Bagian 25

1.6K 76 0
                                    

"Kak Raka?" Nama itu sepertinya tidak asing di telinga Aluna.

Sementara Aluna masih larut dalam lamunannya, tiba-tiba dia dikejutkan dengan pertanyaan yang dilontarkan Carla yang membuat Diaz melepaskan genggaman tangannya. Sayangnya Aluna telat mendengarnya. Tapi dia beruntung  Carla mengulangi pertanyaannya lagi.

"Apakah Kak Dipta masih menyimpan perasaan sama Kak Nindy?"

Sekarang Aluna yang terdiam. Melihat ekspresi Diaz yang seperti itu, dia tahu kalau sebenarnya rasa itu masih ada di dalam diri Diaz.

Diaz mengerti suatu saat dia pasti akan mendengarkan pertanyaan seperti ini. Tapi jujur untuk saat ini dia tidak tau apakah perasaan itu masih tinggal atau sudah pergi. Setelah hening beberapa saat, Diaz menghadap ke arah Aluna. Ekspresi kebimbangan Diaz digantikan dengan ekspresinya menahan tawa setelah melihat mimik wajah Aluna yang menunggu jawabannya.

"Gue...gue... gue simpen buat gue sendiri aja jawabannya."

"Ya...kita nunggu dari tadi. Ayo jawabannya apa." pinta Aluna.

"Lun, yang tanya aja nerima. Lo kok malah maksa gini."

"Ah, menyebalkan!"

Diaz benar-benar tertawa sekarang.

"Apakah dulu saat bersama Kak Nindy, Kak Dipta bisa tertawa lepas seperti ini?"

Clara segera menepis pertanyaan yang ada dibenaknya.

"Tapi Kak, apa Kak Dipta masih mau berbicara sama Kak Nindy lagi? Meski tidak bersama lagi, setidaknya kalian bisa mengakhiri kesalahpahaman kalian selama ini."

Bukannya langsung menjawab, Diaz mengarahkan matanya ke Aluna.

"Kenapa kamu malah lihatin aku?" tutur Aluna.

"Gimana menurut lo Lun, apa gue mesti bicara sama Nindy?"

"Kok malah nanya ke aku?"

"Karena pendapat lo sangat berarti bagi gue."

Aluna jadi ga enak sama Carla. Carla melihatnya dengan tatapan memohon.

"Emm,, kalau menurut aku sih ga ada salahnya bicara sama Kak Nindy lagi. Mungkin ini saatnya buat kalian saling menjelaskan kesalahpahaman masing-masing. Dan siapa tau, kalian bisa melanjutkan hubungan yang sempat terputus ini."

"Lo yakin? Tatap mata gue Lun."

Meski awalnya ragu, demi Carla dia akhirnya menatap mata Diaz.

"Iya, aku yakin."

Akhirnya Diaz menyetujui pendapat Aluna. Seminggu kemudian, Diaz sudah buat janji untuk bertemu dengan Nindy di cafe yang dulu sering mereka kunjungi.

Sementara itu Aluna berangkat ke cafe terlebih dahulu. Sebenarnya dia sama sekali tak ingin kesana apalagi mengganggu pertemuan Diaz dan Nindy, tapi tidak setelah dia berbicara dengan Restu kemarin.

Flashback on

"Res, aku mohon jangan lari lagi." tutur Aluna yang tanpa sengaja melihat Restu.

"Tenang aja, kita cuma tanya beberapa hal sama lo." tambah Carla.

"Ma-mari masuk." jawab Restu yang saat itu sudah sampai di depan rumahnya.

"Ma-maafin aku ya Lun. Aku benar-benar tega sama kamu. Se-sebenarnya aku melakukan semua itu karena aku disuruh."

"Apa?!" Aluna terkejut..

"Sudah gue duga, ada dalang dibalik semua ini."

"Jadi siapa yang nyuruh kamu Res?"

"A-aku.. Aku.."

"Ayo cepet jawab lo!"

"Aku takut, dia bakalan membully aku lagi kalau aku bocorkan namanya."

"Tenang Res, kami bisa bantu kamu. Jadi tolong kasih tau siapa orang itu? Kalau bukan namanya, mungkin informasi lain tentang orang itu Res."

"Di-dia satu sekolah sama kita. Ta-tapi dia kakak kelas kita. Dia melakukan semua ini karena dia cinta mati sama Kak Dipta. Jadi siapapun cewek yang berada di dekat Kak Dipta, akan dia buat tidak nyaman di sekolah."

Flash back off

Aluna tidak mau mengambil resiko akan terjadi sesuatu pada Kakak Carla sekarang.

Setengah jam kemudian Diaz tiba di cafe. Dia menuju ke meja yang berada di tengah yang disana sudah duduk seorang cewek berhijab dengan tampilan casual. Sayangnya Aluna hanya bisa menatap cewek itu dari belakang. Padahal dia penasaran sekali seperti apa wajahnya.

"Adipta..."

"Anindya... "

Untuk beberapa saat mereka terdiam saling memandang.

"Boleh aku duduk?" akhirnya Diaz memulai bersuara.

"Oh ya,  silahkan."

Awalnya Aluna cuma ingin memantau dari jauh, tapi dia jadi penasaran dengan apa yang Diaz dan Nindy bicarakan. Karena jarak meja yang lumayan jauh, akhirnya Aluna mencoba mencari meja yang lebih dekat.

"Aku minta maaf tentang almarhum ayah kamu, aku baru tau dari Carla."

"Ah anak itu, pasti bicara banyak sekali. Iya ga papa, saat itu kan kamu masih koma. Aku juga minta aaf tentang Alika."

"Apa sewaktu aku koma, kamu ga pernah jenguk aku?"

Nindy terlihat berfikir keras. "Pernah. Tapi aku cuma menunggu di luar."

"Kenapa ga masuk aja? Keluarga dan temen-temen aku kan sudah tau kalau kamu itu pacar aku."

Nindy bingung bagaimana menjawabnya. Dia tidak mungkin menceritakan tentang pengusiran dia waktu itu.

"Aku merasa ga enak Adipta. Coba kamu berada di posisi aku, pacar kamu sedang koma dan adiknya baru saja meninggal dikarenakan keluarga kamu. Apa kamu masih punya keberanian untuk menghadap keluarga pacar kamu itu?"

Diaz terdiam mencoba memahami penjelasan Nindy.

"Okey, aku bisa terima penjelasan kamu mengenai hal ini. Tapi bagaimana tentang cowok berkacamata itu? Bagaimana penjelasan kamu saat dia begitu erat  memeluk kamu? Apa hanya karena aku tidak bisa hadir selama kamu berkabung, kamu lebih memilih berpaling dari aku?"

"Kamu salah paham Adipta." Nindy tidak bisa membendung air matanya lagi. "Tapi maaf aku tidak bisa menceritakannya."

Karena jika Nindy bercerita, Diaz akan kecewa dengan orang terdekatnya.

Aluna yang mendengar percakapan mereka dari awal ikut meneteskan air matanya. Dia akhirnya sadar dia belum ada apa-apanya dibanding cewek itu yang sudah jauh lebih dulu menempati hati Diaz.

Keesokan harinya,

Aluna hendak menyapa teman-teman Diaz dan ingin memberi tau mereka kalau Diaz sedikit terlambat, sebelum dia akhirnya mendengarkan percakapan mereka.

"Dipta mana nih? Ga ikut ngumpul lagi?" tanya Rinda yang baru datang ke tempat biasa mereka berkumpul.

"Ada kesibukan kali." jawab Jaya.

"Kesibukan apa? Semenjak dia kenal cewek itu, dia jadi jarang punya waktu buat kita. Padahal hanya karena cewek itu punya suara yang mirip sama suara Alika, dia sudah menyita perhatian Diaz." tutur Rinda sedikit kesal.

"Apakah benar selama ini Diaz mendekatinya hanya karena suaranya mirip dengan suara Alika?"

Bersambung...

AlunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang