34

1.6K 55 5
                                    

Weekend ini Zee memutuskan untuk mencari udara segar. Setelah semalaman dia menjaga Tovan di rumah sakit. Berharap sang kakak tercinta bisa bangun dari tidur panjang nya. Tapi lagi lagi Zee harus kecewa. Karena kakaknya itu masih tertidur dengan sangat pulas.

Zee memilih menghabiskan waktu untuk berbelanja dan memanjakan diri ke salon. Meskipun itu hal yang sangat jarang di lakukan oleh seorang Zee.

Sekarang sudah jam makan siang. Tentu saja cacing yang ada di perutnya sudah mulai mengamuk untuk segera di isi. Dia pun melangkahkan kaki ke salah satu restoran yang ada di mall itu. Zee melihat sekeliling di mana dia harus menempatkan diri nya. Dia sengaja mencari restoran yang tidak terlalu banyak pengunjung tapi juga tidak sepi. Saat masih bingung ingin duduk di mana Zee menangkap sesosok orang yang di kenal. Zee pun mulai mendekati orang tersebut.

"Boleh saya ikut bergabung?" tanya Zee kepada orang itu. Orang yang di tanya bingung dan sedikit terkejut tentunya. Dengan cepat dia berdiri.

"Eh ibu! Silahkan duduk, bu" Raya mempersilahkan Zee untuk bergabung dengan nya. Zee pun ikut duduk tepat di depan Raya.

"Kamu sendiri?" tanya Zee sambil memilih menu apa yang akan dia pesan. "Tadi nya sama Adis, bu. Tapi dia pulang duluan karena ada urusan katanya". Setelah mendengarkan  jawaban Raya, Zee hanya ber-oh ria.

Pesanan mereka sudah datang. Dengan cepat mereka menyantap makanan yang siap di makan oleh mereka. Sepertinya mereka sama-sama kelaparan. Terlihat dari mereka yang hanya fokus dengan makanan itu.

"Sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan, tapi ini masalah pribadi" lagi-lagi Raya terkejut karena Zee berbicara santai kepada nya.

"Kita lagi gk di kampus, jadi gakpapa kan aku bicara santai? Lagian umur kita gak beda jauh" jelas Zee yang mengerti akan keterkejutan Raya. Raya hanya tersenyum canggung.

"Apa yang mau ibu tanyakan?" Raya masih berbicara sopan karena bagaimana pun Zee adalah dosen nya, tempat tidak merubah status mereka. Zee adalah dosen dan Raya adalah mahasiswi. Itu yang di pikirkan Raya. "Kamu ada hubungan apa dengan Leo? Aku gak sengaja liat kalian jalan berdua beberapa hari yang lalu"

Uhuk-uhuk. Raya tersedak minuman nya sendiri. Zee dengan santai memberikan tissu kepada Raya. Zee sudah menduga akan seperti ini kalau dia menanyakan hal itu kepada Raya.

"Saya gak punya hubungan apa-apa kok, bu. Kebetulan hari itu saya lagi nyari keperluan untuk apartemen saya. Tadi nya mau sama Adis tapi sayang dia ketiduran. Dan gak sengaja ketemu pak Leo. Dan ya semua nya terjadi gitu aja" sudah panjang lebar Raya menjelaskan tapi dia tidak mendapat respon dari Zee. Sekarang Zee malah terlihat melamun. Raya hanya diam dan sesekali melirik ke arah Zee.
Zee menatap Raya dengan tatapan yang entahlah sulit untuk di jelaskan. "Leo. Dia pria yang baik" beberapa saat Zee menjeda kalimatnya. "Sampai sekarang pun begitu". Dengan memberanikan diri Raya bertanya kepada Zee. "Ibu dan Pak Leo sudah kenal berapa lama?". Zee berpikir sejenak. Apakah dia harus jujur atau tidak kepada gadis yang ada di depan nya sekarang. Tapi Zee merasa Raya tidak bermaksud apapun menanyakan hal itu.

"Sejak masih SMA" jawab Zee jujur. Mereka sudah saling mengenal dalam waktu yang cukup lama. Tapi kenapa mereka terlihat seperti orang asing? Itu kira-kira yang di pikirkan oleh Raya.

"Saya dengar pak Leo dan pak Zain juga berteman". Meskipun ragu tapi Raya tetap memilih bertanya. "Ya mereka berteman sejak kuliah" jawab Zee singkat. "Apakah ibu dan pak Zain juga berteman sebelum akhirnya ibu dan bapak menikah?". Saat ingin menjawab Raya mendapat telepon dari Adis.

"Maaf, bu. Ini Adis nelpon" katanya tidak enak kepada Zee karena pembicaraan mereka harus terpotong. "Angkat aja siapa tau penting". Zee tidak terlalu ambil pusing dengan itu.

"Hallo, dis?"

"....."

"Oke gue ke sana sekarang" Raya pun memutuskan sambungan telpon nya.

"Kayak nya saya harus pergi duluan bu. Adis keserempet mobil"

"Kamu pergi aja, biar aku yang bayar"

"Aduh saya jadi gak enak. Tapi maaf saya harus pergi. Kalau ada kesempatan lagi biar saya yang traktir ibu" kata Raya setengah berteriak karena dia sambil berlari meninggalkan tempat itu.

Setelah seharian jalan-jalan Zee merasa lelah. Dia merebahkan tubuhnya di kasur besar milik nya. Zee memeriksa handphone nya. Ternyata ada panggilan tidak terjawab dari rumah sakit. Tanpa pikir panjang Zee langsung bangun dan pergi menuju rumah sakit.

Dengan berlari Zee masuk ke ruangan Tovan yang sedang di rawat. Ada dokter dan juga beberapa suster di dalam sana. Pikiran nya kacau, Zee takut terjadi sesuatu kepada kakaknya. Dia belum siap untuk kehilangan Tovan selamanya. Tidak! Zee tidak ada pernah siap untuk itu.

"Dok gimana keadaan kakak saya? Dia baik-baik aja kan?" butiran air keluar dari matanya. Zee menangis. Lagi. Dada nya sesak dan sakit. Seperti ada yang menghantam dada nya dengan sangat kencang.

"Tenangkan diri kamu dulu, Zee" kata dokter yang melihat kondisi Zee yang kacau.

"Dok..." panggil Zee. Raut wajah nya memohon agar sang dokter bisa langsung menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Karena dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi.

"Tovan baik-baik saja. Saat suster memeriksa keadaan nya. Suster melihat jari Tovan sedikit bergerak. Karena itu saya meminta pihak rumah sakit untuk segera menghubungi kamu"

"Tapi kenapa kakak saya belum sadarkan diri juga?"

"Itu hal yang wajar saat seseorang sedang koma Zee. Mungkin kita harus sedikit lebih bersabar lagi menunggu Tovan untuk sadar. Berdoa saja"

Setelah itu Dokter dan suster lain nya meninggalkan Zee bersama Tovan di sana. Rasa sesak yang ia rasakan kini mulai menghilang. Ada sedikit kelegaan dalam hati nya karena tidak ada hal buruk yang menimpa Tovan.

Di raih nya jemari Tovan. Di genggamnya jari-jari yang dulu sering menenangkan nya saat ada masalah dulu.

"Aku rindu belaian kakak" gumam Zee sambil membawa tangan itu mengelus pucuk kepalanya. Hal yang sering Tovan lakukan dulu kepada Zee. "Cepat bangun kak. Aku rindu" air mata nya menetes untuk yang kesekian kali. "Ada banyak hal yang perlu aku ceritakan sama kakak. Kebahagiaan ini ingin aku bagi bersama kakak. Apa kakak tau? Sekarang adik mu yang sedingin es batu ini mulai mencair. Teman kakak yang bernama Zain itu mampu meluluhkan aku, kak. Kakak senang kan? Sekarang ada yang menjaga aku dan melindungi aku seperti yang kakak lakukan dulu kepada ku. Tapi tetap saja, aku merindukan super hero ku. Aku mau kakak ikut bergabung bersama ku. Merasakan kebahagiaan yang aku rasakan"

"Jangan tidur terlalu lama, kak. Rasa nya aku gk bisa menunggu lebih lama lagi. Apa jadi nya aku kalau kakak pergi. Gak ada satu orang pun di dunia ini yang bisa menggantikan kakak, sekalipun orang itu adalah Zain. I love you and i miss you" Zee mencium pucuk kepala Tovan lama. Menyalurkan rindu yang teramat besar ini kepada nya.
"Zain aku perlu kamu sekarang" ucap Zee dalam hati sebelum akhirnya dia terlelap di samping Tovan dengan jari yang masih saling menyatu.

Because I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang