Tiga Puluh Tujuh

1.2K 120 36
                                    

Nggak jadi ending.
Kasian mas bos belum nyetak gol😄

☘🍀🍃

"Mas berangkat dulu ya nduk, hari ini ada rapat"

Aku yang tengah menuang nasi goreng ke atas piring otomatis menengok ke arah mas rio "lho kan rapat jam delapan mas"

Menyampirkan jas ke senderan kursi, mas rio duduk membungkuk mulai memakai kaos kaki. Aku menghampirinya dengan membawa sepiring nasi goreng dan secangkir teh manis. "Iya tapi kan perjalanan ke solo satu jam nduk, lagian mas harus pulang ke rumah dulu. Ganti batik"

Memang kemaren saat pernikahan mas rio hanya membawa dua setel baju, lalu hari ini dia harus disibukan lagi dengan kerjaanya di solo.
Gila kan cuk? Baru sehari menyandang status suami istri, dia masih memikirkan pekerjaan.

"Tapi sarapan dulu" aku mulai menyuapinya. Di sela sela mengunyah mas rio gunakan untuk mengancing lengan kemeja putihnya, sesekali melirik jam di tangan kirinya.

"Baru jam enam kurang mas" aku menyuapinya lagi. Mas rio menggelengkan kepala seraya mengambil cangkir di depannya. "Satu suap lagi baru tiga suapan mas"

Mas rio mengulurkan tangannya mengelus pipiku "mas tidak terbiasa sarapan banyak sayang.. mas berangkat yah" lalu menciumnya.

"Kamu mau sekalian ikut nggak? Kebetulan setiap jumat sore ada senam, sekalian mas kenalin kamu ke karyawan karyawan mas" sambil berjalan ke depan rumah, mas rio merangkul pinggangku.

"Nggak deh mas, gampang nanti siang aku ke situ bawa makanan" aku menjabat tangan mas rio untuk menciumnya yang dibalas mas rio dengan senyuman.

"Mas berangkat yah, nanti hati hati. Salam buat semuanya" mas rio mencium lama keningku lalu menghampiri mobilnya. Sebelum melaju, kaca mobilnya tertarik ke bawah menampilkan mas rio yang tengah melambai sambil berbisik assalamualaikum. "Waalaikumsalam mas"

Memasuki rumah tidak sengaja berpapasan dengan mama tengah menggendong hanun. "Lho rio mana yuk?"

"Mas rio udah berangkat ma, ada rapat." Digendongan mama hanun tengah tertidur, karena gemas ku cium pipi gembulnya. "Nanti yuki mau ke solo ma, minjem pak karyo sebentar yah"

Aku mengikuti mama duduk depan rumah, mengamati mama yang tengah membuka selimut yang membungkus hanun. Lalu menyerong ke kiri menghadap sinar matahari yang mulai tampak. Tangannya yang mulai keriput menepuk ringan paha hanun. "Baru sehari nikah udah mulai kerja yuk? Kasian kamu belum dimanja udah diduain."

Anjir. Aku memonyongkan bibir mendengar perkataan mama "mau bagaimana lagi ma, dapet pengusaha ya harus siap dimadu kerjaan"

"Kalo begitu kamu yang harus ngertiin dia, jadi istri yang berbakti sama suami nak. Buatlah hati suamimu bahagia, karena ladang surgamu ada pada rio." Aku manggut manggut.

"Kamu udah kasih hak rio?"

Aku mengernyit bingung lalu mama menyerong ke kanan, menghadapku.
Punggung tangannya mendarat di keningku. "Kamu tau hak suami kan?"

"Dilayani kan?"

"Yang termasuk dilayani itu apa?"

"Menyediakan makan, baju, ngurus rumah, tempat sharing, mijet semisal mas rio capek"

Mama menepuk jidatnya sendiri kemudian menghela nafas. "Hak dia mendapat penuh atas dirimu yuki.. sebagai istri yang baik, kamu yang menawarinya."

Apakah itu masalah.. oh my, aku lupa akan sesuatu yang orang sebut surga dunia.

"Tugas istri itu kamar dapur sumur nak.." aku mengangguk paham. "Gede pahalanya jika kamu menyenangkan suami, terutama itu" mama bangkit lalu masuk ke dalam rumah.

Takdir atau Kesengajaan Belaka?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang