Bagian 57

939 30 2
                                    

"Aku udah bertemu dengan orang lain juga." lanjut Aluna sambil menoleh ke arah cowok di sebelahnya.

"Apa dia Indra?" Diaz benar-benar takut mendengar jawaban Aluna sekarang.

Sebenarnya Aluna juga bingung, dia harus menjawab apa. Meski dia merasa bahagia dengan segala kejutan pada hari ini, tapi entah mengapa dia tidak rela kalau Diaz dengan mudahnya mendapatkan maaf darinya. Mungkin dirasa Aluna memang perlu untuk mengerjai Diaz.

Tapi belum sempat Aluna membalas, tiba-tiba ada yang memanggilnya.

Sontak Aluna menyunggingkan senyumnya. Dia sungguh bersyukur dengan kedatangan seseorang yang tiba-tiba memanggilnya ini. Rencana mengerjai Diaz pasti akan terasa lebih sempurna.

Bukan hanya Aluna, Indra yang duduk di sebelahnya pun terkejut akan kedatangan seseorang itu. Dia bahkan hampir mengeraskan panggilannya.

"Bang Aga...? " tutur hati Indra

Tapi dia urungkan, karena Indra tidak mau semua yang hadir di acara ini menjadi penasaran terhadap majikan dari *budenya ini. Indra cuma berharap kedatangan anugerah tidak mengacaukan rencannya dengan teman-temannya.

Berbeda dengan Aluna dan Indra. Diaz memang terkejut juga atas kedatangan seseorang yang bukan teman atau alumni SMA mereka tiba-tiba memanggil Aluna. Seketika banyak pertanyaan yang muncul di benaknya.

"siapa cowok berkemeja yang usianya terlihat beberapa tahun ini?"
"mengapa cowok ini memanggil Aluna dengan sebutan culun?"
"mengapa Aluna langsung tersenyum dengan kedatangan cowok ini?"

Tiba-tiba Diaz merasa takut.

"Apa yang dimaksud Aluna bukan Indra, tapi cowok ini?"

Diaz benar-benar tidak pernah berfikir kalau Aluna akan bertemu dan dekat dengan cowok lain. Karena yang di pikiran Diaz cuma Aluna dan Indra. Diaz cuma bisa berharap semua dugaannya tadi salah.

Detik demi detik berlalu, Anugerah semakin mendekat ke tempat Aluna. Aluna semakin mantap untuk menjawab pertanyaan Diaz. Indra cuma bisa berdoa semoga acara reuni yang dia rancang bersama teman-temannya ini tidak berakhir dengan sia-sia. Sedang Diaz hanya bisa memejamkan mata, takut akan kemungkinan terburuk yang akan dijawab Aluna.

Tapi senyum Aluna seketika memudar saat Anugerah ternyata tidak berhenti di tempatnya, tapi malah melewatiya dan menuju panggung yang tadi ditempati Diaz. Urung sudah Aluna menjawab pertanyaan Diaz.

Sesampai di panggung, Anugerah langsung memakai mikrofon yang sudah tersedia.

"Hmm, selamat sore semuanya. Mungkin banyak dari kalian yang merasa asing dengan saya. Apalagi dengan keberadaan saya secara tiba-tiba di acara ini. Tapi mungkin juga ada yang sudah mengenal saya, meski dalam hatinya juga menyimpan rasa penasaran atas kedatangan saya."

Diaz masih belum mau membuka matanya. Dia benar-benar takut kalau cowok ini memang dekat dengan Aluna.

"Yap, langsung saja. Memperhatikan acara hari ini, jujur mengingatkan saya sewaktu di SMA dulu. Saya cuma ingin berpesan kepada siapapun yang berada disini. Baik yang masih jomblo, sudah punya pasangan, ataupun yang sudah berkeluarga, tolong selalu jujurlah pada diri sendiri. Karena tanpa hal itu bukan hanya diri kita yang akan tersakiti, tapi juga orang lain, termasuk orang yang kita sayangi. Dan jangan sampai, karena ketidakjujuran itu kita akan menyesal di kemudian hari."

Diaz perlahan membuka matanya. Dia mulai tertarik dengan apa yang dibicarakan oleh Anugerah.

"Culun... "panggil Anugerah.

Semua langsung mengarah ke tempat keberadaan Aluna. Aluna hanya bisa terdiam mendengar satu per satu kalimat yang diutarakan oleh sahabat abangnya ini.

"Abang tidak tau apa yang sebenarnya ada di hati kamu. Tapi berusahalah jujur, jangan sampai apa yang nantinya kamu utarakan akan mendatangkan penyesalan yang besar buat diri kamu."

Aluna sudah tidak bisa membendung air matanya lagi. Semua yang dikatakan Anugerah tadi benar. Aluna harusnya tau kapan waktunya serius dan bercanda. Diaz sudah berusaha sekuat tenaga mengutarakan isi hatinya, tapi Aluna malah akan mengerjainya. Bukannya hal ini yang selama ini dia tunggu.

€€€

"Lo udah dari tadi Ka?" tanya Indra yang baru sampai di rumah sakit.

"Barusan." jawab Raka.

"Gimana keadaan Rinda?"

"Ya,,, masih sama. Mudah-mudahan keberadaannya disini emang yang terbaik buat dia. Thank's ya Ndra. Lo masih setia menjenguknya."

"Rinda masih sahabat gue Ka." tutur Indra.

Tidak banyak yang tau, hampir setiap bulan Indra menyempatkan waktunya untuk menjenguk Rinda. Dari saat ditempatkan di LP dulu, sampai sekarang dirawat di rumah sakit karena kondisi kejiwaanya.

Semua yang dikatakan Anugerah di acara reuni telah menyadarkan Indra. Andai dulu dia bisa jujur pada dirinya, dia bisa berani mengungkapkan perasaannya terhadap Rinda. Meski apapun jawabannya, setidaknya dia bisa mencegah Rinda sampai berbuat nekat untuk mencelakai teman-temannya. Sayangnya selama ini Indra diam, karena dia merasa percuma orang yang dia sayangi ternyata malah menyukai orang lain.

Tapi Indra tetap bersyukur. Mungkin ini jalan yang Allah pilihkan buatnya. Karena dari kejadian itu, Indra jadi dekat dengan Aluna yang sekarang sudah dia anggap sebagai adiknya sendiri.

Indra juga bersyukur acara reuni hari ini berjalan seperti yang dia dan teman-temannya harapkan. Rasa bersalah Citra pada Aluna jadisl sedikit berkurang.

€€€

"Lun,,,, udah dong larinya." tutur Diaz yang sudah mulai lelah mengejar Aluna yang sedari tadi berusaha menghindarinya.

Setelah penuturan panjang lebar dari Anugerah tadi, Aluna memang akhirnya memaafkan semua kesalahan Diaz. Tapi entah mengapa dia belum siap untuk bertatap muka dengan Diaz. Untuk itu, dia berusaha menghindar dari Diaz.

"Lun,,, " panggil Diaz yang sudah berhenti mengejar.

Perlahan Aluna memelankan langkahnya. Jujur sebenarnya dia juga capek terus-terusan menghidar. Diaz akhirnya memanfaatkan kesempatan ini untuk mendekati Aluna.

"Lun, akhirnya." Diaz berhasil menyusul Aluna dengan nafas yang masih ngos-ngosan.

Aluna berusaha menghindar lagi, tapu seperti biasa Diaz langsung menahan lengan Aluna yanga terbalut gaun muslimnya. Seketika Aluna terlihat tidak terima dengan perlakuan Diaz terhadapnya.

"Ma-maaf Lun." perlahan Diaz melepas cengkramannya. "Tapi plis jangan menghidar lagi dari gue. Lo ga capek apa?"

Aluna akhirnya mengangguk pelan.

"Oh ya Lun, gue pengen ngomong sesuatu."

Tiba-tiba detak jantung Aluna semakin cepat.

"Sebelumnya gue minta maaf, gue ga bisa nepatin janji gue waktu itu."

"Maksudnya? Janji kamu yang mana?"

"Lo masih ingat dulu gue pernah bilang lima atau enam tahun lagi gue bakal nembak lo."

"Emm iya aku ingat. Kenapa?"

"Sepertinya gue ga bisa nepatin janji itu Lun."

Bersambung....

*budenya : Bi Arum di cerita Relativitas Pilihan Hati.

AlunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang