XXXXX
*
*
*Episode 02
-----
"Assalamualaikum," sapa Syarief begitu dia memasuki kelas pagi ini.
"Walaikumsalam," sahut beberapa murid.
Syarief duduk di meja guru dan mempersiapkan pelajaran yang akan dia ajarkan. Anak kelas tiga SMA itu tidak mudah. Tidak banyak yang menjadi anak patuh dan penurut. Justru lebih banyak yang membandel, tapi selama masih bisa di tolerir, Syarief tidak akan terlalu memusingkan hal itu.
Syarief mendongak, memandang muridnya satu-persatu, dia menghela nafas, "Deden, bapak harap hentikan candaan di belakang sana! Pelajaran akan di mulai," tegurnya.
Murid yang di tegur cuma nyengir dengan wajah merah, dia menatap papan tulis lekat-lekat. Padahal papan itu masih bersih.
"Bapak rasa kalian sudah paham penjelasan minggu lalu tentang Trigonometri, sekarang latihan soal saja. Sebentar lagi kalian akan menghadapi ujian yang tidak mudah," ujar Syarief, dia mulai menulis soal di whiteboard dengan spidol warna biru.
Langsung saja suasana kelas menjadi sepi. Yang terdengar hanya suara goresan pulpen di atas kertas, atau gerutuan-gerutuan lirih dari para murid yang membenci pelajarannya. Syarief tidak ambil pusing dan terus menulis hingga sampai soal nomor sepuluh, barulah dia berbalik.
"Pak, apa tidak kurang banyak soalnya?" Tanya Budi terdengar sangat sinis.
Syarief tersenyum, "khusus untukmu akan bapak tambah sepuluh lagi kalau kurang, Budi. Bagaimana?"
Teman-teman Budi terkekeh melihat wajah cowok itu yang menjadi gusar dan kesal.
"Saya tidak serius, Pak," kata Budi dan melanjutkan pekerjaannya. Syarief tahu muridnya itu pasti menggerutu dalam hati.
Syarief duduk di meja guru, mengawasi para muridnya yang sedang bergelut dengan soal-soal. Beberapa di antara mereka berkata keras-keras kalau tidak menyukai matematika apalagi Trigonometri. Syarief cuma tersenyum mendengar itu. Sangat sedikit orang yang tertarik dengan ilmu matematika.
Setengah jam kemudian, Syarief berdiri, melipat kedua tangannya di meja, "sekarang kumpulkan pekerjaan kalian di atas meja. Se.Ka.Rang," katanya tegas.
Kelas semakin gaduh, beberapa berteriak kencang meminta contekan, beberapa lagi menjadi murid baik dan mengumpulkan tugas. Kelas menjadi tenang setelah lima menit.
Syarief menghela nafas, menyisir rambutnya dengan tangan, "Deden, maju dan kerjakan nomor satu!"
"Tapi, pak..."
"Bapak tidak menerima bantahan, Deden. Ayo maju!"
Deden mendengus dan beranjak maju ke depan dengan ekspresi masam.
-----
"Mau makan denganku siang ini, Syarief?"
Syarief menghela nafas, memandang sosok pria yang berdiri di depannya dengan ekspresi jail. Pria itu adalah salah satu rekan guru Syarief selama ini.
"Kamu mau makan di mana?" Tanya Syarief masih ogah-ogahan, dia sibuk membereskan buku tugas dari murid-muridnya di kelas terakhir beberapa menit lalu.
"Soto Bu Parni yang di depan itu, aku lagi pengen soto."
"Baiklah, Agus. Ayo kita makan soto, dan ingatkan aku agar tidak memberimu kesempatan menghabiskan jatahku."
Agus memutar matanya dan melangkah meninggalkan ruang guru terlebih dulu. Syarief menyusul pria itu setelah pamit pada rekan yang lain.
Syarief mendapat tugas memesan sementara Agus mencari meja. Lesehan, mereka suka itu. Syarief menyender di dinding yang dari bambu dan menyesap es teh tawarnya.
"Lama ya kita tidak ke sini?" Ujar Agus.
Syarief tidak repot-repot menjawab. Matanya memandang keluar kedai di mana dia bisa melihat motor yang lalu-lalang di sekitar sana dengan ketidaksabaran. Tidak lama, pesanan mereka datang. Agus bersorak dan langsung makan.
"Pelan-pelan dong, nanti kamu tersedak," ledek Syarief melihat cara makan Agus yang hampir tidak manusiawi itu.
Agus nyengir, tidak bisa menjawab karena mulutnya penuh kuah soto yang masih panas. Wajahnya merah kepanasan.
"Tahu gak, setelah kamu nikah, aku pikir kamu bakal berhenti ngajar dan milih jadi ustadz di pesantren," kata Agus setelah berhasil menelan makannya.
"Aku tidak sepintar itu untuk menjadi ustadz. Lagipula sudah ada Mas Adam yang membantu Abi. Ku rasa itu sudah cukup," sahut Syarief.
Agus memutar matanya, "kamu beruntung bisa menjadi bagian dari keluarga mereka," katanya memuji.
Syarief cuma mengangkat bahunya. Dia awalnya merasa keberatan saat salah seorang teman berniat menjodohkannya dengan seorang gadis. Hatinya sudah lama mati dan dia yakin tidak akan bisa mencintai orang lain lagi. Tapi, si teman berkeras dan karena dia menghargai temannya itu, Syarief bersedia berkenalan dengan gadis pilihan itu.
Saat itulah Syarief merasa ada desiran lembut di dadanya. Sangat lembut sehingga dia merasa ingin menangis. Tidak menggebu-gebu seperti cinta pertamanya dulu yang tidak berkahir indah. Akhirnya, Syarief mencoba menerima gadis itu. Gadis yang sekarang sudah menjadi istrinya. Anna dari keluarga baik-baik, taat beragama, berakhlak baik. Lalu apalagi yang di cari?
Anna Fadhila adalah paket sempurna untuk seorang istri solehah. Tidak akan susah untuk mencintai dan menyayangi gadis itu.
"Hei...!!!"
Lamunan Syarief buyar saat Agus mengibaskan tangannya di depan wajah bengong Syarief.
"Kamu melamun, sobat," kata Agus sebal.
"Maaf, apa yang kamu bilang tadi?"
Agus mendengus, "ini sudah hampir jam satu. Aku yakin kamu belum sholat, Syarief."
Syarief membelalak, otomatis melihat arlojinya dan terlonjak, "astaghfirullah, kalau begitu aku duluan, Gus, sebentar lagi aku harus masuk kelas juga."
Syarief melesat pergi tak peduli dengan sotonya yang nyaris tidak tersentuh.
-----
"Assalamualaikum..." Syarief melangkah masuk ke dalam rumah yang pintunya tidak terkunci.
"Walaikumsalam, Mas aku di dapur!" Terdengar suara Anna menyabut.
Syarief tersenyum dan menyusul istrinya ke dapur. Rupanya Anna sedang menggoreng ikan dan sedang tidak bisa di tinggal.
"Maaf, Mas. Ini lagi tanggung," ujar Anna dengan wajah letih.
Syarief memandang ke sepenjuru dapur dan ruangan sebelah. Sangat berantakan.
Anna mengusap keningnya yang berkeringat dengan lengan baju, "tadi mbak Sari mampir ngajak Hanif. Bocah itu membuat rumah berantakan, mereka baru pulang. Maaf aku tidak sempat membereskannya," kata Anna.
Syarief menghela nafas, "tidak apa-apa, baiklah aku bisa bantu bereskan, kamu masak saja," katanya.
Anna cuma mengangguk dan melanjutkan masak sementara Syarief yang membereskan kekacauan di sepenjuru rumah.
-----
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
3 Hati ( Aku, Kamu & Dia ) √
RomanceSyarief Maulana meninggalkan kampung halaman dan mulai mengadu nasib di luar kota. Dia juga mau melupakan masa lalunya. Dia kemudian menikah dengan seorang gadis yang di kenalkan salah satu teman padanya. Anak dari seorang kiyai pengurus pesantren...