MCSG- 1✔️

72.1K 1.9K 22
                                    

“Jika dapat memilih, aku lebih baik tidak dilahirkan ke dunia, daripada harus merasakan pahitnya semesta yang tidak selalu berpihak.”

-Clayrine Azzahra-

♡♡♡♡

“Ryn, gawat!” pekik seseorang kepada Ayrine. Ia adalah salah satu temannya, Selly. Mereka berdua kini menempati kelas 10 di SMA Garuda, Jakarta.

Ayrine yang tengah menikmati makanannya pun berdecak sebal. “Apaan, sih?”

Selly mengatur napasnya terlebih dahulu. “Jadi, si Bella ngajak kita ikut tawuran lawan sekolah sebelah. Lo mau ikut, nggak?”

Ayrine mengangguk antusias. “Pastilah. Lo bilang gawat karena masalah sepele gini? Kan, gue udah biasa ikutan, Sel,” ucapnya dengan bangga.

Sejak SMP Ayrine memang sangat suka mengikuti tawuran. Selain karena pergaulannya yang kurang baik, orang tuanya juga kurang memperhatikan gadis itu. Jadi, Ayrine dengan mudah mengikuti temannya menuju jalan yang kurang baik. Dia termasuk anak yang tidak suka jika berada di rumah. Sejak ibu kandungnya meninggal, dan ayahnya menikah lagi, dia menjadi anak yang suka membangkang.

Ponsel Ayrine berbunyi, dia langsung melihatnya dan terlihat nama Aldo yang meneleponnya. Aldo adalah sahabat Ayrine dari sejak Sekolah Menengah Pertama. 

“Ryn, hape lo bunyi, tuh,” ujar Selly.

Ayrine menghela napasnya malas. “Ada apa?”

“Ryn, istirahat nanti katemuan di kantin, yuk!” ajak Aldo membuat Ayrine menghela napasnya kembali.

“Males, ah,” tolak Ayrine. Dia adalah tipe orang yang malas jika mendengarkan orang bercerita karena akan membuatnya mengantuk seperti didongengi cerita pengantar tidur.

“Ayolah! Gue mau curhat.”

“Sama Selly aja!”

Selly otomatis mendelik kesal pada sahabatnya itu, mengapa jadi dia yang dibawa-bawa, padahal sedari tadi Selly sedang memainkan ponselnya.

“Gue traktir, deh, mau?”

Aldo memberikan tawaran yang ternyata lumayan menggiurkan bagi Ayrine. Akhirnya dia setuju dan mau mendengarkan Aldo. “Boleh, deh.”

Terdengar helaan napas dari seberang, membuat Ayrine tertawa pelan. Jika dengan embel-embel traktiran saja Ayrine akan mau.

“Huh, giliran ditraktir aja mau.”

Ayrine menunjukan cengirannya, walaupun Aldo tidak bisa melihat, tetapi dia merasa senang. Lumayan bisa makan gratis, pikirnya. “E-eh, rezeki jangan ditolak, Bego!” kata Ayrine sambil tertawa pelan.

“Serah lo, deh, asal seneng.”

“Udah, ya, gue matiin dulu,” pamit Ayrine lalu dia langsung menutup telepon dan menyimpan ponselnya di saku roknya yang cukup ketat.

“Siapa?” tanya Selly.

“Aldo.”

“Mau apa dia?” Selly pun menatap Ayrine dengan penuh tanya. Dia jadi curiga, sebenarnya mereka pacaran atau tidak karena dia sering melihat Ayrine dan Aldo selalu berduaan.

“Curhat, dikira gue dukun apa, bisa ngasih solusi,” celoteh Ayrine membuat Selly tertawa. Setelahnya, dia menatap sang sahabat sambil mengerucutkan bibirnya. 

“Kok ngajak lo doang? Gue gak diajak dia?”

“Ya, mana gue tahu. Mungkin kalau curhat ke gue bakalan dapet pencerahan atau siraman rohani, soalnya gue, tuh, ahli fisika,” jawab Ayrine mendramatisir.

Meraih Cinta Seorang Gus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang