dirinya dan Reynan.
"Aku tidak ingin bicara denganmu!." sahut Reynan tegas lalu masuk ke dalam mobil. Namun tanpa ia duga Celin juga ikut masuk ke dalam mobilnya.
"Kamu gila!."
"Rey, dengarkan penjelasanku. Aku tahu kamu masih mencintaiku."
"Keluar dari mobilku!."
"Tidak sampai kamu mau mendegarkan penjelasanku."
"Tidak ada yang perlu kamu jelaskan. Semua sudah jelas kamu adalah penipu!." geram Reynan sambil menunjuk wajah Celin.
"Iya, aku memang penipu. Aku mempermainkan perasaan pria hanya untuk mendapatkan uang mereka. Kamu memang pantas membenciku. Tapi apa aku salah karena sudah mencintaimu?."
Reynan menatap mata Celin ia ingin mencari kebohobongan disana, namun tidak ada. Ia hanya melihat ketulusan di mata itu.
"Aku akan kembali ke kantor. Keluar dari mobilku." ucap Reynan tanpa melihat Celin
"Aku mencintaimu, Rey."
"Tapi aku membencimu. Keluar dari mobilku sekarang!."
"Aku sangat merindukanmu. Tolong jangan menyuruhku pergi lagi."
Kesabaran Reynan sudah habis ia keluar dari mobil lalu memaksa Celin keluar dari dalam mobilnya. "Aku tidak mau, Rey." Celin menepis tangannya yang ditarik oleh Reynan.
Pria itu tampak kehabisan akal ia menyugar rambutnya lalu masuk kembali ke dalam mobil. "kam.." Saat Reynan akan berbicara Celin langsung menarik tengkuk pria itu dan mencium bibirnya. Reynan membelakkan matanya, namun tidak mencoba menghentikan ciuman itu. Ia tidak bisa berbohong bahwa ia juga menikmati ciuman Celin. Celin menyudahi ciumannya namun ia terus menatap mata pria itu.
"Aku membencimu." pandangan mata Reynan turun pada bibir pink gadis itu.
"Aku mencintaimu." Celin kembali mencium bibir Reynan, kali ini Reynan pun membalas ciumannya. Pria itu tidak peduli apa yang akan terjadi setelah ini yang jelas ia tidak akan menyia-nyiakan kelembutan bibir Celin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stolen Heart ✔
General FictionSequel Fall in Love Celin tidak pernah menyangka bahwa ia akan jatuh cinta pada pria yang akan ia tipu, cinta itu membuat keraguan di hatinya. Namun bagaimana jadinya jika Reynan mengetahui semuanya, bahwa ternyata gadis yang ia cintai dan percayai...