41. Mulai Ada Rasa?

5.1K 625 105
                                    

Mulut memang pandai berbohong, namun tidak begitu dengan mata

-Cowok Julid-

Prima akhirnya bisa menghela napas lega karena ternyata apa yang ia takutkan tidak terjadi. Saat tiba di rumah Frisli, cewek itu sudah stand by di depan rumah jadi Prima tidak perlu repot-repot masuk ke dalam dan berpamitan dengan orang tua Frisli.

"Rumah lo gede banget anjir, gue jadi tambah curiga kalo bokap lo itu ngepet," ujar Prima ngawur, melihat seberapa megahnya kediaman Frisli tadi membuat Prima jadi kepikiran. Sebenarnya seberapa banyak kekayaan yang keluarga itu miliki?

Frisli refleks memukul pundak Prima karena cowok itu lagi-lagi berbicara sembarangan. "Kan gue udah pernah bilang sama lo, kalo bokap gue itu ga ngepet!"

"Tapi melihara tuyul? Atau pesugihan kan?"

"Ish Primaaaaaaa!!!!"

Prima terkekeh geli karena respons yang Frisli berikan. "Gue bercanda doang kali boneka setan."

"Nama gue Frisli ya!" Frisli berujar tidak Terima.

"Boneka setan adalah panggilan spesial buat lo, harusnya lo bersyukur punya panggilan spesial dari gue," ucap Prima, cowok itu menaikkan sudut bibir sambil melirik Frisli melalui kaca spionnya.

"Suka suka lo lah!"

"Iyalah lo suka gue, kalo bukan gue siapa lagi?"

"Apaan sih, gak gitu ya konsepnya!" Frisli sekali lagi memukul pundak Prima meski sebenarnya jantungnya sedang berdebar dengan keras saat ini.

"Gue gak salah ngomong kan? Lo emang suka gue Frisli, come on lah ngaku aja. Buktinya tadi lo ngirim emoticon love buat gue, maksudnya apa coba?" Prima tersenyum miring.

Padahal Frisli sudah melupakan kebodohannya tadi, eh sekarang Prima justru membuatnya mengingat akan kejadian memalukan itu kembali. Meski mereka tidak bertemu secara langsung saat Frisli melakukan kebodohan itu, namun tetap saja rasa malunya sampai ke ubun-ubun.

Entah di mana dia harus menyembunyikan wajahnya kini.

"Yaelah, lo dikasih emoticon love doang baper Prim? Idih, padahal itu cuma salah kirim doang kali. Gak usah kegeeran!" Frisli berkilah, Prima tidak tahu saja bahwa sekarang pipi Frisli rasanya memanas akibat saking malunya.

"Salah kirim itu cuma modus, dikira gue ga ngerti apa," ujar Prima, dia menarik senyumnya.

"Bacot banget lo, gak usah dibahas kenapa sih." Frisli bertambah kesal.

"Berarti beneran modus kan?"

"Ngapain juga modusin lo? kurang kerjaan banget gue!"

Prima terkekeh pelan, meski Frisli berkata tidak namun wajah Frisli yang Prima lihat melalui spionnya tidak bisa berbohong. Prima yakin betul, ada maksud tertentu dibalik emoticon tersebut.

Selanjutnya mereka saling diam satu sama lain, Prima yang fokus mengendarai motornya dan Frisli yang terlarut menikmati keindahan kota Jakarta di malam hari.

Motor beat berwarna biru itu akhirnya berhenti di parkiran sebuah pasar malam yang ramai oleh pengunjung.

"Kok kesini?"

"Gak usah nyari ribut ya anjir, lo tadi bilang terserah waktu gue tanya mau kemana. Dan sekarang lo malah nanya, kok kesini? Asli, cewek tuh emang ribet banget!" Prima merespon dengan kesal.

Tadi Frisli bilang terserah Prima saja mau membawanya kemana, eh sekarang pertanyaan cewek itu seolah-olah dia tidak suka Prima bawa kesini.

"Lo gampang banget emosi sih, heran gue," sahut Frisli, dia turun dari motor dan melepas helm.

"Gue bukannya emosi boneka setan!! Gue cuma agak kesel aja sama lo."

Frisli menghela napas, dia memandang wajah Prima yang tersorot lampu dari atas. Dalam hati dia bertanya, kapan ya dirinya dan Prima bisa akur dan tidak terlibat adu mulut hanya untuk masalah sepele seperti ini?

Menyadari Frisli memandanginya seperti itu, Prima pun bersedekap dada dia balik menatap netra cewek berambit panjang yang merupakan kakak kelasnya itu. "Dulu bilang muka gue kurang enak dipandang, terus ngapain sekarang malah ngeliatin gue, hm?"

Frisli gelagapan karena tertangkap basah, cewek itu segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Lo hari ini makan apa sih sampe sampe kadar kepedean lo meningkat 180 derajat begini? Gue itu ngeliatin di topi lo ada tulisan apa, siapa juga yang liatin muka lo!"

"Mulut emang bisa bohong Fris, tapi mata enggak," ujar Prima, dia lalu refleks meraih tangan Frisli dan menggenggamnya. "Ayo masuk."

Sentuhan itu bagaikan listrik yang dialirkan ke tubuh Frisli, seketika saja efeknya membuat jantungnya berdebar tidak karuan, kakinya lemas, juga pipinya yang memanas.

"Prim..."

"Apa?" balas Prima, dia terus saja berjalan tanpa melirik Frisli yang berada di sebelahnya.

"Lo kok pegang tangan gue?"

Seketika Prima langsung menghentikan langkahnya, dia kaget sekaligus malu jelas saja menyadari dengan seenak jidatnya cowok itu main menggandeng tangan Frisli. Prima langsung melepas genggaman tangannya dan mengusapkannya di baju.

"Astaghfirullahalazim," Prima masih mengusapkannya tangannya di baju.

Respon Prima membuat Frisli menautkan alisnya bingung. "Lo kenapa sih?"

"Lo gak inget episode satu?"

"Hah? Episode satu apaan?" Frisli semakin tidak mengerti.

"Iya, episode satu alias hari pertama lo sama gue ribut di kantin, pas ludah lo nyiprat ke muka gue."

Frisli menganggukan kepalanya, dia mengingat kejadian itu. "Oh yang lo ngatain gue anjing terus gue gak terima dan nyiram es teh ke muka lo kan?"

Prima mengangguk membenarkan. "Excactly."

"Kenapa emang?"

"Flashback aja," ujar Prima, "Sekarang tolong cariin pasir yang suci dong, gue gak sengaja megang anjing nih barusan."

Frisli refleks memukul pundak Prima, "LO NGATAIN GUE ANJING LAGI HAH?!"

Melihat Frisli emosi, Prima justru terkekeh. "Bercanda Fris, jangan marah gitu lah."

"Bercandaan lo ngeselin tau nggak! Gue nih lebih tua dari lo, sopan dikit kek!"

"Iya maaf, lagian kalo di logika ya, gak ada anjing secantik cewek di depan gue ini," ujar Prima, sudut bibirnya sedikit terangkat.

Frisli sendiri melongo di tempatnya berdiri. Dia antara percaya dan tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

Demi apa barusan dia dipuji cantik oleh Prima?

Ini si Prima lagi gak mabok kan?

Bibir Prima mencebik melihat respon yang Frisli berikan. "Kaya baru pertama kali dipuji cantik aja lo, gak usah lebay! Mending sekarang cari makan aja, laper banget nih gue."

Melihat Prima yang berlalu meninggalkan nya sendiri, Frisli mencubit tangannya, dia terlalu takut kalau semua ini ternyata hanyalah halusinasinya semata. Namun cubitannya terasa sakit yang tandanya bahwa kemungkinan besar ini semua nyata.

Frisli seketika tersenyum lebar. Jadi apakah ini adalah kode bahwa Prima juga mulai menyimpan rasa padanya?

Menyadari Frisli yang tidak ikut berjalan di belakangnya, Prima menoleh dan justru mendapati Frisli tengah senyum-senyum sendiri. Melihat senyum itu, Prima secara tidak sadar menaikkan sebelah sudut bibirnya.

"Malah senyum-senyum sendiri kaya orang gak waras! Ayo buruan boneka setan!!"

-Cowok Julid-

Cowok JulidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang