51. Geri Curhat

3.9K 506 104
                                    

"Meminta maaf duluan tidak selalu membuktikan bahwa kita yang bersalah"

-Cowok Julid-

Waktu istirahat telah tiba, seperti biasa Prima dan ke tiga temannya pasti akan pergi ke kantin untuk mengganjal perut yang lapar. Dari kejauhan Prima melihat Frisli dan kedua temannya memasuki area kantin, seusai memesan makanan mereka bertiga duduk agak jauh dari meja Prima, tidak seperti biasanya.

Prima menatap Frisli, berharap cewek itu akan menyapanya duluan, namu  ternyata Frisli hanya memandang jutek ke arahnya sekilas lalu dia memilih buang muka.

Sudah dapat dipastikan Frisli pasti masih marah dengannya.

Kunaon lu sama teh Frisli? Berantem?” tanya Bima heran.

“Niatnya gue bercanda doang, tapi dia nganggepnya serius,” jawab Prima sambil mengaduk-aduk pop ice permen karet yang dipesannya.

“Biar gue tebak, bercandaan lo pasti keterlaluan kan?” respons Geri.

Prima menyeruput pop ice nya lalu dia mengendikan bahu, entahlah yang tadi itu keterlaluan atau tidak, yang jelas niatannya hanya sekedar bercanda.

“Samperin aja, minta maaf.” Sandi memberi saran.

“Gue? Minta maaf? Buat apaan? Gue itu nggak salah!!” Prima bersikeras tidak mau meminta maaf karena dia merasa bahwa bercandaan ya hanya sebatas bercandaan.

“Prim, minta maaf duluan ga melulu bukti bahwa lo bersalah. Tapi kadang, itu adalah tanda bahwa lo berjiwa besar dengan gak membiarkan permasalahan lo dengan orang lain itu berlarut-larut,” ucap Sandi, cowok itu bijak seperti biasanya.

“Gimana-gimana San? Coba ulangin kalimat lo barusan,” ujar Geri sambil mengeluarkan ponselnya dari saku celana.

“Lo mau ngapain?”

“Mau gue bikin story.”

“Lu teh pasti lagi berantem kan sama pacar lu,” tebak Bima.

Geri menganggukan kepalanya. “Dari dulu, setiap ada masalah, selalu gue yang minta maaf. Padahal salahnya Renata jauh lebih banyak dari gue. Gue tuh kadang capek gini terus anjir, selalu gue yang ngalah. Kesannya kaya gue terus yang berjuang di hubungan ini, dianya seenaknya aja kalau bersikap sama gue.”

“Yang sabar.” Prima menepuk pundak Geri beberapa kali.

Toxic juga hubungan lo,” komentar Sandi.

“Mangkanya, gue tuh sebenernya udah dari lama pengen putus, tapi—“

“—Tapi lu nya teh masih sayang kan?”

Geri menganggukan kepala membenarkan ucapan Bima. “Renata bener-bener beda dari ekspektasi gue saat kita PDKT maupun pas awal-awal pacaran dulu. Bayangin aja ya, masa dia sering banget pergi malem-malem sama cowok, malahan kemarin dia pergi sama mantannya liburan ke Bandung. Giliran gue marah, dia yang tambah marah. Ujungnya apa? Gue yang harus minta maaf.”

“Sekarang jadi masuk akal kenapa dia dulu deketnya sama Prima jadiannya sama lo.” Sandi mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Berarti ini teh emang cewek lu yang gak bener Ger!”

“Bukan bermaksud memperkeruh keadaan, kata Frisli Renata emang cewek gak bener sih. Gue awalnya justru marah pas Frisli ngomong kaya gitu ke gue dulu, tapi kalo dipikir sekarang ya ada benernya juga.”

Geri menghela napasnya berat, “Ah udah lah! Kenapa jadi gue yang curhat sih. Mendingan lo Prim, buruan minta maaf gih ke pacar lo.”

Prima menoleh menatap Frisli yang masih duduk di bangkunya sambil menyeruput lemon tea. Cowok itu pun berdiri dan bergegas menghampiri meja Frisli yang terpaut beberapa meja dari tempatnya duduk.

“Fris, pacar lo tuh.” Disty mencolek tangan Frisli, memberi tahu bahwa Prima berdiri tepat di sebelah cewek itu sekarang.

“Bodo amat,” jawab Frisli cuek, dia bahkan tidak melirik Prima sedikitpun.

“Lo marah sama gue?” tanya Prima.

“Nay, tadi gue curhat apa aja? Kasih tau dong ke ini orang,” jawab Frisli, nada bicaranya masih terdengar jutek.

“Frisli bilang, dia kesel sama lo karena nuduh dia yang enggak-enggak.”

Prima menghela napasnya berat, “Gue minta maaf kalau gitu.”

“Minta maaf lo nggak ikhlas,” respon Frisli, dia tadi sempat dengar Prima mengatakan bahwa semua ini bukan salahnya, jadi Frisli sudah tahu bahwa kedatangan Prima ke mejanya pasti atas desakan teman-temannya.

“Gue ikhlas ya!” nada bicara Prima meninggi.

Frisli berdiri dari kursinya, “Gue cabut ke kelas duluan ya guys.”

Cewek itu dengan begitu saja pergi meninggalkan mejanya, bahkan dia belum sama sekali menatap wajah Prima.

“Maunya apaan sih anjir?!! Heran gue.” Prima menatap kesal punggung Frisli yang bergerak semakin menjauh.

“Duduk dulu lo!” titah Disty, dan entah kenapa Prima menurutinya tanpa banyak protes. “Meski gue masih gak ngerti kenapa Frisli bisa jadian sama lo, tapi yang gue tahu dia beneran cinta sama lo.”

Naya menganggukan kepala membenarkan, “Selama gue kenal sama Frisli, cuma lo yang bikin dia beneran cinta bukan sekedar penasaran doang. Jadi rasanya lo salah besar kalau lo mencurigai Frisli bakalan selingkuh.”

“Gue nggak bermaksud sejauh itu padahal.” Prima menghela napasnya panjang, kini dia mulai menyesali perkataannya.

“Iya, gue paham. Mulut lo kan emang gak pernah dikontrol kalo ngomong,” cibir Disty.

Prima berniat untuk mendebat ucapan Disty, namun dia mengurungkannya karena merasa energinya lebih baik dipakai untuk hal-hal yang lebih penting, seperti memikirkan masalah-masalahnya sebagai contoh.

“Kata Frisli tiba-tiba lo juga minta dia kuliah di luar?” tanya Naya dan Prima menganggukan kepalanya. “Emang lo siap LDR-an?”

“Siap gak siap ya harus siap. Lagian ini semua permintaan—“ Prima menghentikan ucapannya karena dia tersadar ada hal yang seharusnya tidak ia ungkapkan.

“Permintaan siapa?” Disty menatapnya curiga.

Prima menggelengkan kepalanya. “Maksud gue, lagian ini semua demi kebaikannya dia juga kan?”

Disty masih menatap curiga pada Prima, instingnya berkata bahwa bukan itu sebenarnya yang hendak dikatakan oleh Prima. “Kalo ada yang ngeganjel, lo bisa cerita sama kita berdua.”

Naya menganggukan kepala, “Iya, lagian kita juga kan temennya Frisli.”
“Rahasia lo aman di kita, santai aja.”

“Halah bullshit,” cibir Prima, “Untuk urusan begini, cowok jauh lebih bisa dipercaya daripada cewek. Gue cabut dulu, bye!”

Prima sudah hapal betul kalau cewek ini ratunya bergosip, jadi kecil kemungkinan rahasia itu akan aman meski mereka sudah berjanji untuk tidak membocorkannya sekalipun. Beda dengan cowok yang jika sudah diberi mandat untuk menyimpan rahasia, maka akan benar benar dijaga

-Cowok Julid-

Cowok JulidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang