52. Baikan

2.5K 420 77
                                    

Sudah tiga hari terakhir ini Frisli marah padanya, masalahnya tetap sama. Guyonan Prima waktu itu agaknya dianggap serius oleh Frisli. Sejak hari itu, Frisli tidak lagi membalas pesannya, dia pun seakan mendadak hilang di telan bumi, cewek itu tidak pernah lagi Prima temui di kantin ataupun koridor sekolah.

Karena tidak tahan dengan situasi seperti ini, Prima yang biasanya anti sekali jika harus menghampiri Frisli ke kelasnya kini dia harus sedikit menurunkan egonya. Usai pelajaran berakhir, Prima langsung bergegas ke kelas Frisli yang jaraknya cukup lumayan. Prima harus melewati lapangan basket, masjid, perpustakaan, baru dia sampai di area khusus kelas 12.

Kelas Frisli telah bubar, namun beruntung dia dapat menemukan Frisli berjalan bersama ke 2 sahabatnya. Tanpa pikir panjang Prima bergegas menghampiri cewek berambut panjang itu. Dia berjalan tepat di belakang mereka bertiga tanpa berkata apa-apaan sampai akhirnya Naya menoleh karena dia menyadari pergerakan Prima di belakang mereka.

"Prima?!" seru Naya spontan saat melihat Prima berdiri di belakang mereka dengan wajah nyaris tanpa ekspresi.

Karena seruan Naya, Frisli dan Disty juga ikutan berhenti dan menoleh.

"Gue mau ngomong sama lo, berdua," ujar Prima to the point.

"Siapa? Gue? Naya? atau Disty?" Frisli bertanya meski dia tahu bahwa yang Prima maksud sudah pasti dirinya.

Prima menarik napasnya, lalu menghembuskannya kembali. Cewek itu di saat-saat seperti ini masih saja memancing emosinya. "Gue mau ngomong sama pacar gue, Frisli Anabella, alias lo boneka setan."

"Oh," respons Frisli santai, "yaudah ngomong aja."

Sekali lagi Prima menghela napasnya kasar, "Kan tadi gue udah bilang mau ngomong berdua." Prima mengubah nada bicaranya menjadi super lembut, bahkan dia memasang senyuman di wajahnya.

Melihat Prima yang tidak seperti biasanya, Disty melipat tangannya di dada, cewek itu tersenyum miring. "Idih, bisa lembut juga lo ternyata," sindirnya.

"Bacot!" hardik Prima, padahal belum ada satu menit dia berbicara halus, kini Prima sudah kembali ke Prima yang biasanya.

"Santai aja dong lo! Kalo bukan pacar Frisli udah gue--"

"--Dis udah jangan diladenin." Naya memotong ucapan Disty, dia memegangi lengan cewek itu mengajaknya pergi. "Cabut duluan aja yuk."

Disty menghela napasnya kasar, dia menatap Prima yang juga menatapnya dengan tatapan datar. "Fris, gue cabut duluan. Bye!"

"Kenapa tiap gue chat ga pernah dibales?" tanya Prima sesaat setelah Disty dan Naya pergi.

"Sibuk," jawab Frisli singkat, nadanya terdengar cuek.

"Sibuk ngapain?"

"Bukan urusan lo," jawab Frisli sambil membuang muka.

Prima menarik napas dalam-dalam, respons Frisli benar-benar menyebalkan.

"Gue minta maaf," ujar Prima pada akhirnya.

Frisli yang tadinya buang muka kini menatap Prima kembali. "Maaf? Buat apa?"

"Buat ucapan gue yang kadang suka kasar, buat bercandaan kemarin juga.. Gue gak bermaksud mencurigai lo atau apa, gue bener-bener bercanda pas itu, tapi karena lo ternyata nganggepnya serius, gue minta maaf. Gue minta maaf karena ga bisa jadi pacar yang baik, intinya gue minta maaf deh buat semuanya."

"Gak sekalian bilang minal aidzin walfaidzin mohon maaf lahir dan batin?"

"Frisli, gue serius." Intonasi bicara Prima terdengar benar-benar serius, wajahnya datar sekali.

Cowok JulidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang