Bagian 39

1.5K 67 0
                                    

"Iya Lun, aku sudah jatuh hati padamu. Entah muncul sejak kapan perasaan itu. Tapi yang pasti sampai sekarang perasaan itu masih tetap utuh."

Dengan berusaha mengehentikan tangisnya, Aluna mencoba menutup matanya. Dia berusaha mencerna apa yang dikatakan Diaz barusan. Dia tidak sedang salah dengar kan? Cewek yang dimaksud Diaz tidak lain adalah dirinya sendiri. Aluna tidak tau dia harus bersikap bagaimana sekarang, dia tidak pernah membayangkan Diaz akan mengungkapkan perasaannya seperti ini. Harus senang atau sedihkah dia? disaat perasaannya pada Diaz akhirnya berbalas meskipun hubungan mereka sudah tidak sama lagi.

"Diaz..., aku..."

Hampir saja Aluna berniat mengutarakan perasaannya juga. Tapi niat itu segera dia urungkan setelah sekilas dia tidak sengaja melihat nama pengirim pesan yang baru saja masuk di ponsel Diaz. Aluna akhirnya sadar, tak ada gunanya dia memberitahukan perasaannya kalau akhirnya Diaz tetap kembali ke kekasih lamanya.

"Tapi dua bulan yang lalu, bukan aku tempat yang kamu tuju, bukan aku yang mendengarkan pernyataan rasa suka kamu. Bisakah aku mempercayai itu?"

Diaz tersenyum sejenak yang malah membuat Aluna kesal. Apanya yang lucu coba dengan pernyataannya barusan.

"Aku tersenyum bukan karena menganggap penyataan kamu tadi lucu. Tapi aku tersenyum karena aku senang melihat kamu yang sudah tidak takut lagi untuk mengutarakan apapun yang ada di benak kamu."

Aluna tidak percaya, Diaz bisa membaca pikirannya.

"Dan aku senang kamu menanyakan hal ini Lun. Aku jadi punya alasan untuk menjelaskan. Karena hal yang aku lakukan saat itu benar-benar hal bodoh dan membuatku menyesal."

Aluna jadi penasaran dengan hal bodoh yang dilakukan Diaz.

"Dua bulan yang lalu, aku kumpul sama Indra dan Jaya kayak biasanya. Kami ngobrol sana sini sampai akhirnya aku bertanya kepada mereka tentang Rinda. Bukannya aku tak percaya sama kamu dan Carla, tapi aku cuma ingin mengetahui alasan mereka kenapa menyembunyikan hal ini dari aku."

Ah,,, Carla.

Sejak kejadian itu Aluna tak pernah berkomunikasi dengannya lagi. Padahal mereka sempat menjadi sahabat baik.

"Mereka akhirnya mengakuinya. Dan aku bisa menerima alasannya. Tapi ada satu hal yang membuat kami bertiga tertegun."

Apa?

"Tidak ada kelegaan di diriku Lun. Harusnya setelah mengetahui semua kebenarannya, aku bisa bahagia karena bisa memperbaiki hubunganku dengan Nindy. Tapi kebahagiaan itu tidak terlihat di wajahku. Dan akhirnya mereka menyadarkanku kalau perasaanku ke Nindy sudah tidak sama lagi, karena ada cewek lain yang mengisi hatiku saat itu bahkan sampai saat ini."

Aluna masih menunggu.

"Setelah itu tanpa ku beritahu,  mereka sudah tau dimana tempat akan segera kutuju. Yaitu tempat dimana ada kamu Lun."

Hati Aluna berdesir sejenak.

"Tapi sebelum itu, aku memutuskan untuk pergi ke rumah Nindy. Bukan karena aku berubah pikiran, tapi aku ingin menyelesaikan semua permasalahanku sama Nindy. Dan sebelum sampai di rumahnya, tanpa sengaja aku melihat seorang cewek sedang berjalan di tengah derasnya hujan di sepanjang jalan."

Aluna mencoba berfikir,

"Aku coba menebak, tapi aku berharap tebakanku salah. Dan semakin mendekat ternyata tebakanku benar. Cewek itu adalah kamu Lun. Aku ga tau apa yang terjadi pada kamu saat itu, tapi aku ingin sekali segera menemuimu sebelum akhirnya aku melihat ada cowok lain yang sudah menenangkan kamu."

"Ja-jadi waktu itu kamu ada disana?"

Diaz mengangguk,

"Dan hal bodoh yang aku lakukan adalah bukannya aku menemui kamu tapi malah lebih memilih pergi. Karena saat itu yang ada di otakku cuma tentang aku yang tidak pantas buat kamu."

Padahal yang aku butuhkan saat itu adalah kamu Diaz.

"Tapi saat itu aku tetap pergi ke rumah Nindy untuk menanyakan kesehatannya. Tapi sampai disana, aku malah mendapat rengekan Carla untuk memintaku kembali bersama dengan Nindy. Dan hal bodoh lain yang aku lakukan adalah aku mengiyakan permintaan Carla. Karena saat itu yang aku fikirkan bagaimana menekan perasaanku pada kamu agar tidak sampai membesar."

Jadi inikah alasan sebenarnya?

"Bahkan aku sampai mengabaikan semua pesan dan telfon dari kamu yang malah membuatku jatuh sakit. Dengan alasan yang sama aku melakukan hal bodoh itu Lun. Meski nyatanya perasaanku ke kamu semakin bertambah setiap hari."

Benarkah?

"Karena semakin jauh dari kamu, perasaan rindu semakin muncul dengan kuat. Dan dibalik rasa rindu yang kuat, tersimpan rasa sayang yang hebat."

Tanpa diminta, pipi Aluna tiba-tiba memerah.

"Aku tau banyak yang terkejut tentang keputusanku untuk kembali dengan Nindy. Tapi aku ga bisa menarik kata-kataku kembali. Aku hanya bisa berharap perasaanku ke Nindy perlahan bisa muncul lagi, tapi nyatanya aku tetap tidak bisa. Karena hati dan pikiranku tertuju pada orang lain. Apakah kamu sudah bisa percaya Lun?"

Sebelum Aluna menjawab, tiba-tiba ponsel Diaz berdering. Aluna sempat melihat nama yang tertera di kaya posel Diaz.

Nindy

Bersambung...

AlunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang