08

144 16 0
                                    

Reynan menatap bangku kosong di sebelahnya, hari ini Celin tidak masuk ke kampus tanpa alasan yang jelas dan itu membuatnya sedikit khawatir.

"Ada apa Rey?." tanya Kenzie yang merasa aneh dengan tingkah sahabatnya itu.

"Tidak ada." balas Reynan.

"Jangan bilang kau merasa gelisah karena Celin tidak masuk kampus hari ini, aku perhatikan hubungan kalian semakin dekat saja." ujar Kenzie dengan pelan agar tidak di dengar oleh dosen.

"Kemarin dia mengatakan bahwa dia menyukai aku, Ken." ucap Reynan namun pandangannya tetap ke arah dosen.

"Lalu?." tanya Kenzie penasaran.

"Aku merasa tidak yakin dengannya, aku meminta dia untuk bertanya lagi pada hatinya. Aku takut jika ucapanku kemarin menyakitinya dan membuatnya tidak pergi ke kampus hari ini." sahut Reynan sambil memijit pelipisnya.

"Coba saja hubungi dia dulu."

"Aku akan menghubunginya setelah kelas ini berakhir." ucap Reynan.

Seperti yang Reynan katakan pada Kenzie setelah kelas berakhir ia segera menghubungi Celin, namun nihil. Celin tidak membalas pesannya atau pun mengangkat panggilannya. Flona yang datang entah dari mana tiba-tiba duduk di sampingnya lalu memeluknya. Reynan merasa cukup terkejut, tapi ia tetap membiarkan Flona memeluknya.

"Aku merindukanmu, kak."

"Berani sekali kau memelukku di kampus."

"Kenapa harus takut mereka sudah tahu jika aku adalah sahabatmu jadi semuanya aman terkendali. Ngomong-ngomong kenapa kau sendirian Kenzie dan Celin kemana?."

"Kenzie masih di kantin sedangkan Celin tidak masuk ke kampus, apa kau tahu kenapa dia tidak masuk hari ini?." tanya Reynan.

Flona melepas pelukannya dari Reynan. "Aku tidak tahu, Celin tidak memberitahuku. Apa ada sesuatu yang terjadi?."

Reynan menggelengkan kepalanya ia belum mau memberitahu pada Flona sekarang karena gadis itu pasti akan banyak bertanya. Pria itu akan memberitahu Flona jika waktunya sudah tepat.

***

Reynan bermain bola basket di belakang rumahnya untuk menenangkan pikirannya yang masih tidak karuan. Entah kenapa ia merasa khawatir pada Celin, bahkan gadis itu tidak membalas pesannya atau mengangkat teleponnya.

Keringat sudah membasahi tubuhnya, sesekali ia akan berhenti dan memeriksa ponselnya saat ada pesan masuk dan ia akan merasa kecewa karena itu bukan Celin.

Paramartha yang sejak tadi memperhatikan gerak-gerik putranya itu segera menghampirinya.

"Ingin bermain bersama Papa, Rey."

Mendengar suara Ayahnya, Reynan pun langsung tersenyum. "Aku tidak akan bisa mengalahkan, Papa."

Paramartha mengambil bola basket yang berada di tangan Reynan lalu mulai memantulkan bola itu. "Apa kamu sudah menyerah bahkan sebelum perperang, Rey? Anakku tidak seperti itu."

Mendengar itu Reynan langsung merebut bola basket dari Ayahnya lalu memasukkan bola tersebut ke dalam ring basket.

"Satu kosong, Pa." ucapnya sambil tersenyum jahil.

Saat Reynan lengah, Paramartha menggunakan kesempatan itu untuk merebut bola lalu memasukkan ke dalam ring dengan cara yang sangat keren di mata Reynan.

"Luar biasa." puji Reynan sambil bertepuk tangan.

Paramartha tersenyum lalu mendekati putra tampannya itu.

"Ada apa? wajahmu terlihat sedang khawatir, nak." tanya Paramartha.

Pria itu menghela napas, ia memang tidak bisa menutupi apapun dari Ayahnya. Reynan pun mulai menceritakan tentang dirinya dan juga Celin tanpa melewatkan sedikit pun.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang, Pa?."

"Apa yang kamu rasakan saat berada di dekatnya?." tanya Paramartha.

"Saat di dekatnya aku merasa senang, banyak gadis yang mendekatiku tapi hanya dia yang membuat aku nyaman."

"Apa kamu juga menyukainya?." tanya Paramartha yang mencoba mengetahui perasaan Reynan kepada Celin.

Reynan terdiam sesaat lalu menundukkan kepalanya.

"Aku tidak tahu."

"Kalau begitu cari tahu itu Rey, temuilah dia bicarakan hal yang menganggumu saat ini. Hanya itu solusi yang bisa Papa berikan padamu."

"Terima kasih, Pa."

"Sayang.. Pram." terdengar suara Vienna yang memanggil suaminya.

"Aku disini, Na." sahut Paramartha.

Vienna menghampiri suaminya. "Ada telepon untukmu." ucapnya lalu menyerahkan ponsel milik Paramartha.

Paramartha pun sedikit menjauh dari tempat Reynan dan Vienna untuk menjawab telepon.

"Apa yang kalian bicarakan tadi? sepertinya sangat serius." ucap Vienna penasaran.

"Itu rahasia Mom." goda Reynan sambil menatap wajah cantik Ibunya.

"Rahasia?." ulang Vienna dengan kecewa.

Reynan menganggukan kepalanya sambil tersenyum manis.

"Mama benci dengan rahasia." Vienna merasa kecewa tapi nanti ia akan memaksa Paramartha untuk memberitahunya.

Reynan terkekeh pelan melihat wajah kecewa Ibunya. "Tidak ada rahasia, Ma. Biar nanti Papa yang akan memberitahu Mama " ucap Reynan lalu berlalu.

"Anak itu mengerjai aku." ucap Vienna sambil tersenyum masam.







Stolen Heart ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang