36. Kebrutalan Bima

4.8K 645 157
                                    

Awalnya Frisli pikir mengajak Reza ketemuan adalah hal yang sulit, namun ternyata tidak sesulit itu. Reza langsung mau diajak bertemu tanpa perlu Frisli memohon-mohon.

Saat ini Frisli bersama Sandi, Bima, dan Geri tengah menunggu kedatangan cowok itu di dalam mobil milik Geri. Prima tidak tahu soal ini, karena kalau dia tahu sepertinya cowok itu tidak akan setuju. Bagaimanapun Reza telah membuat masalah yang sangat fatal pada hidup Prima dan keluarganya, cowok itu pasti akan menghindari Reza bagaimanapun caranya agar semuanya tidak bertambah buruk.

"Bim, lo seriusan petinju dulunya?" Frisli melirik Bima yang duduk bersebelahan dengannya di kursi belakang.

Sebuah kabar mengejutkan hari ini baru didengarnya, Bima bercerita bahwa dulunya dia menggeluti olahraga tinju dan bahkan sering ikutan turnamen nasional di bidang tinju.

"Yaampun, teh Frisli gak percaya gitu sama Bima?"

"Gak usah sok imut gitu cara ngomong lo, kalo ada Prima bakal habis lo dijulidin." Geri yang berada di kursi kemudi ikutan nimbrung.

Frisli tertawa, memang benar. Cowok satu itu apa-apa yang tidak sesuai di matanya pasti akan dikomentari pedas. Kalo gak gitu emang bukan Prima namanya.

"Tapi beneran tau, gue teh dulunya emang suka ikut turnamen tinju. Ngehabisin Reza doang mah, gampil." Bima menjentikkan jarinya, dia tidak sabar untuk bertemu Reza dan segera meninju wajahnya dengan keras.

"Iya deh percaya."

"Guys, gue mau ngomongin sesuatu," ujar Sandi, kemudian dia menoleh ke belakang dan semua langsung menatapnya dengan serius karena Sandi bukan tipe orang yang suka membicarakan hal-hal unfaedah.

"Apa San?"

"Lo semua kan berasal dari background keluarga yang mampu secara finansial, gimana kalo kita bantuin Prima? Kita patungan lah buat beliin motor baru buat Prima, kalo misal nanti hasil patungan kita kurang gue yang nambahin gak apa-apa. Terus urusan bokapnya nanti gue coba tanyain ke kakak gue siapa tau ada lowongan pekerjaan yang pas buat bokapnya Prima. Gimana?"

Ucapan Sandi benar-benar membuat mereka semua takjub, terutama Frisli. Cowok itu jiwa kesetiakawanannya sangat tinggi sekali, dia begitu peduli pada Prima.

Frisli jadi malu, padahal dia yang menciptakan kekacauan ini tapi kenapa tidak terpikirkan olehnya untuk membantu Prima sejauh itu?

"Gue setuju sih San." Geri menganggukan kepalanya mantap. "Gue gak bisa bayangin sih kalo jadi Prima rasanya kaya apa, udahlah dia dikeroyok terus motornya hilang ditambah bokapnya yang harus kehilangan pekerjaan begitu. Bisa gila kali kalo gue jadi Prima."

"Aing juga setuju, karunya pisan euy nasibnya si Prima teh."

"Lo gimana?" Sandi bertanya pada Frisli yang diam saja padahal Geri dan Bima sudah angkat bicara dan menyetujui usulan Sandi.

"Iya, gue juga setuju." Frisli menganggukan kepala.

"Oke kalo gitu deal ya."

"Iya sip."

Lampu mobil tiba-tiba menyorot ke arah mobil yang kini dinaiki oleh mereka berempat. Suasana sudah gelap, jadi tentu saja lampu itu menyilaukan pandangan. Mereka berempat pun keluar mobil karena Reza sudah datang.

Reza keluar dari mobilnya, cowok yang mengenakan setelan kasual itu tersenyum miring menatap Frisli yang berdiri tak jauh di depannya.

"Lo ngejebak gue Fris?"

"Lo juga ngejebak Prima kan? Jadi kita impas," ujar Frisli, dia bersedekap dada.

"Oh, ini soal cowok itu? Kenapa? Lo semua gak terima?" Reza maju mendekat, dia menaikan dagunya. Cowok itu nampak tidak menyesali sedikitpun perbuatannya pada Prima juga keluarganya.

Cowok JulidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang