38. Perpisahan dan Kehancuran

17 2 0
                                    

Sudah sebulan lebih semenjak kejadian di rooftop malam itu, sudah sebulan lebih juga Thania tidak pernah bertegur sapa dengan Rayhan dan Hira yang juga sudah tau tentang kepindahannya ke Jerman. Setelah kejadian di rooftop Thania langsung mengajak kedua orang tua nya pulang dari acara pertunangan Hira. Bahkan Thania tidak berpamitan pada Hira lagi, sahabat perempuan satu-satunya itu. Sudah pasti hal itu juga membuat Hira semakin marah pada Thania, tertanda dengan keesokan harinya perempuan itu melengos pergi begitu saja saat Thania mendekat ke arahnya. Hal yang jarang sekali terjadi pada Hira, kalau bukan karena marah.

Sekarang Thania sedang repot-repot nya mengurus kepindahannya ke Jerman yang cukup membuatnya merasa lelah. Karena prosesnya yang sangat panjang, membuatnya harus menunggu sedikit lebih lama. Namun untungnya ada Indira, Darrel serta Bagas yang membantunya. Membuat perempuan 20 tahun itu tidak bisa menahan rasa terharunya saat mereka semua tidak menghakimi dirinya yang telah membuat persahabatannya sendiri hancur berantakan.

Dan sekarang ini terakhir kalinya Thania dapat melihat ketiganya yang sudah menemaninya selama sebulan ini. Karena besok ia sudah tidak berkuliah di kampus Universitas Indonesia lagi, dan besoknya lagi ia sudah harus berangkat ke Jerman. Ia harus meninggalkan Indonesia tanah kelahirannya, serta orang-orang yang ia sayangi, dua sahabatnya yang kini telah membencinya.

"Terima kasih atas bantuan kalian selama ini, gue nggak tau harus minta bantuan siapa lagi kalau bukan kalian." kata Thania tersenyum tulus menatap ketiga orang di depannya,

"Ya sama-sama Thania, kita tau lo orang baik dan kita semua senang bantu lo. Di Jerman nanti lo kuliah yang benar, jangan mikirin cowok-cowok ganteng mulu, kabarin gue juga. Ingat sekarang, lo sudah jadi sahabat gue juga." kata Indira yang mengapit manja lengan Darrel,

Bagas dan Darrel mengangguk setuju, "Lo sahabat kami," kata Darrel dengan senyum tipisnya,

"Lo juga sahabat gue," kata Bagas dengan senyuman lebarnya, sudah membiasakan diri menggunakan lo-gue dengan Thania,

Thania tersenyum senang dengan cepat memeluk Bagas, di ikuti Indira dan Darrel yang terseret paksa oleh tunangannya tersebut. Ketiganya seperti teletubbies yang berpelukan sembari tertawa-tawa tidak jelas. Pandangan tersebut tak lepas dari Hira dan Rayhan yang berdiam diri di atas gedung lantai dua fakultas mereka.

"Aku kangen Thania, aku ingin peluk dia untuk yang terakhir kalinya sebelum dia berangkat." kata Hira dengan mata berkaca-kaca memandangi Thania yang melambaikan tangannya ke arah orang-orang yang di peluknya tadi,

Rayhan memilih untuk tidak peduli dan menahan dirinya sendiri untuk tidak turun dan mengejar Thania. Rayhan memilih menghela nafas panjang dan masuk ke dalam kelasnya, sedangkan Hira segera saja berlari turun mengejar Thania. Hira beruntung karena Thania belum pergi dan berdiri di depan gapura kampus.

"Thania?!" panggil Hira sembari berteriak keras berlari ke arah Thania yang kini berbalik menatapnya,

Thania meneteskan air matanya, "Hira..."

Hira segera terisak pilu menangis bersama Thania sembari memeluk perempuan itu erat-erat. Keduanya menangis keras membuat beberapa orang menatap aneh ke arah mereka, namun keduanya tidak peduli dan tetap pada urusan mereka.

"Maafin gue Hira, gue minta maa---

"Udah kamu nggak perlu minta maaf, aku tau kamu nggak sepenuhnya salah, aku tau ini impian kamu dari dulu." potong Hira saat Thania ingin mengatakan kata maaf,

Thania menggeleng cepat, "Gue tetap salah Hira, dan tolong jaga Rayhan. Gue sangat merasa bersalah sama dia, gue sangat mencintai Rayhan." kata Thania semakin terisak kala mengingat Rayhan,

Hira menganggukkan kepalanya berkali-kali, "Aku tau Thania, kamu tenang aja. Aku akan buat Rayhan mengerti tentang semua ini, aku akan jelasin semuanya ke dia. Tolong jangan pikirkan apapun lagi, belajarlah dengan baik di sana nanti. Doa aku bakal selalu menyertakan kamu, sahabat aku." kata Hira tak kalah keras semakin terisak,

"Selamat tinggal Hira, jaga diri lo baik-baik nanti. Jadi istri yang baik dan solehah buat Kahfi," kata Hira sembari melepaskan pelukan mereka menatap Hira dengan senyum tulusnya,

Hira menganggukkan kepalanya mengerti dan membalas tersenyum pada Thania, "Kamu juga hati-hati, jaga diri kamu baik-baik, jangan lupa gelar cumlaude nya." balas Hira tersenyum geli,

Thania tertawa pelan, "Pasti, aku akan dapat gelar itu."

Sedangkan di balik gapura ada sosok Rayhan yang meneteskan air mata nya mendengar hal yang di katakan kedua perempuan itu. Rayhan memejamkan matanya menahan rasa sesak yang terus menderanya sedari tadi, yang menyebabkan ia berdiri di sini menatap sendu kepergian Thania yang di tangisi Hira.

Rayhan menghapus air mata nya sembari berjalan ke arah Hira yang semakin terisak di tempatnya. Rayhan menahan diri dengan cepat menarik bahu Hira menghadapnya dengan cepat. Rayhan menatap datar Hira, "Sudah nangisnya, sekarang ayo kita masuk. Dosen sudah ada di kelas," kata Rayhan seolah-olah tidak ada yang terjadi atau lebih tepat berpura-pura tidak melihat apa yang terjadi,

Hira menatap Rayhan sedih, "Rayhan maafin Than--

"Ayok masuk, gue nggak mau kita kena marah Dosen." potong Rayhan cepat segera saja menuntun Hira berjalan di sampingnya,

Hira hanya bisa menghembus nafas panjang, akan susah menjelaskan apa yang terjadi pada Thania sekarang ini pada Rayhan. Hira tau pasti Rayhan sudah tidak ingin membahas apapun soal Thania lagi, atau mungkin sudah melupakan Thania dan menganggapnya seperti tidak pernah ada di antara mereka. Hira tau Rayhan sakit hati, terluka dan marah. Perasaan lelaki itu pasti sedang campur aduk saat ini, namun karena Rayhan laki-laki jadi dia pandai menutupinya.

"Rayhan ada aku di sini, jangan pernah merasa sendirian." kata Hira pelan,

Rayhan sontak menghentikan langkahnya sembari menoleh pada Hira, ia mengingat kata-kata itu yang pernah di ucapkan Thania saat hari ulang tahun Hira. Hari dimana ia membentak perempuan itu karena jealous dengan Kahfi yang membawa Hira pergi saat itu.

"Jangan pernah bilang hal itu di depan gue lagi, dan jangan pernah bahas perempuan itu juga." tegas Rayhan menatap datar Hira yang terpaku di sampingnya.

"Rayhan..." kata Hira dengan mata yang kembali berair,

"Gue juga pengen bahagia, gue udah pernah terluka sama lo, dan sekarang gue juga terluka karena dia. Apa itu nggak cukup buat lo menghentikan semua ini, bersikaplah seperti Hira yang gue kenal. Anggap aja kita hanya pernah berdua, dan nggak ada dia." kata Rayhan semakin menegaskan kata-katanya,

Hira tidak dapat menahan tangisnya lagi saat Rayhan pergi meninggalkannya, ia tidak pernah menyangka sesuatu yang besar yang akan terjadi itu. Sekarang benar-benar terjadi menghancurkan persahabatan yang ia telah ia bangun bersama kedua sahabatnya. Semua tidak sama lagi dan semua telah berubah.

Aku, Kamu dan Dia (COMPLETE) √√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang