43. Galau dan Keputusan

18 2 0
                                    

Thania termenung sendiri di dalam rooftop restoran setelah mendapat telpon dari Rayhan namun hanya beberapa detik sebelum lelaki itu mematikan sambungan. Thania menahan diri untuk tidak menelpon balik Rayhan, untuk menanyakan ada apa yang terjadi. Namun sepertinya rasa bersalah itu terus menghantuinya dan membuatnya merasa tidak pantas lagi menghubungi Rayhan.

Setelah Marcell dan kedua orang tua nya selesai melihat ijab kabul Hira dan Kahfi. Saat itu juga ia meraih iPad nya dan segera pergi ke atas rooftop untuk sekedar mencari angin dan nonton youtube. Namun sepertinya Tuhan berkata lain saat ia baru ingin membuka wi-fi di ponselnya, di sana sudah tertera panggilan telpon dari Rayhan. Ia segera mengangkat dan mengucapkan kata Halo dengan bergetar, namun tidak ada jawaban dan kemudian melihat sambungan telpon sudah mati.

"Gue harus gimana sih, gue kangen sama dia. Tapi gue nggak bisa nelpon dia," gumamnya pelan,

Thania menghembuskan nafas berat kembali turun ke dalam restoran dan berpamitan pulang terlebih dahulu. Thania segera keluar dari restoran berjalan cepat menuju taksi yang sudah di pesan online olehnya. Thania memberikan alamatnya pada sopir, dan kembali mengecek ponselnya banyak notifikasi dari Indira, dan Bagas. Dua orang baru di hidup Thania Anindita, yang telah banyak membantunya.

Taksi berhenti tepat di depan rumahnya dan segera saja Thania turun setelah membayar. Perempuan itu masuk ke dalam rumahnya sembari berlari menuju kamarnya dan dengan cepat membuka jaket dan celana jeansnya sebelum berbaring dengan nyenyak.

Thania baru saja memutuskan untuk tidur, namun sebuah panggilan telpon membuatnya kembali membuka mata sejenak dan segera mengangkat panggilan tersebut tanpa melihat siapa yang memanggilnya.

"Thania!! Hira nikah!!!" teriak seorang perempuan cempreng di sebrang sana.

Thania langsung membuka matanya kaget dan melihat siapa yang menelponnya, "Indira! Bisa nggak sih, nggak usah teriak-teriak segala! Gue udah tau Hira nikah, besok aja deh lo cerita-cerita nya. Gue ngantuk banget ini, di sini udah malam..." katanya kesal juga di bangunin,

"Yaaahhh, ya udah deh, sorry ya gue bangunin lo tidur hehehe."

"Iya nggak papa kok, besok aja ya, sorry...."

Thania berdecak sebal segera mematikan sambungan telponnya dengan Indira dan kembali membaringkan tubuhnya di atas kasur.

Sedangkan di lain tempat Rayhan dan keluarganya tengah berada di dalam perjalanan pulang ke rumah. Keluarga nya datang untuk memberikan ucapan selamat pada Hira dan Kahfi, karena Papa nya bersahabat baik dengan Papa Hira.

Sesampainya di rumah, Rayhan segera menghentikan langkah kedua orang tua nya. Rayhan menoleh pada adik-adik nya mengisyaratkan mereka untuk segera masuk ke kamar masing-masing, dan untungnya mereka menurut. Rayhan mengajak kedua orang tua nya duduk di ruang keluarga.

"Kenapa sih Rayhan?" tanya Mama nya bingung,

Rayhan menghela nafas berat, "Ma, Pa, Rayhan siap gantiin Papa di Kantor. Rayhan siap jadi pemimpin di perusahaan Papa, Rayhan sudah mikirin ini matang-matang, dan Rayhan mau gantiin posisi Papa nanti." kata Rayhan dengan tegas menatap kedua orang tua nya dengan serius,

Papa Rayhan tersenyum lebar juga bangga, "Itu yang seharusnya Papa dengar dari dulu, bukan penolakan. Lagipula kalo bukan kamu siapa lagi Rayhan, Davian? Dia masih kecil, Papa mungkin sudah meninggal saat dia sudah sebesar kamu ini." kata Papa nya memandang sedih ke arah foto keluarga mereka di dinding,

"Papa nggak boleh ngomong begitu," sergah Mama nya tidak suka,

Mama nya menoleh ke arah Rayhan dengan serius, "Apa kamu yakin Rayhan? Bukannya kamu ingin mendirikan restoran kamu sendiri, dari dulu kamu ngotot nggak mau gantiin Papa. Sekarang malah mau gantiin Papa," tanya Mama nya, sangat tau sekali tentang Rayhan.

Rayhan mengangguk mantap, "Restoran tetap Rayhan didirikan sebagai cabang baru perusahaan kita nanti, dan sekarang Rayhan mau ambil jurusan bisnis di luar negeri. Rayhan mau di Jerman, karena di sana ada satu kampus yang benar-benar khusus tentang bisnis. Papa kenal Om Pram kan? Dia kuliah di sana, dan Rayhan ingin sukses seperti dia." jawab Rayhan yakin,

Papa Rayhan tersenyum bangga segera berdiri menegakkan tubuhnya melangkah ke arah anak tertua nya itu. "Apapun untuk kamu, akan Papa lakukan."kata nya berlinang air mata bahagia,

Rayhan memeluk tubuh Papa nya erat, dan lelaki itu tau Papa nya sudah tidak muda. Dan sudah seharusnya beristirahat di rumah di umur yang sudah menginjak angka 60 tahun tersebut, namun Rayhan malah memperlambatnya dengan membantah semua keinginan sang Papa yang hanya satu. Jadi pemimpin di perusahaan mereka, dan sekarang Rayhan sudah memutuskan untuk menjadi pemimpin perusahaan nantinya.

"Papa akan suruh sekretaris Papa untuk membantu kamu menyiapkan kepindahan kampus ke Jerman. Kamu harus ambil S2 di sana juga, jangan setengah-setengah, dan jangan kecewakan Papa." kata Papa nya dengan nada tegasnya,

Rayhan mengangguk mantap, "Siap Pa, terima kasih atas segalanya. Rayhan sayang sama Mama dan Papa." katanya sembari memeluk Mama dan Papa nya erat,

Mama Rayhan hanya bisa menangis tanpa suara saat mendengar keputusan Rayhan. Ia yakin putra pertamanya itu bisa lebih baik lagi dan belajar dengan benar, hingga nanti menggantikan posisi suaminya. Ia tersenyum bangga pada Rayhan yang kini menatapnya dan suaminya.

"Tapi tolong, setelah Rayhan kembali. Jangan kayak di sinetron, jodoh-jodohin Rayhan. Nanti Rayhan bakal cari istri dan yang pasti pilihan Rayhan sendiri, bukan Mama atau Papa." katanya lagi dengan raut wajah memohon,

Papa mengangguk cepat dan tersenyum jenaka, "Ya terserah saja, asal jangan bule Jerman kamu bawa kembali."

Mama Rayhan tertawa geli mendengar nya, "Setengah bule kayaknya Pa, Mama kok jadi curiga ya? Rayhan mau ke Jerman tiba-tiba, setelah di tinggalin Thania. Sekarang Thania juga di Jerman lagi, apa jangan-jangan??"

"Enggak, Rayhan nggak kesana untuk Thania. Rayhan benar-benar mau belajar, dan kuliah di sana. Bukan karena Thania kok," katanya dengan cepat mengelak,

Papa dan Mama Rayhan hanya bisa tertawa mendengar nya, "Ya lakukan saja yang kamu mau, tapi Papa dan Mama hanya minta kamu pulang dan mendapat gelap sarjana bisnis dengan lulusan cumlaude, gimana? Sanggup?" kata Papa Rayhan lagi,

Rayhan menganggukkan kepalanya dengan mantap sekali lagi dengan gerakan hormat menghadap sang Papa, "Siap komandan! Laksanakan!" katanya bak prajurit TNI saja,

Rayhan tersenyum bahagia segera masuk ke kamar dan mendudukkan diri di kasur sembari membuka laci meja nya. Rayhan mengambil satu bingkai foto yang selalu di pandanginya akhir-akhir ini, siapalagi kalau bukan foto Thania Anindita.

"Gue ke Jerman, bukan hanya untuk lo. Tapi gue memang ingin kuliah di sana dan yang pasti membanggakan orang tua gue." gumamnya pelan

Aku, Kamu dan Dia (COMPLETE) √√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang