Tujuh Belas

969 93 38
                                    

Takdir yang membawaku.
Takdir pula yang mengembalikanku.

Yuki Anggraini


Di depan ruang operasi mas hito terlihat gelisah, berulang kali dia berjalan ke kanan dan ke kiri. Sesekali dia merapalkan doa.
Sedangkan aku tengah duduk tidak jauh dari mas hito, bersama mama di sampingku. dia sangat terlihat rapuh, berkali kali menangis yang membuatku ikut meneteskan air mata.
Mama memeluk ku dari samping, kepalanya ku bawa ke bahuku.
Dari kejauhan papa berjalan tergesa gesa, menghampiri kami. Memeluk aku dan mama sebentar kemudian papa menghampiri mas hito, menepuk pundaknya. Pertahanan mas hito jebol, dia memeluk papa diselingi tangisan kecil.
Robbi.. mudahkanlah mbak felic, selamatkan mereka berdua. Aku terus memanjatkan doa dalam diamku. Karena aku tidak ingin mama semakin rapuh, diantara kami harus ada yang bisa menguati.

"Mbak felic pasti bisa melewati semua ini ma.. dia wanita kuat.."lirihku

Beberapa jam yang lalu saat aku sedang menonton acara kesayangan, tukang ojek pengkolan. Mama menelvonku, mengabariku bahwa mbak felic terpeleset di kamar mandi. Ketubannya pecah dan ada darah berceceran, kemudian di larikan ke rumah sakit kardina semarang.
Dokter menyarankan untuk caesar, dikarenakan kondisi bayi sungsang dan kondisi si ibu lemah.
Pada saat itu mas hito masih di kantor, itu sebabnya sekarang dia merasa bersalah takut dan gelisah. Berkali kali dia menyalahkan dirinya sendiri.
Mendengar kabar dari mama, aku langsung menuju bandara mengambil penerbangan pukul setengah delapan malam sampai di bandara achmad yani pukul sembilan kurang sepuluh menit malam. Di jemput pak karyo supir keluargaku langsung menuju rumah sakit.
Mama langsung memeluk ku sambil menangis tersedu sedu. Di depan ruang operasi mas hito masih bisa tersenyum, namun satu jam berlalu kemudian papa datang. Dia menangis.

Ruang operasi terbuka, aku dan mama mendekat . dokter keluar menyambut kami dengan senyuman dan ucapan selamat. Kami semua pun serentak mengucap hamdalah. Kemudian di belakangnya ada suster yang membawa dedek bayi, masih berlumur darah dan entah cairan yang tidak aku ketahui.
Aku mendekat ingin memegang dedek bayinya tapi suster melarang. Bayi harus dibersihkan katanya.
Kemudian mbak felic dipindahkan ke ruangan lain, untung saja langsung diperbolehkan menjenguk mbak felic.
Mas hito berdiri di samping ranjang mbak felic lalu mencium keningnya. Meski wajahnya yang terlihat pucat, mbak felic tetap menyunggingkan senyuman.
Mama masih memeluk ku lalu papa merangkul kami dari belakang.
Suster masuk membawa dedek bayi berjenis cewek yang sekarang sudah terbalut selimut.
Kemudian dia berikan pada mbak felic, binar mata mereka -orang tua baru- sungguh menghangatkan.
Mataku berkaca kaca, lidahku kelu..
Ku usap air mata yang tiba tiba mengalir, lalu tersenyum.
Tersenyum bahagia kehadiran anggota baru.

Memang senyaman nyamannya tempat, masih nyaman tempat tinggal sendiri. Dan..
Sehangat hangatnya pelukan orang, lebih hangat pelukan keluarga.
Sejauh jauhnya kamu melangkah yuki, tempatmu hanya pada mereka. Kembali di tengah tengah keluargamu.

Kruyuk

Serentak mereka mengalihkan pandangan kepadaku saat sebelumnya tengah memandang si kecil. Aku meringis ngeri, malu.
Perut kampret. Ku tabok perutku, namun mama langsung melotot ke arahku.

"Ke kantin sana, mama yakin pasti kamu belum makan."

"Panik ma, ndak mikir makan"

Mama mendorongku keluar ruangan.

"Nduk, mama sekalian nitip roti sama air mineral buat mas mu. Kasian dia belum makan sejak siang"

Aku mengangguk lalu melangkah pergi. Di kantin hanya beberapa orang, aku melangkah menuju pojokan. Sinar lampu persis menggantung di atas kepalaku.
Aku mengambil hp di ransel, ku tekan icon whatsApp lalu menscroll layar ke bawah mencari nama bapak bos. aku lupa mengabari mas rio untuk mengambil cuti .

Takdir atau Kesengajaan Belaka?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang