psycho - 32th Road

355 41 0
                                    


Hyunjin tahu kalau dia dan kembarannya berbeda dengan kebanyakan anak kecil sepantaran mereka. Ketika beberapa diantara anak mudah bersenda gurau di taman bermain, melakukan banyak kenakalan bersama, dan berakhir ditertawai oleh orang tua mereka karena tingkah lucunya. Hyunjin dan Yeji berbeda.

Untuk Hyunjin, itu dikarenakan daya tahan tubuhnya yang lemah, dan cenderung lebih rentan terserang penyakit. Hingga membuatnya bersahabat dengan tempat tenang dan menonton Bunda bermain gitar di ruang tengah rumah mereka. Kadang kala, setiap hujan deras datang, ketika Hyunjin ketakutan dengan suara petir yang menggelegar. Bunda akan mengalihkan perhatiannya sambil bermain piano bersama.

Menuntun tangan mungil Hyunjin menekan tuts-tuts indah bersamanya. Lalu mereka akan mengakhirinya sambil tertawa, bernyanyi, dan menari bersama.

Sejak kecil, Hyunjin memang anak Bunda. Sementara Yeji lebih sering bersama Ayah, entah untuk membaca buku bersama di perpustakaan atau pergi berdua ke suatu tempat.

Ketika Hyunjin tidak bisa keluar rumah karena tubuhnya, Yeji berbeda. Yeji tidak bisa keluar rumah karena tidak ada Ayah bersamanya.

Tapi suatu waktu, satu keajaiban terjadi. Yeji pergi keluar rumah tanpa Ayah, hari itu terik, Hyunjin bertanya-tanya di mana kembarannya. Bunda terlihat panik, dan Ayah untuk pertama kalinya terlihat kehilangan kendali emosinya.

Mereka mencari ke seluruh penjuru kompleks sementara Hyunjin hanya diam menonton televisi di rumah sambil menangis sesenggukan akibat dilarang Ayah dan Bunda ikut bersama.

Tapi Yeji tidak pernah pulang, dan segalanya tentang rumah berubah menjadi medan paling asing untuk ditinggali.

Bunda tidak pernah memainkan alat musiknya lagi, dan Ayah tidak pernah menampakkan diri.

Ada satu hal yang otak milik Hyunjin kecil salah mengerti. Itu bukan sebuah keajaiban, ketika kembarannya pergi tanpa Ayah dihari itu. Yeji menghilang, dan itu alasannya rumah terasa seperti neraka.

Rasanya putus asa. Tapi lama kelamaan, Hyunjin sudah tidak peduli. Selama dia berada di dalam kamarnya, layangan tuduhan juga bunyi barang pecah di luar tak ada artinya.

Selama dia membuat dunianya sunyi, semua itu tidak berarti apa-apa.

Ya. Begitu yang dia yakini, sampai semesta kembali memporak-porandakan dunianya dengan sejuta rasa pada langit jingga.

Hyunjin mendapati kembarannya pulang dalam dekapan ayahnya. Terlihat tidak ada yang janggal. Selain sepasang tangannya yang berdarah mengotori bagian depan sweater abu-abu Ayah.

Hyunjin mau bertanya. Mau sekali. Apa yang terjadi? Bagaimana keadaan kembarannya saat ini? Kemana saja dia? Bagaimana Ayah dan Bunda bisa menemukannya? Mengapa ada darah di sana? Banyak. Banyak sekali.

Tapi melihat Bundanya yang berjalan seolah tak bernyawa selama beberapa bulan terakhir sedang melukis senyum lembut kepadanya membuat segala pertanyaan tentang apapun yang terjadi pada kembarannya menguap.

Hyunjin mendekati Bunda, mendekap perutnya dengan lengan mungilnya. Membiarkan Bunda membalasnya dengan berjongkok dan balik menghirup dalam-dalam aroma tubuhnya.

"Maaf.... Maaf karena Bunda udah jahat sama Hyunjin ya?"

Sebagai anak laki-laki Hyunjin kecil  tidak mau untuk menangis. Sekalipun Tuhan tahu kalau kebekuan di dalam hatinya itu sudah melebur menjadi rasa haru.

"Iya. Iya, Bunda. Nggak pa-pa."

Sore itu Bunda mengajak Hyunjin kembali mengulang semua yang sudah mereka lupakan selama beberapa bulan terakhir bersama.

Psycho ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang