34

4.1K 195 22
                                    

XXXXX

*
*
*

Episode 34

---

"Ma...mas Syarief tidak mau datang ya...?" Lirih Daisy, bahkan membuat Rena tersentak karena dia tidak tahu sejak kapan putrinya itu sadar. Buru-buru wanita itu menggenggam tangan Daisy, menciumnya.

"Kamu sudah sadar, sayang?"

Daisy mencoba tersenyum. Seluruh tubuhnya terasa kebas. Dia tidak tahu sejak kapan terbaring di ranjang pesakitan ini serta tubuh yang di jejali berbagai macam alat bantu kehidupan. Dia tidak tahu jika hidupnya sudah bergantung pada semua alat itu...

Mencoba menahan air mata yang sudah nyaris tumpah, Daisy tersenyum pada Rena, wanita yang dengan setia menunggunya hingga siuman.

"Sudah berapa hari aku di sini?"

"Baru dua hari, sayang."

Daisy mendesah panjang. Dia ingat semuanya. Bagaimana dia kabur dari rumah Joshua dengan tidak tahu dirinya. Bagaimana dia menghindari kejaran sang Kakek yang juga sudah mengusirnya. Tapi, rupanya itu percuma. Karena sejauh apapun dia pergi, dia toh akan tetap kembali pada keluarganya.

"Untung saja pak Agus membawamu ke rumah sakit tempat dokter Ryan praktik, sayang. Jadi banyak yang mengenalmu," kata Rena lagi.

Daisy tidak tahu apakah harus bersyukur atau tidak karena hal ini. Samar-samar dia mengingat pernah mendengar pria bernama Agus itu mengatakan jika Syarief tidak bisa datang. Tidak mau datang lebih tepatnya.

Mungkin itu bagian alam bawah sadar Daisy yang masih memikirkan pria itu, seberapa susahnya pun, Syarief akan terus menempati tempat istimewa di hatinya. Dia sangat ingin bertemu pria itu saat ini...sangat ingin hingga rasanya sesak.

"Jangan menangis, kamu akan segera sembuh. Mama janji," kata Rena, mengusap air mata Daisy yang tidak dia sadari sudah menetes.

"Aku akan mati, Ma...aku tidak akan hidup lama..." Bisik Daisy.

Rena menatapnya dengan mata berkaca-kaca, berusaha keras untuk tidak menangis, wanita itu malah tersenyum, seakan apa yang Daisy katakan hanya sebuah lelucon.

"Setelah kamu sembuh, kita bisa liburan kemanapun kamu mau. Mama akan menemani kamu," kata Rena parau.

Daisy tidak menjawab. Mencoba merenungi hidupnya yang sial ini. Dia teringat apa yang Joshua katakan tentang semua orang harus tahu kapan saatnya berhenti. Daisy pikir mungkin inilah batas untuknya. Inilah waktu di mana dia harus berhenti.

Benarkah? Daisy masih tidak rela...Dia tidak mau mati. Tapi tubuhnya tidak menghendaki keinginan hatinya.

"Kamu mau sesuatu? Makanan? Minuman?mama akan carikan untukmu," ujar Rena.

Daisy menggeleng. Tenggorokannya saja terasa pahit dan hampa. Bagaimana dia bisa menikmati makanan. Sudah beberapa hari ini dia tidak berselera makan.

Rena mendesah, mengusap-usap rambut Daisy dengan lembut. Membuat gadis itu di landa perasaan menyesal tiada tara, karena sebentar lagi dia akan membuat wanita yang dia cintai itu menangis dengan kematiannya.

"Aku mau Mama hidup bahagia... selalu tersenyum dan cantik..." Bisik Daisy.

Rena menggigit bibir. Dia berpaling memunggungi Daisy dan buru-buru mengusap air mata yang jatuh. Memasang ekspresi tegar sebelum kembali memandang putrinya.

"Kita bisa ke salon bersama-sama setiap hari, bisa jalan-jalan dan bersenang-senang setiap hari," kata Rena berusaha tegar.

Daisy tersenyum, "dan membuat Kakek marah karena kita menghabiskan uangnya?"

3 Hati ( Aku, Kamu & Dia ) √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang