44. Jerman

17 2 0
                                    

Hira menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Kahfi, perempuan itu sudah menangis dari rumah sampai ke Bandara pagi ini. Hira bahkan berteriak marah pada sosok yang akan pergi meninggalkannya ke luar negeri, siapa lagi kalau bukan Radian Yohandar. Rayhan.

Hira memukul Rayhan berkali-kali setelah hampir lima bulan pernikahan nya dengan Kahfi, ia sekarang tengah mengandung anak pertama mereka yang baru berusia tiga minggu. Hira tidak henti-hentinya menangis sembari memukul Rayhan sesekali.

"Ya maaf Hira, sekarangkan sudah ada Kahfi. Lo nggak sendirian juga, ada adek bayi dalam perut lo, kalian sekarang bertiga. Jadi jangan nangis terus dong..." kata Rayhan membujuk Hira,

"Tega bener sih kamu! Thania sudah ninggalin aku, sekarang kamu juga. Semuanya aja ninggalin aku, kalian berdua nggak peduli sama aku, kalian jahat!!" teriak Hira kembali menangis kejer, maklum Hormon Ibu Hamil.

Kahfi sampai sakit kepala melihat istrinya itu, apalagi orang-orang di Bandara menjadi melihat ke arah mereka. Karena teriakkan Hira, "Sayang sudah dong...nanti kita di usir sama petugas Bandara, kalo kamu teriak-teriak begini. Lagian nanti kita bulan madu ke Jerman kan, di sana nanti kita ketemu lagi sama Rayhan dan Thania. Sudah dong...jangan nangis ya sayang, kan kasian adek bayinya. Ikut sedih kalo Mama nya sedih," katanya membujuk sang istri dengan lembut,

Hira menghentikan tangisnya sembari menoleh ke arah perutnya yang belum buncit, "Ya ampun sayang, Mama lupa kalo sekarang Mama punya kamu." katanya sembari mengelus perut rasanya itu dengan kasih sayang,

Rayhan menghela nafas lega, "Tenang aja, lo bisa nelpon gue nanti di sana, lagian lo kan mau bulan madu ke Jerman juga. Nanti kita kumpul di sana, oke?" kata nya saat melihat Hira mulai tenang,

Hira mendelik sinis ke arah Rayhan, "Aku masih ngambek sama kamu, dan kamu jangan bocorin tentang kehamilan aku sama Thania, dia belum tau kalau aku hamil."

"Iya Hira sayang, sekarang gue udah boleh pergi apa belum?"

Hira berdecak kesal segera maju memeluk Rayhan erat yang di balas oleh lelaki itu tak kalah erat. Sedangkan Kahfi mencoba terbiasa dengan pemandangan tersebut karena Rayhan adalah sahabat Hira, istrinya.

"Hati-hati kamu di sana, jangan macarin cewek bule, Thania noh kejar!" kata Hira setelah melepaskan pelukan mereka,

Rayhan memutar bola matanya malas, "Gue nggak yakin sih bisa ketemu dia, kampus itu besar dan Jerman itu bukan Jakarta yang gue tau semua tempat. Doain ajalah yang terbaik buat gue," kata nya sembari tersenyum tulus,

"Jagain Hira ya Kahfi, jangan sampai gue dengar dia nangis lagi karena lo. Gue bakal patahin---

"Ancaman kamu nggak ada yang lain apa? Perasaan itu mulu, mana ngomong doang lagi, ngelakuin nya kagak." potong Hira cepat,

Rayhan terkekeh geli, "Masuk penjara gue, kalo beneran matahin leher anak orang." katanya beralasan,

Hira hanya bisa tertawa mendengarnya sembari memeluk Kahfi dari samping. Perempuan itu melambaikan tangannya pada Rayhan yang kini berjalan menjauh memasuki dalam bandara, tidak terasa sahabat lelakinya juga ikut pergi dan belajar di negara orang. Padahal dalam hati Hira tau, Rayhan pasti sedang memperjuangkan Thania lagi. Dan semoga saja takdir mempertemukan keduanya lagi dan memberi kelancaran jalan untuk hubungan keduanya.

Sedangkan Kahfi yang sama sekali tidak tahu-menahu tentang masalah Rayhan dan Thania pun hanya bisa mengucapkan cepat selesai dalam hati. Karena sekarang Hira telah menjadi bagian dari hidupnya, otomatis kedua sahabat istrinya itu juga sahabatnya. Walaupun kadang masih suka cemburu dengan kedekatan Hira dan Rayhan.

"Yuk, sekarang kita pulang." ajak Kahfi sembari menggenggam tangan Hira,

Hira menoleh pada Kahfi dengan wajah cemberut, "Bulan madu ke Jerman nya di percepat ya sayang..." kata nya membujuk Kahfi,

Kahfi tersenyumlah geli dan gemas sendiri melihat istrinya itu, "Iya, di percepat. Puas?" katanya dengan nada lembut,

Hira menahan senyumnya senangnya sembari melangkah bergandengan tangan keluar Bandara menuju parkiran mobil mereka.

Sedangkan Rayhan sudah berada di dalam pesawat dan mempersiapkan diri dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada nantinya saat sampai di Jerman. Sebenarnya ini cukup berat buat Rayhan, karena sejujurnya ia tidak berminat dengan bisnis, atau memimpin perusahaan. Tapi karena Papa nya sudah memasuki usia yang terbilang tidak muda lagi, dan adik nya yang laki-laki masih kecil, otomatis perusahaan menjadi tanggung jawabnya karena ia anak yang tertua di keluarganya.

Namun ada satu alasan lagi kenapa ia memilih Jerman dan bukan negara lainnya, dan pasti semua nya juga tau siapa yang menjadi alasannya. Yap, Thania Anindita, perempuan yang masih menjadi pemilik hatinya itu berhasil membuatnya merubah cita-cita nya menjadi suatu hal yang tidak pernah di sangka nya. Dari ingin mendirikan restoran sendiri, malah menjadi CEO Perusahaan Papa nya. Hal yang sejak dulu selalu di tentangnya serta terkadang membuatnya berdebat dengan sang Papa.

Tapi Rayhan benar-benar akan belajar dengan baik dan ia pun berharap bisa bertemu dengan Thania, setidaknya jika memang tidak bisa bersama sebagai pasangan. Bersahabat lagi rasanya tidak masalah, karena memang dari awal ia dan Thania sudah bersahabat.

Rayhan sempat di buat pusing sebelum berangkat ke Bandara tadi, karena adik-adik nya menangis keras tidak mau di tinggal. Bahkan Retta yang sering menjahilinya itu paling keras menangis dan memintanya untuk tetap tinggal, namun dengan segera Mama dan Papa memberikan penjelasan pada kedua adiknya sehingga tidak dapat mengantarnya ke Bandara. Namun ternyata bukan hanya adiknya yang menangis, namun perempuan bule yang setiap hari menempelinya juga menangis keras sembari memeluknya dan mau tak mau ia pun harus menenangkannya.

"Udah dong Alena! Gue mau berangkat nih, entar ketinggalan pesawat lagi." gerutu Rayhan sedikit kesal karena perempuan itu terus memeluknya,

"Nggak mau, aku nggak mau kamu pergi. Tolong jangan tinggalin aku Rayhan...." kata Alena semakin terisak keras,

Rayhan memutar bola matanya malas segera memaksa Alena untuk melepaskan pelukannya. Rayhan menatap jengah pada perempuan itu, "Lo bisa cari cowok lain, dan itu bukan gue. Karena hati gue cuma milik Thania, dan nggak ada satu cewek pun yang bisa gantiin dia di hati gue. Mengerti lo? Jadi jangan pernah ganggu hidup gue lagi," katanya sembari melangkah menjauh dari Alena, Rayhan sebenarnya tidak tega juga mengatakan hal ini pada perempuan itu. Namun bagaimana pun Rayhan memang masih mencintai Thania.

Alena hanya bisa tercengang mendengarnya, ia tidak pernah tau kalau Rayhan mencintai Thania. Ia tau kalau mereka berdua dekat dan bersahabat, tapi tidak tau kalau Rayhan menyukai Thania. Lalu sekarang ia harus bagaimana? Melupakan perasaannya yang telah tumbuh selama satu setengah tahun ini untuk Rayhan, atau memperjuangkan Rayhan, namun bersaing  dengan Thania yang jelas-jelas sepupunya bahkan di cintai oleh Rayhan.

Aku, Kamu dan Dia (COMPLETE) √√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang