44. Ungkapan Prima

5.1K 606 172
                                    

"Dan untuk kali ini aku tak akan malu mengakui bahwa aku sebenarnya cemburu."

-Cowok Julid-

Sekolah telah usai sekitar hampir 15 menit yang lalu. Prima duduk di atas motor beat birunya yang terparkir di depan pos Mang Jamal, cowok itu tengah menanti Frisli untuk memberikan tiket dies natalis sekolah yang Bima belikan sebagai traktiran hari ulang tahunnya.

Ngomong-ngomong soal Bima, cowok itu kesal sekali dengan Prima karena beberapa hari yang lalu gara-gara Prima dia harus membayar tagihan kantin sebanyak hampir lima ratus ribu rupiah untuk membayari makan teman-teman sekelasnya.

Meskipun terlihat kesal setengah mati, namun Bima tidak seperti Prima yang betah ngambek dengan temannya sampai berhari-hari. Baru juga sehari berlalu cowok itu sudah mengajaknya berbicara dan bercanda seperti biasa, dan boleh dikatakan itulah yang Prima sukai dari Bima.

Dari kejauhan Prima melihat Frisli yang keluar dari sekolah bersama dengan Abi di sebelahnya. Mereka terlibat pembicaraan yang seru sekali, bahkan Prima melihat Frisli tersenyum begitu lebar ke arah cowok peraih medali dari berbagai macam olimpiade itu. Jika Prima biasanya biasa saja melihat Frisli dan Abi, kali ini ada perasaan tidak suka yang teramat di dalam diri Prima.

Iya, dia cemburu melihat Frisli dengan cowok lain.

"Prima? lo kok belum pulang?" tanya Frisli begitu mereka berpapasan.

Prima sebisa mungkin tidak cemberut menatap dua manusia tersebut, bisa-bisa ketauan lagi kalau dia sekarang tengah cemburu melihat Frisli yang berjalan berduaan dengan Abi.

"Prima teh nungguin neng Frisli atuh, iya nggak Prim?" Mang Jamal yang duduk manis di pos ronda menyeletuk, padahal siapa juga yang mengajaknya berbicara.

"Iya, mau pulang bareng gak?" ujar Prima pada akhirnya.

Frisli tidak dapat menyembunyikan senyum di wajahnya, dia hanya membuat senyuman yang seharusnya lebar itu menjadi senyuman simpul. Frisli mengangguk, "Iya boleh."

"Yaudah gue balik duluan ya," ujar Abi.

"Iya, hati-hati."

"Gue cabut Prim," ujarnya sambil menepuk pundak Prima.

"Yoi bang."

"Sekali lagi, makasih Fris bukunya," ujarnya sambil mengangkat totebag yang berisi hampir 10 buku yang dia minta Frisli untuk belikan.

Abi pada akhirnya menghilang dari peredaran, suhu dalam tubuh Prima perlahan turun seiring hilangnya Abi dari pandangan matanya.

"Gue hampir seminggu nabung buat nraktir lo sop buah, mau nggak?" tanya Prima, dia benar-benar menyisihkan sebagian uang jajannya yang tidak seberapa itu untuk menraktir Frisli sesuatu.

Tujuannya sederhana saja, dia ingin berduaan dengan Frisli. Karena di sekolah jika dia berduaan dengan Frisli maka akan timbul perasaan tidak nyaman dalam dirinya sendiri, terlebih sejak kejadian memalukan di kantin waktu itu.

"Boleh banget!" Frisli berseru senang,setelah sekian lama akhirnya ada lagi kesempatan untuk bisa ngobrol berdua dengan Prima.

Motor yang Prima kendarai bergerak dengan kecepatan standar, meliak-liuk diantara kendaraan lain di jalanan ibu kota yang padat.

Matahari yang begitu terik membuat keduanya tidak sabar untuk segera memakan sop buah yang Prima pesan beberapa menit lalu setibanya mereka di salah satu lapak kaki lima yang berdiri di pinggir jalan.

"Ngapain tadi bareng bang Abi?" tanya Prima, dia masih saja kesal melihat Frisli dan Abi yang berjalan berduaan, mana tadi keduanya sempat melempar senyuman lagi.

Cowok JulidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang