48. Memulai Kembali

19 1 0
                                    

"Jadi gimana, Jerman?"

Thania menoleh pada Rayhan yang berdiri di sampingnya dengan tatapan berkerut, karena ia mengira Rayhan akan datang memarahinya atau yang paling mungkin mengatainya habis-habisan. Tapi Rayhan tidak melakukan itu semua dan malah mengajaknya berjalan-jalan di tepi pantai sore ini.

Thania berdehem canggung, "Baik, dan biasa aja."

Rayhan terkekeh pelan tanpa menoleh pada Thania, lelaki itu terus berjalan pelan sembari menatap pantai di depannya. "Oh ya? Nggak ada yang spesial?" tanyanya lagi,

Thania terdiam sejenak sembari menggelengkan kepalanya pelan, "Nggak ada yang spesial di sini, karena gue di sini tanpa lo dan Hira." jawabnya lirih,

Rayhan menghentikan langkahnya sembari menoleh pada Thania yang kini juga menatapnya dalam. "Sama kalau gitu, karena menurut gue, Jakarta semakin banyak masalah dan tentunya macet yang nggak pernah ada hentinya." katanya sembari tersenyum penuh arti,

Thania mengangkat kedua sudut bibirnya mengembangkan senyum paling manis bagi Rayhan. "Itu yang jadi alasan lo untuk pindah ke Jerman?"

Rayhan mengangguk sejenak kemudian kembali menggeleng pelan, "Mungkin juga iya, mungkin juga nggak."

Thania terdiam tidak menanggapi pembicaraan mereka yang terlalu awkward baginya. Thania bahkan tidak pernah menyangka jika hubungan mereka berdua bisa sampai seperti ini, canggung dan terkesan tidak nyaman. Padahal mereka sudah bersahabat hampir empat tahun lamanya.

"Rayhan, gue minta maaf---

"Bisa kita lupain aja masalah itu, anggap aja kita nggak pernah berbicara malam itu. Kita bisa kembali seperti dulu, bersahabat lagi tanpa embel-embel Cinta di dalamnya." potong Rayhan cepat,

Thania melebarkan matanya tidak percaya menatap Rayhan dengan perasaan tidak karuan, namun dengan cepat merubahnya dengan senyuman. "Lo sudah nggak marah lagi sama gue Ray?" tanyanya pelan,

Rayhan melipat kedua tangannya di depan dada dengan pandangan lurus tepat di depan mata Thania. "Apa sekarang gue kelihatan marah?" jawabnya balik bertanya dengan menampilkan senyuman manisnya,

Thania balas tersenyum sembari menggelengkan kepalanya, "Nggak tau, kan lo yang merasakan." jawabnya apa adanya,

Rayhan tertawa geli mengulurkan satu tangannya ke atas rambut Thania mengacak nya gemas. "Gue nggak marah Thania," katanya pelan,

Thania segera menepis pelan tangan Rayhan di kepalanya sembari berdecak pelan. "Rambut gue berantakan Rayhan!"

Rayhan semakin tertawa geli melihat Thania yang merapikan rambutnya dengan bibir cemberut sembari menggerutu pelan. Rayhan ingin melupakan semuanya, melupakan tujuannya untuk datang ke Jerman. Rayhan lebih merasakan kenyamanan saat menganggap Thania sebagai sahabatnya, bukan perempuan yang di cintainya. Karena jika sekarang Rayhan menganggap Thania perempuan yang sedang di cintainya, perasaan marah, perasaan bersalah itu seolah hadir di antara mereka. Dan itu membuat Rayhan tidak nyaman, jadi lelaki itu lebih suka sekarang mereka bersahabat lagi daripada merasakan kecanggungan.

"Sudah mau malam, gue antar balik yuk. Sekalian ketemu sama orang tua lo, mau numpang makan juga." kata Rayhan sembari menyengir lebar,

Thania mendengus pelan sembari mengangguk setuju, "Ya sudah ayok, ajak Hira sama Kahfi juga."

Rayhan menganggukkan kepalanya setuju segera menelpon Kahfi agar ikut dengannya menuju rumah Thania. Sekarang mereka berempat tengah menuju perjalanan ke rumah Thania, setelah menjemput Hira yang antusias bertemu dengan orang tua Thania.

Hampir setengah jam perjalanan mereka sampai di halaman rumah Thania, dan segera turun dari mobil Rayhan. Hira sudah menggandeng lengan Thania dengan erat sembari berjalan masuk ke dalam rumahnya, namun sebelum itu Thania melirik mobil Marcell yang parkir di halaman rumahnya tersebut. Sepertinya Marcell berada di rumahnya sekarang.

"Assalamualaikum Tante, Om!! sapa Hira berteriak girang mengucap salam pada kedua orang tua nya,

Naila dan Rendra yang tengah duduk di ruang makan sontak menoleh pada Hira yang langsung memeluk keduanya erat. Hira memang sangat dekat dengan kedua orang tua Thania, karena memang sedari dulu Hira sudah di anggap anak sendiri oleh kedua orang tua Thania. Begitu juga Thania yang menganggap Hira sebagai saudarinya sendiri.

Marcell yang melihat itu pun sontak memandang ke arah Thania dan satu orang lelaki lain yang tidak di kenalnya. Marcell merangkul Kahfi dan berbicara berdua, karena mereka sudah bersahabat sejak SMP. Sedangkan Rayhan hanya bisa melirik sekilas sosok Marcell yang menjadi mantan pacar Thania tersebut, dan memang Rayhan akui Marcell sangat tampan apalagi paras bule nya itu.

"Duduk-duduk semuanya, kita makan sama-sama malam ini." kata Rendra, Ayah Thania mempersilahkan para sahabat anaknya untuk duduk.

"Iya duduk-duduk, kebetulan Tante masak banyak, feeling Tante bakal ada tamu nantinya. Dan ternyata benar, sekarang ada kalian semua." kata Naila, dengan riang meletakkan piring-piring ke hadapan para sahabat anaknya itu.

Rayhan tersenyum sopan, "Terima kasih Tante, maaf merepotkan." katanya merasa tidak enak,

Rendra dan Naila segera menepuk lengan Rayhan sedikit keras, "Nggak usah sok-sokan bilang begitu, biasanya juga langsung main makan." kata Naila terkekeh geli,

"Iya nih nak Rayhan, kayak sama siapa aja deh." sambung Rendra tersenyum pada Rayhan,

Hira dan Thania hanya tertawa melihatnya sembari memulai acara makannya dengan perbincangan hangat di antara mereka semua. Beberapa kali Kahfi dan Marcell ikut menanggapi perkataan Rendra dan Naila yang tengah berbicara dengan Rayhan dan Hira. Namun hanya Thania yang tidak terlalu menanggapi dan sibuk memakan makanannya, sampai acara makan malam itu selesai. Thania tetap tidak bersuara dan memilih masuk ke kamar untuk mandi.

Selesai mandi dan berganti pakaian Thania kembali ke ruang keluarga tempat dimana semua orang berkumpul. Thania merasa tidak suka saja saat melihat Rayhan yang tampak biasa saja dan terlihat seolah tidak memiliki masalah dengannya. Thania masih tidak mengerti bagaimana Rayhan bisa semudah itu mengatakan untuk melupakan masalah di antara mereka, dan memilih kembali bersahabat seperti dulu.

Thania tidak bisa menerima itu, di kala hatinya masih terisi nama Rayhan. Karena bagi Thania yang namanya persahabatan yang sudah di tumbuhi cinta tidak akan bisa sama lagi seperti persahabatan pada umumnya. Pasti akan terasa berbeda dan canggung nantinya.

"Kenapa sih, kok diam aja daritadi?" tanya Marcell yang kini sudah duduk di sampingnya sembari menarik dagu Thania pelan menghadap ke arah lelaki itu.

Thania menatap tajam Marcell sembari melepaskan tangan lelaki itu dari dagunya. "Gue lagi males ngomong sama lo." jawab nya ketus,

Marcell mengernyitkan keningnya bingung, karena merasa tidak berbuat salah pada Thania. "Kenapa emangnya? Gue buat salah apa sama lo, perasaan nggak ada."

Thania berdecak sebal, sebenarnya memang Marcell tidak salah apapun. Tapi Thania hanya melampiaskan kemarahannya pada Marcell. "Lo diam atau gue pergi." katanya tajam,

Marcell menghela nafas berat segera terdiam sembari melirik Thania di sampingnya. Sedangkan di sebrang meja sana ada Rayhan yang diam-diam memperhatikan kedekatan keduanya dengan perasaan cemburu, namun dengan cepat Rayhan mengabaikan perasaan itu.

Aku, Kamu dan Dia (COMPLETE) √√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang