Hyunjin menatap puluhan surat yang sudah ia terima sebelum menghela napas. Kepalanya mengangguk pelan sembari jari-jemarinya meraih amplop pertama yang dia terima dari orang itu. Kembali membaca tulisan tangannya yang mulai terasa familiar setelah puluhan surat itu selalu datang.
Your peace is more important than driving yourself crazy cause trying to understand why something happened the way it did and you never stop to think about that
Hyunjin menyimpannya kembali, mengumpulkan semuanya jadi satu dan menyimpan di kotak tersebut lagi. Setidaknya meskipun puluhan cokelat lain sudah tak kelihatan wujudnya, Hyunjin masih memiliki surat-surat ini.
Sekarang, hanya melihatnya saja membuat perasaannya lebih baik.
Hyunjin menarik napas, menatap lacinya sejenak sebelum melirik paper bag berisi vinyl pemberian ayah Felix yang belum dia buka. Bibirnya berkedut sesaat ketika jemarinya terulur untuk membukanya.
"Bang, makan dulu!" seru Yunseong yang kepalanya menyembul dari balik pintu. Muka datarnya menyapa dengan cara menyebalkan. Membuat Hyunjin mencibir dan menurut juga akhirnya. "Lo beli apa emang?"
"Pecel lele tuh di depan." ujarnya sembari menggulung kemeja flannelnya sampai siku. Hyunjin mengikutinya menuruni tangga, menonton Yunseong membuka bungkusannya untuk diletakkan diatas piring sebelum menggumam sesaat.
"Seong, gua penasaran dah."
Yunseong mengangkat alis, sementara tangannya sibuk mencentong nasi. "Ini pecel lele harganya 14.000 sama nasi. Kalo mau ganti sekarang sih nggak pa-pa. Tapi kalo mau jatuh tempo nyadar diri juga."
Hyunjin mendecak. "Kikir banget anjrit."
Yunseong mengedikan bahu, membuka ikatan plastik sambal uleknya sebelum menuangkannya diatas piring. Lelaki itu mendesah samar begitu membayangkan rasa pedasnya di mulut.
"Felix ngomong apa aja sama lo kemaren?" tanyanya sembari mencomot lele goreng tersebut. Yunseong sudah lebih dulu mengunyahnya. Terlihat tak peduli meskipun dalam hatinya berkata lain.
"Ya itu. Cuma bilang, kalo Chaewon ngomong jangan diambil hati. Dia bilang Chaewon masih butuh waktu lagi."
"Emang lo berdua berantem karena apa sih? Gue nggak pernah berani nanya sebenernya. Tapi ini kan udah mau setengah tahun, Seong. Maksudnya, Chaewon juga udah punya Felix, anjir. Ngapain masih perang anying?"
"Gue selingkuh."
Hyunjin mengatupkan bibirnya. Sepasang matanya berubah tajam, terlihat mengerikan. Hingga rasanya bagi Yunseong menelan ludah saja sulit.
Jujur, dia merinding setengah mati dengan perubahan atmosfer disekelilingnya sekarang ini.
"Bang gue juga nggak tahu bakal kayak gini." ucap Yunseong membela diri. "Gue sayang banget sama Chaewon. Cuma.. Cuma waktu gue ketemu dia gue ngerasa lebih dari sekedar nyaman. Gue tahu gue salah. Gue tahu gue bajingan banget. Tapi cuma sama dia gue bisa jadi diri gue sendiri."
Hyunjin menundukkan kepala, menatap piringnya sejenak sebelum berakhir menyuap nasinya. Setidaknya, ia bisa menahan mulutnya supaya tak melepaskan semua kata-katanya. Sekalipun urat-urat lehernya sudah terlihat kentara dari mata Yunseong sekarang. Menyalurkan hembus mengerikan dalam aliran darahnya sekarang.
"Siapa?"
"......" Yunseong menutup mulutnya rapat-rapat.
"Siapa nama cewek lo?" ulang Hyunjin tajam.
"Yeonhee."
Tak ada balasan. Dan rasanya, jauh lebih mengerikan dari segala makian yang Yunseong nantikan malam itu.