psycho - 13th Road

444 39 1
                                    

Chaewon yang akhir-akhir ini menjauh bukan Hyunjin nggak menyadarinya. Namun alih-alih mencari, lelaki itu justru bersyukur mereka menjaga jarak dulu seperti ini. Setidaknya, Hyunjin masih tahu diri kalau dirinya sendiri butuh waktu setelah mengungkit rasa yang dia kubur sejak lama. Cowok itu, cuma nggak mau berpura-pura kalau dia baik-baik saja.

Sebab perasaannya bukan perkara remahan roti. Hyunjin tahu jelas tentang itu.

Jadilah dia berada di kantin bersama dengan Bomin dan Jinyoung sekarang. Hal yang membuat kedua temannya mengatupkan bibir begitu menyadari sesuatu yang berbeda. Sebab Hyunjin terasa tampak kosong.

"Ribut lagi sama Yunseong?" tanya Bomin akhirnya. Jinyoung yang sedari tadi mengaduk es teh manisnya dengan sedotan jadi menoleh. "Yunseong apa Chaewon nih?" tanya Jinyoung ikutan.

Hyunjin menatap mereka bergantian, menyesap minumnya sebelum menggelengkan kepala. "Kaga, cuma lagi kepikiran aja."

"Ohhh, jangan-jangan kepikiran secret admirer lo lagi ya?" tanya Bomin sok tahu lagi. Jinyoung menyenggol rusuknya, sementara yang disenggol jadi mengulum bibir. "Ya... Maaf."

Hyunjin cengengesan. "Dikit." ucap cowok itu akhirnya.

Bomin melototi Jinyoung, berusaha membenarkan diri. Sementara yang dipelototi berakhir melengos, menatap Hyunjin sebelum mengedikan dagu. "Udah kepikiran buat cari tahu?"

Hyunjin memainkan jemarinya di atas meja, menatap kedua temannya bergantian. "Menurut lo berdua gimana? Lebih bagus tahu atau nggak tahu sekalian?"

Jinyoung tersenyum. "Waktu itu gue lagi jalan sama cewek gue ke apotek buat beli obat. Natrus dijalan pulang, dia tiba-tiba nanya gue kayak gini.."

"Menurut kamu, kalo di dunia ini ada yang ngejual obat jujur sama obat bahagia, obat mana yang bakal paling laris menurut kamu?"

"Natrus jawaban lo?" tanya Bomin sembari mengerjap penasaran.

Jinyoung mendecak. "Sampai sekarang masih belum gue jawab, karena bener-bener clueless anjir. Coba aja lo bayangin, bahagia tapi palsu, atau jujur tapi nyelekitin hati. Bisa nggak?! Lagian kalo dipikir-pikir lagi kenapa nggak beli dua-duanya sih? Biar abis dengerin yang jujur dan bikin nyelekit langsung bahagia lagi?!"

"Natrus inti lo prolog panjang lebar tuh apa ya bang????! Ninyi iji nih giwi." nyinyir Bomin dongkol.

Jinyoung melengos, menoyor kepala Bomin sebelum melipat kedua tangan di depan dada. "Tapi gue punya jawaban orang lain, kebetulan waktu gue nobar drakor sama Ayah Minhyun, itu scene lewat tuh langsung."

"Drakor apa tuh?" tanya Hyunjin akhirnya bisa lebih tenang dengan seulas senyum begitu mendengar celotehan temannya tentang 'nobar' dan 'drakor sama Ayah Minhyun'.

Bomin mengibaskan kedua tangan di depan muka. "Jawabannya dulu apa jawabannya."

"Can living without knowing the truth be called life?






*

Sanha nggak bisa tidur nyenyak sekalipun semalaman dipuk-puk Mama. Banyak mimpi buruk yang berdatangan, mimpi dijam tiga mungkin yang paling parah menurutnya. Sebab disana dia bermimpi Nako meminta putus karena tahu sang pacar alias Sanha masih tidur di kamar orang tuanya! (dipuk-puk mama pula!)

Sanha bergidik, menatap sarapannya sembari melirik Hitomi yang tengah mengobrol santai dengan Mama. Pencitraan gadis itu mulus sekali. Pantas Mama nggak mempercayai Sanha seperti biasa.

"Sanha nanti berangkat bareng Hii-chan kan?"

"Oh, nggak Mama-nya Sanha. Hitomi berangkat sendiri."

Psycho ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang