18. Thania Dan Rasa Pedulinya

21 2 0
                                    

Rayhan terbangun dari tidurnya saat mendengar suara petir yang datang bersama hujan. Rayhan mengucek matanya pelan sembari melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul empat sore. Rayhan menegakkan tubuhnya dan tersentak saat melihat sebuah selimut yang terjatuh di pahanya. Seingatnya ia tidak memakai selimut ini tadi, dan ia pun mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Tidak menemukan siapapun kecuali sebuah nampan berisi teh dan makanan ringan.

Rayhan melihat ke sampingnya baru menyadari tidak ada Thania. Rayhan kembali memandang nampan tadi, dan mengaitkan dengan kepergian Thania. Mungkin saja perempuan itu yang menyelimutinya dan meletakkan nampan tersebut. Rayhan jadi merasa bersalah, ia tidak seharusnya bersikap dingin pada Thania tadi.

Rayhan bangkit dari duduknya sembari membawa nampan tersebut ke meja kerjanya. Rayhan mendudukkan dirinya di kursi kerjanya dan mulai memakan makanan yang ia tahu ini dari dapur caffe nya sendiri.

Rayhan mengambil ponselnya mengirim pesan pada Mama nya untuk memberitahukan bahwa ia menginap di caffe malam ini. Rayhan mengetik sebuah nama di ponselnya, namun segera di hentikannya saat mengingat kejadian tadi pagi sebelum ia tertidur. Rayhan tau pasti Hira masih menangis dan menenangkan dirinya sendiri di dalam kamar. Mungkin juga Thania yang menemani perempuan itu.

Rayhan memutuskan untuk turun ke lantai bawah melihat sudah banyak pelanggan yang berdatangan masuk ke dalam caffe. Rayhan melihat karyawan nya tampak sibuk melayani pelanggan mereka. Rayhan mengembangkan senyumnya untuk pertama kali sejak kejadian tadi. Rayhan bangga bisa membuat caffe nya menjadi sebesar sekarang. Keberhasilan nya sekarang juga tidak lepas dari orang tua dan kedua sahabatnya. Apalagi Thania, orang yang selalu membantunya mempromosikan caffe ini hingga sebesar sekarang.

Thania. Rayhan semakin merasa bersalah pada perempuan itu. Thania sudah banyak membantunya namun apa yang ia lakukan? Ia malah menyakiti perempuan itu. Mematahkan hatinya untuk ke sekian kalinya, ia tidak tahu apa Thania masih berharap padanya. Atau sudah mulai membuka hati pada Bagas.

Sedangkan di lain tempat, Hira masih berada di dalam kamar sembari mencoba untuk melupakan kejadian tadi pagi. Sekarang ia bersama Thania yang baru pulang dari Kampus langsung ke rumahnya.

"Aku masih nggak nyangka Than..." katanya dengan suara parau,

"Mau lo nggak percaya kayak gimana pun, faktanya tetap sama. Rayhan cinta sama lo." sahut Thania yang berbaring telentang di atas kasur mewah Hira.

Hira mengusap wajahnya kasar, "Tapi Rayhan keterlaluan Than, dia maksa aku untuk sama dia." ucapnya sembari ikut membaringkan diri di samping Thania.

"Wajar kali, Rayhan sedang dalam keadaan yang benar-benar frustasi. Dia meluapkan semua emosi yang sudah lama di pendamnya. Dan secara tidak sadar dia mengucapkan apa yang benar-benar di inginkan hatinya sendiri." balas Thania dengan raut wajah tenangnya.

"Tau ah, pusing!" kata Hira mulai lelah sendiri,

Thania terkekeh pelan menoleh pada Hira yang memejamkan matanya, sekali lagi Thania harus melihat kedua sahabatnya tertidur di sampingnya. Sama seperti Rayhan tadi, Thania menyelimuti tubuh Hira dengan selimut yang berada di bawah kaki perempuan itu.

Thania melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Thania keluar dari kamar Hira berpamitan sebentar pada Mama Hira yang berada di dapur. Thania menaiki motornya yang jarang sekali di pakai, karena lebih sering di antar-jemput Rayhan. Thania harus pulang ke rumah untuk mandi dan bersiap kembali ke caffe untuk mengecek keadaan Rayhan.

Sesampainya di rumah, Thania segera mandi dan berganti pakaian. Thania sempat menunaikan ibadah shalat lima waktu nya. Sebelum berpamitan pada orang tua nya, kali ini Thania tidak memakai motornya melainkan naik ojek online. Tiba-tiba saja Ayah nya hendak memakai motornya untuk membeli kebutuhan bulanan rumah mereka. Di karenakan mobil butut Ayah nya sedang mogok.

Thania sampai di depan caffe Rayhan dengan baju setengah basah karena hujan masih mengguyur di beberapa tempat. Thania masuk ke dalam melihat bagaimana ramainya pengunjung yang datang. Thania melihat Rayhan yang kini ikut turun melayani pembeli. Thania pun tidak berdiam diri saja, ia juga ikut turut membantu membawa nampan berisi makanan untuk meja nomor sebelas yang telah di sebutkan oleh salah satu karyawan.

"Tenang dong nggak usah panik gitu, ada gue ini. Lo nggak sendiri." kata Thania yang kini berada di samping Rayhan sembari tersenyum lebar.

Rayhan terkejut melihat Thania tentu saja. Rayhan tidak tau jika Thania datang lagi, bahkan sekarang kembali membantunya mengatasi pengunjung yang kini sudah berkurang dan kembali normal. Rayhan menarik pelan tangan Thania saat perempuan itu hendak membantu karyawan nya lagi.

"Kenapa?" tanya Thania cepat,

Rayhan mendengus pelan, "Udah ayok, biarin mereka semua yang urus. Lo ikut gue." jawabnya sembari membawa Thania naik ke lantai dua.

Thania melihat tangannya yang di pegang Rayhan dan merutuk dalam hati ketika perasaan senang itu hadir lagi. Thania mencoba mengusir perasaan tersebut dan mencoba kembali bersikap normal seperti biasa.

Rayhan melepaskan tangannya dari tangan Thania sembari duduk di atas sofa panjang.  Thania juga mendudukkan dirinya di sofa sembari memandang Rayhan yang kini juga menatapnya.

"Gimana keadaan Hira? Lo ke rumah dia kan tadi?" tanya Rayhan ingin tahu.

Thania meringis dalam hati, tetapi memaksakan diri untuk tersenyum kecil. "Hira baik-baik aja kok, cuma masih nggak nyangka aja. Wajar aja sih, kalo menurut gue. Hira butuh waktu untuk benar-benar ngerti." jawabnya pelan.

Rayhan berdecak pelan, "Dia masih marah banget ya sama gue?"

"Seperti yang gue bilang tadi, Hira masih butuh waktu untuk mengerti." jawab Thania.

Aku, Kamu dan Dia (COMPLETE) √√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang