Bagian 19

1.7K 75 1
                                    

Aluna tak berhenti tersenyum menatap ponselnya. Dia tidak menyangka Diaz akan menelfon dan mengirim pesan sebanyak itu. Sebegitu khawatirkah Diaz padanya?

Culun :  kurang banyak smsnya... 😅

Alfa cuek: males ngetik... 😽

Entah keberanian darimana Aluna akhirnya memutuskan untuk menelfon Diaz duluan.

1 detik...

5 detik...

10 detik...

"Hallo, assalamualaikum."

Diaz mencoba terdengar biasa, meski dalam hatinya dia begitu senang.

"Wa'alaikum salam. Nyampek mana?"

"Baru sepuluh langkah dari rumah lo."

"Seriusan?"

"Coba deh lo lihat dari jendela rumah lo.

Aluna bergegas menuju jendela ruang tamu.

"Jangan buru-buru ntar jatuh."

Tapi Aluna tidak menemukan siapapun dari jendela rumahnya.

"Satu kosong. Hahaha..."

"Jadi kamu cuma ngerjain aku, nyebelin ah."

"Lo udah ga betah ya?"

"Maksudnya?"

"Ga betah pengen ketemu gue."

"Idih,,, ke-pd-an. Tadi kesini naik apa?"

"Telat lo nanyanya."

"Ya udah, ga jadi nanya."

"Ngambekan, ga malu lo sama usia."

"Biarin."

"Jangan lagi ninggalin ponsel kelamaan kayak hari ini."

"Sorry... "

"..."

"Diaz..."

"Hmm..."

"Terima kasih sudah mengkhawatirkanku."

Tiba-tiba ada yang melempar batu ke arah jendela rumah Aluna.

"Gue pamit."

Aluna terkejut setelah melihat sosok Diaz yang berdiri tidak jauh dari rumahnya. Diaz tersenyum melambaikan tangannya.

"Hati-hati."

Keesokan harinya,

Kedatangan Diaz ke rumah Aluna kemarin berhasil merubah moodnya. Dia bahkan lupa kalau sebelumnya dia punya perihal yang belum bisa dipecahkannya. Pagi ini seperti biasa Aluna menjemput Diaz dan mereka berangkat ke halte bersama dengan mengendarai sepeda. Bunda Diaz senang akhirnya putranya bisa merasa semangat lagi untuk sekolah.

Tapi hari indah Aluna tak berlangsung lama. Dia kehilangan buku tugasnya lagi. Kali ini buku tugas Bahasa Inggris.

"Ke-kenapa Lun, buku kamu ketinggalan lagi?" tanya Restu yang melihat Aluna mencari sesuatu di dalam tasnya dengan panik.

Aluna terdiam. Kalau kemarin dia berfikir buku tugasnya tertinggal di rumah, tapi hari ini dia yakin sekali kalau dia sudah memasukkan semua buku untuk jadwal hari ini. Karena baru shubuh tadi Aluna menyiapkan semuanya.

"L-lun, kalau ketinggalan lagi, kamu nyoba ngerjain di kertas lain saja. Waktu bahasa inggrisnya kan masih habis istirahat nanti."

Mengerjakan lagi sih perkara mudah, tapi kalau buku tugasnya berakhir di tempat sampah seperti kemarin itu yang jadi masalah.

"Res, sebenarnya..."

Aluna hampir saja menceritakan kejadian yang menimpa bumi tugasnya kemarin, tapi mata Aluna menangkap sesuatu yang tidak asing di dalam tas yang berada di depan mejanya sekarang. Tas hitam milik Clara. Di dalam tas itu terlihat sedikit corak sampul batik yang Aluna yakini itu sampul buku tugas bahasa inggrisnya.

"Apakah Clara yang melakukan semua ini?"

Aluna tidak menegur, dia menunggu apa yang akan dilakukan Clara setelah ini. Dia ingin Clara mengakui kelakuannya sendiri berserta alasannya yang bisa dimengerti.

"Se-sebenarnya apa Lun? Udah bel nih, kita ke kantin yuk."

"Kamu duluan aja Res.  Nanti aku nyusul."

Aluna mengamati terus gerak-gerik Clara. Hingga dia begitu terkejut ketika Clara membawa bukunya menuju ke tempat sampah.

"Clara...!"

"Ada apa lo?"

"Apa yang akan kamu lakukan pada buku itu?"

Clara terlihat bingung dan tak mengerti.

"Apa kamu akan menyobeknya seperti buku tugas fisikaku kemarin?

"Apa maksud lo?"

"Jujur aja Clara, apa salahku? Kalau kamu tak menyukaiku bilang saja. Jangan main belakang seperti ini."

"Cukup! tuduhan lo ga beralasan."

"Terus kenapa buku tugas bahasa inggrisku tiba-tiba ada di dalam tas kamu? dan kamu membawanya menuju ke tempat sampah?! Tidak cukupkah kamu membully Restu? Dan sekarang aku?"

Clara sungguh kesal dengan fitnah yang ditujukan padanya apalagi disangkut pautkan sama Restu, cewek cupu yang sekarang sangat dibencinya.

"Ada apa ini?"

Diaz tiba-tiba berdiri mendekati Aluna dan Clara. Awalnya tadi dia hanya akan mengamati mereka dari jauh. Tapi ketegangan mereka yang tak juga mereda, membuat Diaz memutuskan untuk menghampiri mereka.

"Dia udah fitnah gue kak. Masak gue dikira ngerusak buku tugasnya."

"Hei lo, apa lo punya buktinya?" tanya Diaz yang sekarang menghadap ke Aluna.

Diaz dan Aluna sudah sepakat untuk tidak menunjukkan kedekatan mereka sebelum waktunya. Tapi mendengar Diaz bertanya padanya dengan nada tak percaya seperti itu, hati Aluna seakan teriris. Aluna tidak menjawab pertanyaan Diaz, tapi dia berbalik dan berlari sejauh-jauhnya untuk menyembunyikan air mata yang sudah berada di pelupuk matanya.

Mendapati hal itu, Diaz mengepalkan kedua tangannya. Dia menyesal sudah menghampiri mereka, harusnya dia tidak ikut campur dengan permasalahan mereka.

"Sorry Lun, gue ga ada maksud."

Clara yang masih berdiri di tempatnya mengamati perubahan sikap Diaz dan Aluna. Mereka seperti punya ikatan secara emosional.

"Sebenarnya ada hubungan apa mereka?"

Bersambung...

AlunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang