Renjun baru selesai membayar teh kotaknya begitu Chaewon datang sembari mengacungkan uang pecahan dua puluh ribu kepada Ibu Asih untuk membayar sebotol nutriboost cokelatnya sekarang.
"Cowok lo mana?" tanya Renjun ketika Chaewon meliriknya. Gadis itu mengedikan dagu, sebelum menyesap minumannya sambil bersender cuma-cuma pada etalase.
Renjun manggut-manggut, sebetulnya bersiap kabur. Malas menghadapi kecanggungan di antara mereka.
Apalagi, Chaewon kelihatan nggak mau bicara dengannya setelah temannya berurusan dengan Renjun dan merasa sakit hati.
"Nakyung masih kesel sama lo."
Renjun mengatupkan bibir.
Chaewon meliriknya, sebelum menunduk dan menutup kembali botol nutriboostnya. "Tapi tenang, dia udah move on. Lagian cowoknya yang sekarang walaupun nggak ganteng-ganteng amat tetep bisa dipercaya mulutnya."
Renjun mendesah pendek. "Sampe kapan lo mau nyinyir gue terus sih?"
Chaewon menatapnya, menelisik jauh sepasang mata Renjun dan membiarkan lelaki itu berakhir membuang muka.
"Babe!" Felix memanggil, melipat kardigan rajut milik pacarnya di lengan kiri sambil berjalan mendekat. Lelaki itu menatap keduanya bergantian, sebelum menghela napas ketika menyadari kelakuan pacarnya lagi.
"Ayo balik." ajaknya begitu sampai disisi Chaewon.
Renjun menatap mereka ketika mendapati raut tak suka kentara milik Felix sebelum pamit pergi begitu saja. Meninggalkan Felix yang sudah menatap Chaewon curiga.
"Aku nggak ngapa-ngapain." ucapnya membela diri.
"You teased him."
"No, i don't."
"You teased him, even if you know why he's act like that. Just because he loves you so much. Am i wrong?" sergah Felix kesal. Ia menatap punggung Renjun sejenak, lalu membuang muka. "Go home."
"Don't forget to buy a choco bar for me. You promised."
Felix menatapnya. Berakhir menghembuskan napas dan menyodorkan kardigan gadis itu.
"Take it." balasnya kemudian.
Chaewon tersenyum, memakai kardigan tersebut dan berakhir berjalan bersisian di sepanjang koridor menuju parkiran.
"Seems like a cutie pie. So cute." siul gadis itu sembari menatap ke arah yang lain.
"I hear you." tegasnya sekalipun sibuk menatap ponsel.
*
Bomin mengerutkan alis begitu mendapati Hyunjin sudah mengambil tempat untuk mengikuti technical meeting di sebelah Somi. Mereka berbagi tugas, Somi yang mengetik, Hyunjin yang bantu mengulang apa yang didengar. Dua orang itu duduk tepat dihadapannya.
Jadi setelah selesai mengamati mereka, Bomin menatap lurus ke depan. Mendapati Daehwi dan Sanha tengah berdiskusi dengan beberapa anggota OSIS lainnya selagi Seungmin dan Heejin berdiri menerangkan teknikal acara yang diadakan.
Menatap lembar kertas yang dibagikan, Bomin berakhir menghembuskan napas.
"Eh, sorry. Boleh minggir dikit nggak, gue mau foto papan tulisnya. Baru dateng nih, hehehe."
Bomin bergeser sedikit sebelum menoleh, mendapati Ryujin yang tengah menyengir sembari memegang ponselnya siaga. Sementara disisinya, Renjun terlihat antipati.
"Oke, oke." ucap gadis itu sembari menepuk bahu Bomin sekali lagi. Mencoba mengakrabkan diri dalam situasi apapun. "Eh, kebaca nggak sih Jun. Coba lo lihat nih."
"Lah anjir, lo motonya HDR nggak tadi bego?"
"Alah tuh mulut sopan amat tutur katanya." gerutunya sembari memperbesar gambar tersebut. "Tapi iya anjir ngeblur, Jun!"
"Yaudah poto lagi ah!"
"Ih, memori gue penuh. Pake hape lo aja!"
"Alasan!"
"Emang. Makanya sini hape lo!"
"Nggak ada!"
Bomin mengerutkan alis ketika penjelasan dari Seungmin sama sekali nggak masuk ke dalam kepalanya karena pertikaian Ryujin dan Renjun di belakang.
Jadi, setelah mengumpulkan segenap keberanian dari dalam diri... Bomin menoleh lagi.
"Min, udah bahas apaan dari tadi?" Tanya Nancy sembari menepuk bahunya. Bomin mengerjap, menatap gadis itu sesaat sebelum berakhir menjelaskannya dari awal. Sekalipun diam-diam, mata obsidiannya mencari Ryujin di belakang.
*
"Hyunjin!"
Hyunjin menoleh begitu rusuknya disenggol Somi ketika suara nyaring itu menyambut mereka dari kejauhan. Hyunjin mengangkat alis, menyipitkan mata sebelum berakhir tersenyum lebar. "Belom dipanggil udah dateng duluan. Dasar rentenir."
Somi menoleh, tertawa kecil sebelum menepuk bahunya. "Ya udah lo samperin aja kali. Lagian juga jarang-jarang Kak Naeun kesini kalo nggak ada urusan."
"Ya bener juga sih. Tapi ntar lo jadi nunggu sendirian di sini. Nanti ajalah gue kesana. Nunggu lo ada temen dulu." ujarnya tak enak hati. Somi memutar kedua bola mata. "Nggak usah sok dah, Jin. Gue udah khatam ya, tapi ya paling nggak lama. Daehwi katanya udah selesai rapat tinggal balik."
"Berarti sama Daehwi?"
Somi mengangguk, membiarkan Hyunjin tersenyum lagi. "Gue duluan kalo gitu."
"Eh, iya, Jin." Somi menahan tasnya sebentar. Menatap lelaki itu sesaat sebelum mengembuskan napas. "Kalo lo butuh bantuan gue buat nyari secret admirer lo itu, gue bisa usaha kok."
"Hah? Gimana nih gimana???" tanya lelaki itu meledeknya.
Somi mendecak, mendorongnya langsung. Mengusir temannya supaya menghampiri mantan kakak kelas mereka saja di seberang sana.
Somi menghembuskan napas. Memutar pandangan, dan berakhir mendapati Kak Sohye berjalan menuju lobi disambut kerumunan anak klub jepang yang baru selesai pertemuan.
"Ohh, mau urus ijazah kali ya?"
*
"Nyari Jeno apa gue?"
Sohye menengok, menyesap minumnya sebelum menatap jemarinya tanpa berkata-kata. Sementara Jaemin berakhir mencibir. "Udah punya Kak Wonu, tapi masih nyari kasih tak sampai. Dasar begajul."
Sohye menatap mantan adik kelasnya itu. Lalu tertawa kecil. "Sotoy lu, bocah."
"Ya abis ngapain celingukan padahal orangnya aja udah out dari klub sebelum lu lulus?" tanya Jaemin tengil.
Sohye nggak menjawab, cuma berakhir menyesap sodanya untuk kesekian kali. "Kabarnya gimana?"
"Gue atau Jeno?" tanya Jaemin sinis.
"Hikari." jawab Sohye kesal.
Jaemin mengedikan dagu, "Tuh lihat sendiri aja. Masih nggak jelas, main doang kegiatannya. Giliran materi si Noa langsung provokator suruh kabur. Bleguk." nyinyir Jaemin makin kesal.
"Kalo lo?"
Jaemin mengatupkan bibir. Sekalipun diam-diam melirik Sohye yang menandaskan sodanya.
Nggak tahu.
"Kak Wonu udah jemput di depan. Gue balik ya, daripada gue kena damprat." Sohye menepuk kepala Jaemin sekali, memamerkan senyumnya lagi. "Titip Hikari, Nana."