Sanha terdiam begitu Hitomi menubruk tubuhnya karena kehilangan keseimbangan untuk mengerem setelah berlari dengan kecepatan tinggi untuk mengejarnya. Gadis itu meringis, sementara Sanha mendecak.
"Pergi kemana lagi tuh orang?"
"Lo ngapain sih?!"
Sanha berbalik, berniat memarahi Hitomi balik andai wajah memerah gadis itu tak meredam amarahnya begitu saja. Hitomi mengusap keningnya sebal, sementara Sanha berakhir menghembuskan napas pelan.
"Sakit?"
"Sakitlah! Pake nanya lagi."
"Lagian lo ngapain ngejar gue? Jadi nabrak kan lo." Sanha meraih wajah gadis itu, menunduk untuk melihat keadaan kening Hitomi sebelum mencibir pelan. Belum menyadari jarak yang menyempit diantara mereka.
"Yailah, gitu aja sebelnya sampai ubun-ubun. Muka lo merah banget tadi, pasti kesel banget kan sama gue? Mau ngutuk gue kan lo?"
Hitomi menggeram, "Elo tuh."
"Tapi lo denger suaranya kan, Ti? Ssrrk. Srrkk. Gitu? Lo denger kan?" potong Sanha ketika gadis dihadapannya masih kehilangan kata-kata.
Hitomi menatap sepasang mata Sanha bergantian, lalu berakhir mundur selangkah dan merapikan seragamnya. "Nggak tuh."
"Hii-chan." Sanha menatapnya nggak suka.
"Betulan." jawabnya tak ingin dibantah. "Udah sore nih. Ayo pulang."
"Masa lo betulan nggak denger sih? Keras kok suaranya."
"Beneran."
Sanha menatap lorong itu sekali lagi, menajamkan penglihatannya sebelum mengepalkan tangan. Kalau Sanha nggak mengeceknya sekarang, dia nggak bakal bisa tidur semalaman.
"Sanha."
Miaw.
"Tunggu."
Sanha berjalan mendekati gudang itu, menempelkan telinganya dipintu untuk mencari sumber suara kucing yang tadi mengusiknya. Kali ini, Sanha serius menajamkan indera pendengarannya.
Miaw.
Miaw.
Miaw.
Bukan. Bukan dari situ suaranya. Sanha menjauhkan diri, berganti menatap pintu toilet tersebut sebelum mendekat.
Brak!
Hitomi mematung ketika orang itu keluar dari pintu kamar mandi, berlari cepat menuruni tangga dan membiarkan tubuhnya menggigil hebat disusul tangisnya yang pecah.
Itu orangnya.
Mimpi buruknya.
"HITOMI!" Sanha berteriak, merengkuhnya dalam sekali tarikan. Membiarkan gadis itu berpikir kalau tidak ada hal yang buruk akan terjadi. Tidak selagi ada Sanha bersamanya.
"Ssh. Sshhh. Maafin gue. Maafin gue. Lo benar, harusnya kita pulang tadi. Maafin gue, roti."
*
"Lah yang lain nggak dateng? Cuma lo bertiga? Tumben amat."
Bomin berkomentar selagi menatap teman-temannya yang tampak sibuk sendiri. Lucunya, Haechan kelihatan paling berantakan sekarang. "Etdah, tuh muka kusut amat. Kenapa sih?"
"Somi pacaran sama Guanlin, Min." celetuk Jaemin sebelum kembali fokus dengan permainan billiardnya.
Bomin terdiam. "Guanlin?"