34. Santet

4.8K 648 142
                                    

Vote dulu sebelum baca, jangan lupa komen yang banyak juga☺

Happy Reading!!

-Cowok Julid-

Frisli mendekati ranjang Prima dengan perlahan, hatinya benar-benar potek melihat Prima yang terbaring lemah seperti itu dengan luka di beberapa sudut wajahnya. Cewek itu duduk di kursi yang terdapat di ranjang Prima, dia memandang wajah cowok itu cukup lama lalu akhirnya menghela napas berat.

"Maafin gue ya Prim," ujar Frisli, rasanya ingin sekali dia menyentuh tangan Prima dan mengelusnya lembut. Namun Frisli tidak bisa melakukan itu, itu terlalu berlebihan. Lagipula Frisli juga bukan siapa-siapa di hidup Prima.

"Ini semua salah gue, emang gak seharusnya gue menciptakan masalah yang ujungnya malah bikin lo keseret juga padahal lo nggak tau apa-apa." Frisli bermonolog, dia menatap Prima yang masih saja terpejam. Frisli benar-benar merasa bersalah, jika saja dia tidak berpacaran dengan Reza maka semua ini tidak akan terjadi.

Benar kata Naya, dia terlalu tergesa dalam mengambil keputusan sehingga logikanya tidak berfungsi dengan baik. Dan sekarang efeknya, yang menjadi korban justru Prima.

"Sakit banget ya Prim?" Frisli kembali bermonolog, dia memandangi lebam lebam di wajah Prima. "Tapi lo juga sih Prim bego banget, kan gue udah bilang gue gak mau berhubungan lagi sama lo. Ngapain juga lo percaya kalo mau gue ajak ketemuan di sana? Kalo lo agak pinteran dikit muka lo kan ga bakal babak belur gini."

"Bewisik." Gumaman dari mulut Prima membuat Frisli terlonjak kaget, perlahan Prima membuka matanya dan disitu Frisli sadar bahwa Prima tidaklah tidur sedari tadi. Dia mendengar semua yang Frisli bicarakan.

"Lo dari tadi ga tidur?" celetuk Frisli dengan jantung yang masih berdebar dengan begitu hebatnya.

Prima tidak menjawab pertanyaannya Frisli, dia justru membicarakan hal lain. "Ngawawin wo di sini? Katana ga mao bewhubungan sama gue lagi?" ketusnya.

Frisli terdiam sejenak untuk memikirkan jawaban yang pas karena Prima benar, Frisli selalu berkata bahwa dia enggan berhubungan dengan Prima lagi namun yang dia lakukan saat ini justru kontras dengan statement nya.

"Kenawa diwem?" tanya Prima lagi karena Frisli tidak kunjung menjawab.

"Oh, lo gak suka gue di sini? Yaudah gue pergi aja, assalamu'alaikum!" Frisli memberengutkan wajahnya, dia beranjak dari kursi dan hendak pergi namun Prima meraih tangannya dan membuat Frisli mendadak menjadi patung.

"Eh janwan pewgi," ujar Prima, sorot matanya sulit dideskripsikan. Yang jelas, rasanya baru kali ini Frisli melihatnya.

Entah kenapa Frisli memutuskan untuk duduk kembali, barulah setelahnya Prima melepaskan genggaman tangannya dan itu membuat Frisli bersyukur karena ketegangan yang Frisli rasakan sedikit berkurang.

"Prima, gue mau minta maaf banget karena ini semua gara-gara gue. Reza begitu sama lo, penyebabnya adalah gue." Frisli menghela napasnya panjang, perasaan bersalah itu semakin membesar semakin lama Frisli memandang apa yang sudah Reza lakukan pada Prima.

"Fwis...."

"Lo gak usah ngomong please. Pertama, suara lo gak jelas. Lo pikir gak susah buat kuping gue nangkep maksud perkataan lo? Yang kedua, kalo lo ngomong terus yang ada itu luka lo ga cepet kering Prima!"

Prima mendengus kasar,  baru saja Prima tersentuh dengan kata-kata Frisli, eh kini cewek itu justru kembali ke sosok yang menyebalkan kembali.

Bisa-bisanya dia berubah secepat itu, aneh sekali.

Cowok JulidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang