"Bim hotspot in gue Bim," ujar Prima begitu ia datang di kelas usai selama hampir 25 menit lamanya berperang melawan kemacetan Ibu Kota.
"Kuota gue tinggal dikit Prim, Geri aja deh." Bima menjawab sambil menyalin tugas Matematika dari buku Sandi.
Prina berdecak kesal, "Elah pelit banget lu! Kena azab aja mampus!" cibirnya, "Ger hotspot Ger, buat chat doang. Beneran dah."
"Handphone gue di tas, ambil aja noh," ujar Geri, dia juga tengah menyalin tugas matematika milik Sandi.
Usai mengambil ponsel Geri yang ternyata sudah ganti menjadi I-Phone 11, Prima menyalakan hotspot nya kemudian dia duduk di sebelah Sandi karena bangkunya kini tengah dipakai oleh Bima.
"Udah selesai PR lo?" Sandi yang sebelumnya tengah membaca buku fisika bertanya.
Prima menggeleng sambil menggulirkan layarnya mencari nama seseorang di dalam kontaknya.
"Belom," jawab Prima.
"Kenapa gak dikerjain?"
Prima berdecak kesal, "Ah elah, bacot banget dah! Diem dulu lo, gue lagi dalam keadaan genting nih!"
Sandi menghela napas sambil menggelengkan kepala, entah apa sebenarnya isi otak Prima. Sudahlah belum mengerjakan tugas yang harus dikumpulkan jam pertama nanti, eh ini diberi kemudahan tinggal menyalin jawaban Sandi saja dia tidak mau.
Untuk kali ini Sandi memilih untuk bersikap bodo amat, kadang dia capek mengingatkan Prima ini itu. Toh Prima sudah dewasa, Sandi pun pada akhirnya memilih untuk melanjutkan membaca buku fisika nya.
Usai menemukan nama kontak 'Renata' yang Prima cari, cowok itu segera mengiriminya pesan. Sudah beberapa hari Renata belum menjawab pesannya, pun begitu di sekolah dia tidak menemui Renata di mana pun. Prima menjadi berprasangka bahwa Renata memang sengaja menjauh darinya setelah insiden Frisli ngaku ngaku jadi pacarnya.
"Anjing! Online tapi chat gue gak dibales!" Prima mengumpat sambil menggebrak meja kala pesannya tidak dibalas ataupun dibaca meski sebenarnya Renata tengah online kini.
Geri yang sedang menyalin tugas pun tertawa mendengar cerocosan Prima, pun begitu dengan Bima yang duduk di sebelahnya.
"Positive thinking Prim, lo emang ga penting di hidup dia," ujar Geri sambil terkekeh.
"Mundur teratur Prim, biar gue yang gantiin lo maju," tambah Bima sambil terkekeh juga.
Prima mendengus cowok itu berdiri lalu seenak jidatnya menempeleng kepala Bima. "Gak usah banyak bacot buaya darat!" ujar Prima emosi.
Bima menatap Prima kesal sambil merapikan tatanan rambutnya yang dibuat berantakan oleh sahabatnya itu. "Lu teh ngeselin banget sih Prim, apa gunanya gue kasih pomade kalo ujungnya lo ancurin."
"Bodo amat njing, gak peduli gue!" ujar Prima, diapun memasukan ponselnya ke dalam saku celana abunya lalu bergegas keluar kelas.
"Lo mau kemana?! Tugas lo udah kelar emang?!" Geri meneriaki Prima yang tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba meninggalkan kelas begitu saja.
"Mau cari Renata!"
Jawaban Prima membuat Geri dan Bima geleng-geleng kepala tak habis pikir, sedangkan Sandi hanya meliriknya sekilas lalu kembali fokus pada buku matematika nya.
"Cowok julid kaya dia bisa bucin juga ternyata," ujar Geri sambil menggelengkan kepala.
"Gini ya wahai anak muda, setiap manusia itu pada hakikatnya memiliki bibit-bibit bucin yang terpendam dalam dirinya. Hanya saj--"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cowok Julid
Teen Fiction[Follow dulu sebelum baca] Update setiap hari! Prima Angkasa, dikenal sebagai cowok yang paling julid se-antero SMA Garuda. Hobinya mengomentari apa saja yang di matanya terasa kurang pas. Kalimat nyinyirannya begitu pedas, hingga terkadang jika tid...