49. Pacar Julid yang Sweet

4.3K 569 87
                                    

Usai pelajaran olahraga yang tentunya sangat menguras energi, Prima dan kawan-kawannya pergi ke kantin untuk mengisi tenaga. Sebenarnya ini merupakan pelajaran matematika, namun mereka justru memilih bolos, dan entah kenapa Sandi juga ikutan bolos seperti mereka tiga, padahal Sandi dikenal sebagai siswa dengan reputasi yang baik dan juga merupakan kesayangan guru-guru berkat kepintarannya.

"Lo yakin bolos San?" Geri memandang ragu ke arah Sandi.

Sandi membalas tatapan ragu itu dengan muka malas, "Emang kenapa, ga boleh gue sekali-kali bolos juga?"

Prima menyipit curiga menatap Sandi, cowok di seberangnya ini terdengar seperti bukan dirinya. Mana ada sejarahnya Sandi berkata mau bolos, yang ada dialah satu-satunya orang yang akan menceramahi teman-temannya apabila melakukan tindakan tidak terpuji semacam ini.

"Lo habis salah makan ya?" celetuk Prima.

"Atau Sandi teh habis kerasukan?" tambah Bima tambah ngawur.

"Apaan sih lo, gak jelas," balas Sandi, dia memutar bola matanya.

"Eh, gue mau cerita deh," ucap Prima, dia jadi teringat akan hal yang menghantui pikirannya selama beberapa minggu terakhir ini.

"Apa? Lo berantem sama pacar lo?" tebak Geri.

"Yaelah Ger, Prima sama teteh Frisli berantem mah hal wajar atuh.  Yang aneh teh kalo mereka berdua mendadak akur," ujar Bima, lalu cowok berbadan besar itu terkekeh.

"Bukan itu masalahnya."

"Terus?" tanya Sandi, alisnya terangkat sebelah.

"Gue udah ketemu bokapnya Frisli," ungkap Prima.

"Biar gue tebak, lo pasti gak sengaja nyinyirin bokapnya terus bokapnya Frisli jadi gak suka kan sama lo?" tebak Geri, karena dari sekian kemungkinan, Prima tidak sengaja nyinyirin Papanya Frisli adalah hal yang paling mungkin--mengingat bagaimana sifat alamiah Prima juga.

"Bukan gitu anjir!" bentak Prima, matanya melotot tidak suka. "Gue juga inget situasi kondisi kali kalo mau nyinyirin orang!"

Geri terkekeh melihat respons Prima. "Yaudah sorry, jadi masalahnya apa dengan lo ketemu bokapnya Frisli?"

Prima pun menjelaskan secara rinci bagaimana pertemuannya dengan Papa Frisli waktu itu, mulai dari kisah makan malam di restoran super mahal yang bagi Prima rasanya tidak enak sama sekali, mengenai kesulitannya dengan garpu dan pisau, dan juga mengenai permintaan pria itu untuk membujuk Frisli agar mau kuliah di luar negri.

"Gue bingung banget mau gimana, kalo gue beneran bujuk Frisli, dia pasti bakalan marah sama gue. Kalo gue gak bujuk dia, bokapnya pasti ga akan suka sama gue." Prima menghela napas kasar, dia ibarat harus memakan buah simalakama. Dua pilihan yang ada di hadapannya sama-sama memiliki konsekuensi buruk.

"Frisli tau soal ini?" tanya Sandi.

Prima menggelengkan kepalanya, beberapa kali Frisli memang sempat bertanya padanya, namun Prima tidak memberi tahu semuanya. Alih-alih memberi tahu kebenaran, Prima justru berbohong akhirnya dengan berkata Papanya hanya memberi wejangan untuk hubungan mereka berdua.

Entah Frisli percaya atau tidak, namun yang jelas setelah itu dia tidak lagi menanyakannya pada Prima.

Bima ikut ikutan menghela napas, dia seakan bisa merasakan kegundahan yang dirasakan oleh Prima. "Gue teh bingung mau kasih saran gimana."

"Sama, gue juga bingung." Geri menganggukan kepalanya setuju. "Lo pilih Frisli, berarti lo korban restu dari bokapnya. Kalau lo pilih bokapnya, bisa jadi Frisli malah marah sama lo."

Cowok JulidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang