Sepasang matanya menatap apa yang terjadi pada layar dihadapannya sebelum tersenyum miring. Punggungnya bersender lelah, sementara jantungnya berdebar menikmati apa yang terjadi.
Tidak sia-sia juga dia memaksa orang untuk menyadap CCTV sekolah itu.
Mata tajamnya mengikuti kemana lelaki itu pergi setelah mendorong Naeun sampai hati, membiarkan tubuh basah kuyup gadis itu berakhir menekuk menyeramkan dengan kepala bersimbah darah.
Tayangan berganti, menampakkan tubuh kurus lelaki itu yang membasahi sepanjang lorong termasuk tangga dengan air.
"Untuk mengaburkan barang bukti?" dia bersuara serak, mendekatkan wajahnya ke layar sembari mengusap dagunya penasaran. "Sekarang mau kemana?"
Bibirnya mengulas senyum lebar ketika lelaki itu menatap CCTV dengan seringaian hambar, menunjukkan sepotong kertas kepadanya sebelum menutup CCTV itu dengan sesuatu.
"Jadi... Mati ya?"
Hwang Yeji berujar datar, memutar kursi duduknya menatap foto-foto yang tertempel memenuhi tembok kumuh dihadapannya.
"Mati satu." Yeji bangkit dari duduknya, mengambil spidol merahnya untuk mencoret wajah Naeun di sana.
Matanya berpindah ke arah lain, menatap potret Seo Changbin dengan seringain miring. Mengetuknya dengan badan spidol tersebut sebelum tertawa. "Sebentar lagi, lo juga menyusul."
Ia mengambil potret tiga orang lainnya, target pentingnya.
"Kalau dia mati," Yeji mengusap foto wajah mungil gadis itu dengan serius. "Hyunjin bakal benar-benar membunuh gue."
"Chaewon, lo yang terakhir ya." Yeji memasang kembali potret itu di tempatnya. Lalu menatap dua potret ditangannya sekarang.
"Salah satu dari kalian bakal menyusul sekarang. Nanti kalau udah sampai ditangan gue, jangan berpikir buat kabur kayak Naeun itu. Dia bodoh, bisa-bisanya nggak sadar kalau gue berusaha memperingatkan dia."
Yeji mengomeli dua potret itu, "Satu-satunya orang yang bisa sama Hyunjin itu gue."
Bibirnya melukis senyum lebih lebar lagi. "Karena dia... Dia udah nggak waras."
Ia menyimpan kedua foto itu disakunya, memakai hoodie tersebut sebelum menjemput targetnya sekarang.
*
"Kamu ada di mana?"Guanlin mendengar suara Somi yang meneleponnya ketika lelaki itu sengaja mengambil tempat sepi jauh dari keramaian. "Aku lagi ngumpul nih sama anak-anak."
"Anak-anak?"
"Iya."
"Malem banget, Lin? Sama siapa aja?" Guanlin memutar pandangan, mendapati Jinyoung, Noa, Jeno, Eric, Sunwoo, Hyunsuk, dan Ryujin yang menyempil diantara mereka sambil tertawa-tawa tanpa peduli dengan nyamuk yang hinggap di kedua lengannya yang terbuka.
"Noa, Eric, gitu-gitu." Guanlin berdeham. "Sebentar lagi juga mau pulang, doain aja ya sayang."
Guanlin menarik napasnya dalam sementara Somi mengangguk-angguk di seberang sana. "Iya, kamu tuh yang penting hati-hati. Baca doa jangan lupa. Bawa motornya jangan kenceng-kenceng ya? Aku takut kamu kenapa-napa."
"Iya."
"Yaudah, aku tutup ya? Udah malam juga, aku mau maskeran dulu. Dah, sayang."
"Somi."
Guanlin memanggilnya untuk sesaat, bibirnya mengulas senyum tipis ketika jantungnya berdebar nyaman.
"I love you. More than anyone really do." katanya, dibalas tawa kecil Somi.