28

191 13 0
                                    

"Rey, pulanglah dulu. Biar Mama yang menjaga Celin, lihat pakaianmu robek seperti itu." Vienna berusaha membujuk Reynan.

"Tidak, Ma. Aku akan tetap disini."

"Baiklah, terserahmu saja."

Reynan menggengam tangan Celin sesekali pria itu mengecupnya. "Dia tidur nyenyak sekali."

"Jangan menciumnya terus dia bisa terbangun, Rey."

"Dia sangat cantik bahkan saat tertidur."

Vienna tidak mengatakan apapun lagi, mungkin ia harus keluar membiarkan Reynan mengeluarkan semua isi hatinya.

"Rey." bibir pucat itu mulai berbicara.

"Iya aku disini." Reynan melihat mata Celin yang mulai terbuka secara perlahan.

Celin meringis lalu menyentuh perutnya.

"Apakah sakit? Mau aku panggilkan dokter?."

"Tidak perlu Rey."

"Benarkah?."

Celin mengangguk lalu melihat penampilan Reynan yang tidak seperti pria itu. Terdapat bekas robekan di pakaiannya dan rambutnya tampak berantakan. Namun dia tetap terlihat tampan.

"Kamu menjaga ku semalaman dan tidak pulang? Pulanglah Rey aku baik-baik saja."

"Tidak, aku akan menjagamu disini." Reynan mengelus kepala Celin dengan sayang. Ia tidak akan meninggalkan Celin.

"Apa kamu baik-baik saja?." tanya Celin.

"Maafkan aku."

"Jangan meminta maaf. Kamu tidak melakukan kesalahan apapun, aku yang seharusnya minta maaf."

"Aku juga bersalah. Aku tidak pernah mempercayaimu, aku terlalu egois maafkan aku."

"Kemarilah, peluk aku." pinta Celin namun Reynan menolaknya.

"Itu bisa mengenai luka tembakanmu."

"Tidak Rey, peluk aku."

Celin memeluk tubuh Reynan dengan erat, ia sangat merindukan aroma tubuh pria itu. Ia benar-benar bahagia bisa memeluk Reynan lagi.

"Tolong jangan terluka lagi karena aku."

"Aku mencintaimu, jangan tinggalkan aku." balas Celin sambil mengeratkan pelukannya.

"Aku juga mencintaimu, aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Maafkan aku." Reynan mengecup puncak kepala Celin, mereka saling melepas rindu dan mengungkapkan perasaan yang mereka rasakan.

Celin menyentuh lengan Reynan dan mendegar pria itu meringis. "Kamu juga terluka, Rey.

"Itu tidak seberapa dibandingkan lukamu."

"Panggil perawat suruh mereka mengobati lukamu."

***

Celin menyesal telah meminta Reynan memanggil perawat. Perawat itu terus menatap Reynan dengan intens bahkan hampir tidak berkedip. Jika ia sedang tidak sakit pasti ia akan menyuruh perawat itu pergi dan ia sendiri yang mengobati luka prianya.

"Terima kasih." ucap Reynan pada perawat itu sambil tersenyum.

"Jika anda butuh sesuatu yang lain, anda bisa memanggil saya lagi, Tuan."

"Dia tebar pesona." gumam Celin.

"Baiklah, sekali lagi terima kasih."

Celin yang kesal melihat itu berpura-pura kesakitan. "Perutku,Rey."

"Ada apa? Kenapa dengan perutmu?." tanya Reynan khawatir.

"Apa anda baik-baik saja Nona?."

"Iya aku baik, kau bisa pergi." ucap Celin dengan tenang.

Reynan mengerutkan dahinya melihat itu, tadi ia sangat kesakitan lalu kenapa sekarang baik-baik saja.

"Kamu berbohong?." Reynan memicingkan matanya.

"Iya."

"Kenapa?."

"Karena aku tidak suka melihatmu berbicara terlalu lama dengan perawat itu."

Reynan terkekeh pelan lalu mengacak rambut Celin. "Kamu yang menyuruhku memanggilnya."

"Iya dan aku aku menyesali keputusanku."

"Aku suka melihat mu cemburu, kamu sangat menggemaskan sayang."

Celin tiba-tiba terdiam. "Aku salah bicara."

"Tidak, aku hanya merindukan panggilan sayang darimu." balas Celin sambil tersenyum.

"Mulai sekarang kamu akan mendengarnya setiap hari, Sayang." Reynan mendekatkan wajahnya pada Celin, namun suara ketukan pintu membuatnya harus menunda dulu keinginannya untuk mencium Celin.

"Boleh kami masuk?." ucap Kenzie.

"Masuklah." balas Reynan.

Celin merasa canggung, ia tidak tahu harus mengatakan apa pada Kenzie dan Flona yang datang untuk menjenguknya.

"Bagaimana keadaanmu, Celin?." Flona tersenyum sambil memberikan bunga pada Celin.

"Aku sudah membaik, terima kasih." jawab Celin sedikit kaku.

"Jangan kaku seperti itu, kita sudah saling mengenal satu sama lain bukan."

"Lama tidak bertemu, Celin. Aku senang bisa melihatmu lagi." Kenzie menatap Flona lalu memegang bahunya.

"Aku juga senang bertemu kalian dan aku ingin..."

"Ingin minta maaf? Kau tidak melakukan kesalahan apapun pada kita jadi jangan minta maaf." ujar Flona.

Celin menganga mendengarnya kenapa Flona bisa tahu apa yang akan ia katakan. Ia juga memperhatikan Kenzie dan Flona yang tampak semakin dekat.

"Oh iya dimana Reynan?." tanya Kenzie.

Reynan yang berada di sebelahnya mendorong pria itu. Bagaimana mungkin ia tidak melihat Reynan.

"Kau siapa?." Flona ikut menimpali.

"Woah, kalian sepasang kekasih yang pintar membuat orang lain kesal."

"Maaf, tapi sungguh kau tidak terlihat seperti Reynan. Rambut berantakan dan pakaianmu seperti orang hilang." ucap Kenzie sambil terkekeh pelan.

Celin berusaha menahan tawanya ia tidak tega jika menertawakan Reynan. Tapi mendengar ucapan Kenzie sungguh membuatnya ingin tertawa keras.

Reynan melirik Celin yang sedang menahan tawanya. "Aku mulai kesal. Kalau begitu kalian jaga kekasihku baik-baik jika kalian ingin pergi mintalah Mama ku untuk menjaganya. Aku akan pulang untuk membersihkan diri."

"Kita akan menjaganya dengan baik." sahut Flona lalu kembali terkekeh.

"Jangan menahan tawamu, aishh.. Menyebalkan sekali. Aku akan pulang sebentar lalu kembali lagi." ucap Reynan lalu mengecup bibir Celin.

"Hati-hati." sahut Celin sambil menggengam tangan Reynan.

"Kalian manis sekali, aku iri." ucap Flona.

"Kau pikir kita gula!." kesal Reynan lalu meninggalkan ruangan itu.




Stolen Heart ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang