35

1.8K 62 5
                                    

Zee membuka mata nya secara perlahan. Dia merasa ada sesuatu yang menutupi tubuhnya. Dan hei! Tunggu. Sekarang dia tengah berbaring di salah satu sofa ruangan VVIP itu, seingatnya kemarin malam di tidur dengan keadaan duduk dan di samping kakaknya. Apakah dia tidur sambil berjalan? Pikir Zee.

Suara pintu terbuka dan muncul lah seseorang yang tidak pernah Zee duga sebelumnya. Zee berulang kali mengucak mata nya. Apakah sekarang dia sedang berhalusinasi? Orang itu semakin mendekat dan tak lupa senyuman besar yang tercetak di wajah nya.

"Udah bangun?" orang itu ikut duduk di samping Zee yang masih belum bisa menghilangkan keterkejutan nya.

"Zain!" teriak Zee. Ini bukan halusinasi, Zain benar benar ada di depan nya sekarang. Tidak! Dia duduk di samping Zee dengan kepala yang di sandarkan di bahu Zee.

"Iya sayang. Kamu gak perlu teriak. Aku denger kok" jawab Zain dengan mata yang tengah terpejam. "Kamu kapan datang?" tanya Zee masih tidak percaya. Apakah Zain bisa membaca pikirannya saat mengatakan dia membutuhkan Zain saat ini? Yang benar saja, itu tidak mungkin!. "Sekitar jam 6? Aku juga gak yakin" jawab Zain. Sekarang kedua tangan nya dia lingkaran di perut dan juga pinggang Zee. Zee tidak protes karena jujur dia sangat rindu seperti ini bersama Zain.

"Aku ngantuk Zee" lalu Zain membenarkan posisi nya. Dia berbaring dengan paha Zee yang di jadikan bantal. Zee mengelus lembut pucuk kepala Zain. Zee tau pasti sekarang Zain sangat lelah karena menempuh perjalanan panjang.

Tak lama setelah itu pintu tebuka kembali, ternyata kedua orang tua Zee yang datang. Mereka pun ikut terkejut melihat Zain yang tengah tertidur pulas. Tercetak jelas sekali bahwa menantu mereka sangat kelelahan.

"Kapan Zain datang, nak?" tanya Adam, ayah dari Zee. "Pagi tadi yah. Aku juga kaget karena waktu aku bangun dia udah ada di sini". Mendengar suara orang mengobrol Zain sedikit terusik dan dengan perlahan membuka matanya.

"Kami membangunkan mu, nak?" Adam tidak enak karena tau Zain sedang lelah. Zain langsung bangun dan bersalaman kepada kedua mertua nya itu. "Enggak kok yah. Ayah sama Bunda gimana, sehat?" tanya Zain. "Alhamdulillah kami semua sehat, Zain. Kecuali Tovan" raut sedih terpancar dari wajah Rehana. Suasana menjadi sedikit canggung. Rehana seharusnya tidak berkata seperti itu. Dia hanya terbawa suasana tadi.

"Ya sudah mendingan kalian berdua pulang dulu buat istirahat" kata Rehana melihat anak dan menantu nya begitu kompak. Yang satu dengan mata bengkak karena semalam menangis dan satunya lagi dengan mata sayu karena mengantuk. Serasi sekali bukan? Tanpa ada penolakan kedua nya bersiap-siap untuk pulang. Sebelum itu Zee dan Zain berpamitan kepada orang tua Zee dan tidak lupa juga dengan Tovan. Mereka berdua bersalaman dan Zee berjalan kearah Tovan yang tengah terlelap. Mencium kakak nya tanpa mengatakan sepatah kata pun. Dan di ikuti dengan Zain yang menepuk-nepuk pundak Tovan. "Gue yakin lo kuat" ucap Zain sebelum mereka benar-benar pergi.

Di perjalanan Zee dan Zain tengah mengobrol. Hanya hal-hal kecil yang mengundang gelak tawa mereka. "Zee kita mampir buat sarapan dulu ya. Biar di rumah bisa kita gunakan waktu nya untuk hal lain" ya ya ya. Zee mengerti maksud arah pembicaraan Zain.  "Terserah kamu saja Zain" mendengar itu senyun Zain mengembang. "Senang banget punya istri penurut" Zain mengacak-ngacak rambut Zee dan membuat pemiliknya memajukan bibirnya. Ahhh Zain gemas sekali.

Setelah sarapan kedua nya memutuskan untuk langsung ke rumah. Karena mereka sama-sama lelah. Dan tentu nya untuk melepaskan rindu satu sama lain.

"Zain kamu mau mandi air panas atau dingin?" tanya Zee dari dalam kamar mandi. "Apa aja asalkan mandi nya berdua sama kamu" jawab Zain sambil menyusul istri nya ke dalam. "Dasar kamu" ujar Zee malu-malu. "Mandi berdua ya" tidak perlu menunggu jawaban Zee karena apapun yang Zee jawab tetap saja dia akan mandi berdua dengan Zee.

Kedua nya tengah berbaring di kasur kepunyaan mereka. Zee yang tidur dengan tangan Zain yang di jadikan bantalan dan Zain yang tengah menjadikan Zee sebagai guling miliknya. Mereka larut dalam perasaan masing-masing. Sampai akhirnya Zee membuka suara lebih dulu.

"Aku seneng kamu datang meskipun cuma sebentar" ujar Zee. Sebenarnya ada perasaan tidak rela jika dia harus di tinggal Zain lagi. Tapi ya mau bagaimana lagi? Keadaan memaksa mereka untuk mengerti. "Aku sebenarnya mau tinggal lebih lama lagi sama kamu Zee. Tapi..." telunjuk Zee lebih dulu mendarat di bibir Zain agar suami nya itu tidak meneruskan kalimatnya. Zee tidak ingin bersedih sekarang dia hanya ingin menikmati waktu bersama Zain tanpa ada air mata. Zain yang mengerti memilih diam dan mencium Zee lama.

Mereka menghabiskan waktu dengan, ya kalian tau. Kewajiban seorang istri dan hak seorang suami. Hari itu adalah hari yang panjang untuk dua insan yang sangat merindukan satu sama lain. Zee bahkan melalaikan tugas nya sebagai seorang dosen. Dia tidak mengajar dan memilih menghabiskan waktu bersama Zain tentunya. Hanya untuk hari ini saja, tolong mengerti anak-ana😆

Hari sudah malam, Zee dan juga Zain siap-siap pergi ke bandara. Tapi mereka sama sama tidak rela. Dan sebelum benar-benar pergi Zain kembali meminta hak nya. Jadi lah mereka harus mandi dua kali dan itu memakan waktu.

Kedua nya sudah sampai di bandara. Tangan mereka tidak pernah lepas. Kedua nya saling menggenggam. Zee menyandarkan kepala nya di bahu bidang Zain. Zain terus menerus mencium aroma tubuh Zee. Dia akan sangat rindu sekali aroma ini. Sudah waktu nya mereka berpisah. Zee berusaha untuk tidak menangis tapi Zain terus saja menatap mata nya dan itu meruntuhkan pertahanan nya. Air mata nya mengalir dan Zee memeluh Zain erat. Zain membalas tidak kalah erat nya.

"Maaf aku harus pergi lagi" Zee tidak menjawab. Zee melepaskan pelukan nya dan tanpa aba-aba Zain mencium (kalian mengertikan? Aku tidak ingin menggunakan kata-kata vulgar) Zee di tengah-tengah bandara. Sekarang mereka menjadi pusat perhatian tapi mereka seakan tidak peduli dan tetap melanjutkan acara mesra-mesraan itu.

Sekarang Zain benar-benar harus pergi. Kecupan singkat kembali mendarat di pucuk kepalanya. "Aku pergi Zee. Nanti aku kabari kalau aku sudah sampai. Jangan menangis lagi, oke" Zain tersenyum dan senyuman itu di balas oleh Zee. Zain sedikit berlari karena dia hampir terlambat. Sambil melambaikan tangan kearah Zee. Saat Zain benar-benar hilang dari pandangan nya barulah Zee pergi dari bandara.

Because I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang