Hitomi mengusap kupingnya beberapa kali setelah akhirnya Sanha menghilang dari jangkauannya. Gadis itu kini merebahkan diri, menatap langit-langit kamarnya dan berakhir mengulas senyum segaris.
Ia mengangkat tangan kanannya, menatap ruas-ruas jemari tersebut seksama. Mengamati bagaimana bisa mereka bisa gemetar terus-terusan hanya karena siluet dan suara tawa mengerikan seseorang yang tidak dikenal?
"Bukannya tidur!" ujar Sanha sembari melengkapi ruang kosong pada jemari Hitomi dengan jemarinya. Membiarkan mereka menonton sepasang tangan bertautan itu sekarang.
Wah, entah sejak kapan lelaki itu mengambil tempat disisinya.
Hitomi meliriknya tak percaya, "Lo ngapain balik lagi sih?" tanyanya sembari menarik tangannya segera. Langsung menyembunyikannya dibawah tangan kiri tepat diatas perut. Sedetik kemudian dia mengedikkan dagu sinis ke arah pemilik kamar. "Pergi sana! Udah malem bukannya tidur!"
Sanha menoyor kening gadis itu pelan. Menatapnya sama nyolot. "Ngaca lo bego!"
Hitomi mencibir, menepis telunjuk Sanha sembari membenarkan posisi tidurnya, tepat menatap langit-langit kamar sekarang. "Gue nggak bisa tidur kalo lo disini." celetuknya masih sinis.
"Kalo gue justru nggak bisa tidur kalo nggak disini." tutur Sanha sembari melipat kedua tangannya di belakang kepala. Ikutan Hitomi menatap langit-langit kamar. Hal-hal sepele yang sebetulnya belum pernah dia lakukan.
"Bukannya sekali dipuk-puk langsung molor?" ledek gadis itu dibalas helaan napas panjang. Sanha meliriknya lagi. "Dari lo nginep disini, gue jadi gabisa tidur nyenyak. Entah dipuk-puk berapa kali sama Mama. Mimpi buruk terus tahu nggak?" balasnya kelewat dongkol.
"Kenapa? Takut gue cepu?" tanya gadis itu tenang, namun penuh segudang olokan.
"Bukannya udah?" balas Sanha sengit.
Hitomi menoleh, mengerjap singkat. Namun tak memilih berkata apapun ketika Sanha masih sibuk menatap langit-langit kamarnya sambil berpikir. Tanpa cewek itu tahu kalau Sanha sedang memutar otak untuk memilah kata yang akan diutarakan padanya.
"Lagian, alasan gue sekarang disini bukan itu." Sanha memberitahu, entah sejak kapan nada suaranya berubah tidak semenyebalkan biasanya.
"Gue cuma... Nggak mau aja terlambat waktu lo butuh bantuan." Sanha menarik napas, memutar pandangannya sebelum tersenyum patah.
"Misalnya kayak tadi di sekolah. Waktu lo gedebruk nimpa Yireon, aduh kasian itu tuan puteri sebenernya, pasti sekarang badannya sakit-sakit."
Hitomi masih setia menatapnya tanpa menyela ketika telinganya mendengarkan cerita itu. Gadis itu mengerjap singkat, sebelum berakhir membuka mulut dengan wajah datar.
"Gue tahu nih lo kenapa."
Anjir anjir anjir anjiYYrrrrrrr
Kenapa jadi jantung gue yang dag dig dug BANGSATTTT?!
"Apaan?" tanya Sanha mencoba kalem. Tapi tetap saja vibe nyolotnya nggak bisa hilang sekejap pemirsa.
"Superhero complex tuh. Hati-hati lo."
WUANJINK
"Superhero complex gigi lo?!!!!" serunya sembari melempar bantal ke badan Hitomi dongkol.
Ia melototinya, kembali mengomel sembari mengusap wajah kelewat gusar. "Bukan itu poinnya, anjritttt!!! Kenapa sih lo nggak bisa ngerti?!"
Hitomi melengos pelan, menarik selimutnya sampai leher dan berakhir memunggungi Sanha. "Tidur sana tidur." usirnya tak peduli.
"Gigi lo tidur!!!" sungut Sanha mengambil bantalnya kembali. Dia berjalan emosi menuju sofa, merebahkan diri di sana, tentunya dengan muka super kecut menatap punggung Hitomi kelewat dengki.
"Gaya lo superhero complex, San. Harusnya ngaca noh sama Bang Jaehwan." gerutu si perempuan yang masih sampai ke telinga lelaki dongkolan macam Sanha.
"Siapa yang peduli sama Bang Jaehwan? Siapa gue tanya siapa, ha?!" rutuk Sanha sebelum ikut memunggunginya.
Buyar sudah niatnya mengajak Hitomi berdamai.
*
Changbin sedang mengecek ponselnya untuk memantau keadaan Chaewon ketika keempat temannya sudah berjalan lebih dulu memasuki sekolah.
Menilik hal-hal buruk yang terjadi bersarang di sekolah, mereka berlima berniat mencari tanda-tanda si peneror di sini.
Doyeon menghela napas, menatap sekeliling sembari bertolak pinggang dan mengusulkan ide sekarang.
"Bagi tugas aja deh. Gue sama Yena ke lantai tiga, Mas Mingyu sama Seungkwan ke belakang sekolah, Changbin sama Woojin lantai satu." usul Doyeon sembari menggosok hidung mancungnya.
Changbin menatapnya tak setuju. "Lo sama Yena jangan disatuin, mau sekekar apapun si bebek dia tetep cewek."
"Bangsat sekali Changbean ini." maki Yena sembari memutar pandangan.
"Gua aja sama Doyeon." ujar Mingyu dibalas anggukan setuju yang lain. Seungkwan menggaruk dagunya, "Gue sebenernya sama-sama cupu kayak Yena. Jadi mending gue sama lo aja dah, Bin!"
"Siapa juga yang mau sama lo, heh?!" balas Yena sengit.
Woojin mencibir, ujungnya pun setuju ketika gadis itu sudah menyeretnya ke tangga menuju lantai dua. "Gue atas ya!" serunya memberitahu.
Mingyu menyengir, "Gue lantai ini aja dah. Lo berdua belakang oke? Gue kan sama Doyeon nih. Lo berdua laki."
"Ngerti gua, bang! Ngerti! Lo sama cupunya kayak gue kan?! Ngerti!" balas Seungkwan direspon tepukan Changbin dipunggung. "Yaudah ayo, nanti kalo makin sore lo tambah takut!"
Doyeon menggaruk pelipisnya, menatap sekeliling sebelum melihat Mingyu kelewat nggak yakin. "Lo yakin nggak takut, Mas?"
"Ya takut! Makanya gue minta sama lo, biar punya alesan ngecek disini anjir!" balas Mingyu terlanjur parno.
Doyeon bergidik, merapat juga pada kakaknya. "Lo kabur duluan gue kutuk jadi tai ya, Mas?"
"Mana tega sih gua?!"
Meanwhile Yena dan Woojin.
"DORR!"
"KKAMJAGIYA!" Teriak Woojin kaget duluan.
Yena terbahak, "Mantap, Pakujin!" teriaknya tak berdosa. Woojin menatapnya tak habis pikir. "Abis ini lo nangis-nangis minta tolong gue tinggal sekalian!" ancamnya dongkol.
*
Shuhua mengunyah rotinya buru-buru sewaktu pesan masuk datang. Guanlin meliriknya, namun memilih pura-pura tak melihat dan sibuk dengan makannya. Apalagi ketika gadis itu pamit duluan karena sudah dijemput teman.
Shuhua menyengir, "Gini ya rasanya dibutuhkan orang tampan?" tanya si perempuan sembari mengambil helm dari tangan lelaki dihadapannya yang sudah menahan senyum manis dibibir.
"Kambuh lagi lo?" tanyanya geli.
Shuhua terkekeh, menyentuh punggung Seungmin sebelum bergerak cepat menaiki motor lelaki tersebut. "Bawanya santuy aja, Min. Masih pagi, enak buat pelukan."
Seungmin tergelak, menepuk sepasang lengan yang melingkari perutnya sebentar sebelum benar-benar melajukan motornya pergi.
"Pacarnya Shasha itu?" tanya Mami disisi Guanlin yang tengah mengintip. Anak laki-lakinya tidak menjawab, sibuk mengirim pesan untuk seseorang.
guanlin lai
baru berangkatjaemin jams
oh, ok. sans bro, hahaGuanlin menarik napas, menyimpan ponselnya kembali sebelum memijat bahu Mami lembut. "Udah, nggak usah kepo, Mi. Lanjut sarapan lagi aja sama aku."
jaemin jams
tapi sama lo kan?
